Monday, March 15, 2010

Cibolang - Hot Spring


Sabtu, 27 Februari 2010....

“Kita mau kemana ini?”…..suara dari walkie talkie yang dipegang Alin berbunyi, sesaat setelah mobil saya belokan keluar dari jalur utama dan mulai memasuki jalan perkebunan teh yang jelek dan sempit – hari sudah sore dan cuaca hujan rintik-rintik, udara dingin pegunungan menyusup masuk dari jendela mobil yang memang saya biarkan terbuka sedikit. Sore itu, dengan tiga mobil beriringan kami tengah dalam turing keluarga mengeksplorasi daerah Pangalengan – Bandung Selatan, Jawa Barat. 

“Kita mau ke Cibolang” jawab Alin setelah bertanya dulu kepada saya, sebenernya kita mau kemana?

“Ada apaan disana…?” suara tanya lagi dari walky talkie yang berada di mobil Teguh

“Pemandian air panas….” Jawab Alin lagi-lagi setelah tanya dulu kepada saya.

“Emangnya ada? jangan-jangan nanti air panasnya – orang lagi masak air” suara dari walkie talky menyahuti sambil becanda.

Saya tersenyum  menanggapi candaan tersebut, memang terbersit juga rasa ragu di hati saya, pemandian seperti apa yang ada di tengah-tengah perkebunan teh seperti ini? pikir saya.

Saya memang belum pernah menjelajahi daerah Pangalengan ini – padahal mereka mengandalkan saya sebagai tour guide dalam turing keluarga ini hehehe maklumlah saya yang paling sering jalan mbulusuk-mbulusuk daerah pedalaman jawa barat.

Namun pemandangan indah yang disuguhkan alam Pangalengan ini benar-benar membius mata membuat saya tidak terlalu peduli dengan keraguan hati saya – seandainya tidak ketemu pemandian tsb ataupun jika ternyata pemandian tersebut tidak sebaik yang kami harapkan, toh kami sudah bisa menikmati pemandangan seindah ini dan bisa menyelusup masuk perkebunan teh ini  sudah merupakan pengalaman yang tidak terlupakan….

Seperti kemarin sore ketika  kami menikmati keindahan kawah putih di Ciwidey semua anggota rombongan merasa puas dan terpesona dengan kecantikan dan keasrian pemandangan di kawah putih ini; dan bagi saya yang menjadi tour guide ini merupakan kepuasan tersendiri.

Tadi pagi kami menikmati keindahan Situ Patengan – sayang hujan lebat yang turun membatalkan kunjungan kami ke Ranca Upas sehingga kami putuskan untuk bergerak ke Pangalengan dalam cuaca hujan, dan setelah menikmati santap siang sop buntut istimewa di rumah makan Asti, plus tidak lupa tentunya minum susu segar hangat yang merupakan salah satu minuman  khas di Pangalengan ini (karena pangalengan terkenal dengan produksi susu segarnya), saya sendiri lebih memilih Bandrek susu, kami mencoba untuk mengeksplore Pangalengan.

Karena saya juga baru pertama kali ke Pangalengan maka saya juga tidak terlalu tau dengan pasti mau dibawa kemana rombongan ini hehehe, sempet muter-muter di perkebunan teh Malabar dan sempet liat penunjuk arah bertuliskan makam Boscha, tapi karena cuaca yang masih hujan rintik-rintik kami tidak turun untuk jalan kaki kesana,  dan kini akhirnya disinilah kami berada diantara perkebunan teh menuju ke Cibolang.

Kami terus menyelusup memasuki jalan perkebunan teh yang  dimiliki oleh PT Perkebunan Negara VIII (PTPN VIII), mobil kami terguncang-guncang oleh lubang-lubang jalanan dan sesekali menyeberangi genangan air hujan. Didepan kami tampak kaki gunung entah gunung apa namanya saya tidak tahu pasti – yang jelas disisi kiri gunung tersebut dari kejauhan tampak instalasi panas bumi Wayang Windu (yang ini saya tau karena nanya orang) dengan uap putihnya yang tebal membumbung tinggi kelangit yang saat itu berwarna kelabu karena mendung. DiKaki gunung ini juga tampak garis-garis pipa besar berwarna keperakan yang sangat kontras dengan latar belakang kaki gunung yang hijau tertutup perdu teh maupun pepohonan lainnya. Pipa tersebut nampaknya untuk mengalirkan entah uap panas atau gas ke atau dari instalasi panas bumi.

Beberapa kali saya terpaksa bertanya kepada orang untuk meyakinkan arah ke cibolang ini, maklum makin masuk ke dalam perkebunan suasananya makin sepi dan jalannya pun tidak meyakinkan bahwa itu menuju daerah wisata.

Sampai akhirnya kami melihat ada jalan yang menyimpang ke kiri menuju sebuah gerbang dengan tulisan pemandian air panas tirta camellia – cibolang, langsung saja mobil saya arahkan ke bangunan tersebut.

Ditempat parkir saya liat 2 – 3 mobil dan beberapa sepeda motor sedang parker, dari tempat parkiran ini saya juga bisa melihat ada dua buah kolam renang, kemudian bangunan semacam kantin yang terlihat tidak terawat dengan baik dan di ujung dekat kolam renang terlihat bangunan dengan beberapa pintu yang ternyata ruang berendam – tadinya saya pikir kamar ganti atau toilet.

Secara umum suasananya saat itu tidak terlalu ramai entah karena kami datang sudah sore, sekitar 15.30 atau memang suasananya sehari-hari memang seperti ini?

Saya menunggu pendapat rombongan apakah OK dengan kondisi pemandian ini? Soalnya adik-adik saya ini sangat concern terhadap kenyamanan dan kebersihan tempat wisatanya mengingat mereka membawa anak-anaknya yang masih kecil-kecil.

Setelah melihat bahwa kolamnya bersih walaupun tidak terlalu luas, akhirnya disepakati untuk menghabiskan waktu disitu, apalagi anak-anak sudah tidak sabar ingin berenang – sayangnya sarana ganti pakaiannya sangat tidak memadai diruang toilet yang gelap karena tidak ada lampunya, namun demikian tidak mengurangi kegembiraan  anak-anak untuk berenang.

Bapak-bapaknya pun juga tidak ketinggalan ingin berendam, soalnya memang nikmat bisa berendam di kolam air hangat ditengah perkebunan teh yang sejuk apalagi tubuh ini sudah cukup penat menyetir seharian…..terapi berendam air hangat ini mampu membuat tubuh fresh kembali…..

Apalagi cuaca yang tadinya gerimis kini berangsur cerah, sehingga udara terasa begitu sejuk dan bersih nikmat sekali untuk berendam di kolam air hangat ini.

Alya, Mira dan Faris yang biasanya nggak suka berenang sekarang sudah asyiik bermain air bersama, sementara Qatri masih asiik berenang sama ayahnya. Alin dan Arif juga asiik berenang, Tanto yang tadinya tidak ingin berenang dengan alasan tidak bawa celana ganti lagi akhirnya berenang juga. Hanya Fina dan ibu-ibunya saja yang nggak berenang…..

Belakangan saya baru tahu ternyata ada dua buah pemandian air hangat di Cibolang ini, satu milik perkebunan (PTPN) ini yang saya kunjungi dan satunya milik PT. Perhutani lokasinya masih disebelah atas lagi dari tempat kami ini. (wah kapan-kapan perlu tau juga tuh pemandian yang satunya)

Sementara kami dan anak-anak berenang, Susan isterinya Teguh sibuk booking hotel, memang yang untuk Pangalengan ini kami tidak booking hotel dari awal seperti ketika kami kemarin ke Ciwidey – soalnya memang rencana eksploring Pangalengan ini saya masukan dalam optional item – tergantung cuaca, dan waktu yang tersedia-  tujuan utamanya adalah Ciwidey dan sekitarnya.

Segarnya berendam di kolam air hangat di alam terbuka di kaki gunung yang sejuk dan ditengah pemandangan kebun teh membuat kami lupa waktu, tidak terasa sudah pukul 17.15 – kami harus bergegas mentas nih supaya tidak terlalu malam dijalan.

Menjelang jam 17.45 kami sudah berada di mobil kami masing-masing, dan selanjutnya bergerak kembali menyusuri jalanan perkebunan untuk kemudian masuk ke jalan utama mengarah ke Pangalengan.

Cuaca yang cerah membuat kami bisa menikmat senja yang indah di perkebunan teh ini, Matahari yang kini mulai memasuki horizon menyemburatkan warna jingga di langit sekitar tempatnya berada. Sisa cahayanya membuat siluet-sluet tegas dari pepohonan yang berdiri tegak di tengah-tengah perdu teh yang datar. Indah sekali, kami sampai terpaksa berhenti dipinggir jalan untuk mengabadikan dan menikmati proses masuknya sang matahari ke peraduannya. Siangpun berganti malam.

Dalam suasana malam perkebunan kami lanjutkan ke Pangalengan, sengaja kami tidak langsung ke hotel tapi mencari makan dulu mengingat perut sudah perlu di isi, apalagi udara dingin menyebabkan kami lebih cepat lapar.

Setelah menikmati santap malam sate ayam dan kambing yang maknyuss kami pun menuju hotel tidak lama setelah pembagian kamar dan menurunkan barang-barang, masing masing keluarga masuk kamarnya untuk beristirahat dan membawa kesan perjalanan hari ini dalam tidurnya masing-masing……zzz…zzz…zzz.

Saturday, March 13, 2010

Pabrik Teh Hitam Cukul



Slluuurrppp.......ahhhhh, saya seruput teh manis panas yang terhidang di meja makan tersebut....sisa rasa daun tehnya masih tersisa di lidah saya......hhmmm nikmatnya teh hitam Cukul. Rasa teh yang tertinggal di lidah tersebut membawa lamunan saya kembali ke perjalanan kami mendapatkan teh tersebut.

Kami tengah dalam perjalanan turing keluarga saat itu, Minggu pagi 28 Februari 2010 dengan tiga mobil kami menyusuri jalanan Pangalengan – Cukul – Cisewu – Ranca Buaya, sebelumnya kami sempat mampir di situ Cileunca. Menikmati pemandangan situ tersebut dan mengambil foto-foto untuk koleksi album kami. Dibandingkan situ Patengan yang kami kunjungi pada hari Sabtu sebelumnya situ Cileunca ini tampaknya tidak sepopuler situ Patengan, pengunjungnya lebih sedikit dan fasilitas yang ada disana tampak kurang terawatt padahal situ ini cukup indah juga lho – ada bagusnya juga sih jadi lebih sepi dan bisa lebih menikmati pemandangannya.

Selesai menikmati keindahan situ Cileunca kami segera bergerak melanjutkan perjalanan menuju pantai Ranca Buaya melalui Cukul dan Cisewu – dengan yang sekarang ini maka saya telah melewati rute ini sebanyak tiga kali, yang dua sebelumnya saya melintas pada malam hari dan satu lagi pada siang hari saat kabut pekat turun menyelimuti perkebunan teh Cukul dan keduanya saya datang dari arah Ranca Buaya sehingga berada di sisi dinding bukit.

Namun Kali ini saya melintasi kawasan ini dipagi hari yang cerah dan indah, sehingga benar-benar kami bisa menikmati moleknya pemandangan yang ada di perkebunan teh Cukul - yang terhampar didaerah perbukitan dan meliputi area seluas 1200 hektar. Dan kami bisa merasakan ngerinya melipir jalanan disisi jurang-jurang yang dalam....... apalagi di beberapa tempat sebagian bahu jalan ini terlihat longsor.....Beberapa kali rasa semriwing muncul saat menekuk tikungan-tikungan tajam dipinggir jurang….seandainya tidak berhasil menekuk tikungan tsb hiiiii serem.
Rombongan kami terus melipir jalanan dipinggang bukit ini sampai tiba di suatu tempat 28 kilometer sebelum Cisewu dimana jalanan ditutup tidak bisa dilalui, karena tertutup longsor - semua kendaraan ke cisewu hanya bisa sampai disitu saja….


Rencana kunjungan ke Ranca Buaya pun terpaksa dibatalkan…..Ada rasa kecewa, tapi tidak mengapa juga sih toh masih bisa disimpan untuk tujuan turing keluarga berikutnya dan yang terpenting penyebab batalnya ke Ranca Buaya karena Act of God…..tanah longsor bukan karena kemauan kita.

Rombongan pun berputar balik kembali ke arah Cukul, menjelang tiba di cukul Een adik saya usul untuk mampir mengunjungi pabrik teh Cukul, ok bisa di coba juga tuh walaupun belum tau apakah diperbolehkan atau tidak oleh pihak pabrik.

Akhirnya kami tiba di pabrik teh hitam Cukul, yang terletak tepat di sebuah tikungan. Kami sampaikan maksud kami kepada satpam pabrik dan diluar dugaan; kami diterima dengan tangan terbuka. Bahkan pak Irawan (kalo tidak salah demikian namanya) dan seorang temannya (lupa namanya siapa) dari pabrik bersedia menjadi tour guide kami selama factory visit ini.

Kami dijelaskan tahapan-tahapan pembuatan teh, banyak info baru yang kami peroleh misalnya ternyata teh hitam maupun teh hijau berasal dari daun teh yang sama, yang menyebabkan menjadi teh hijau atau teh hitam adalah proses pembuatannya.














Pabrik teh Cukul ini khusus mengolah teh hitam, dan pabrik ini tergabung dalam group teh Sosro (Rekso Group) yang produk terkenalnya adalah teh botol sosro.

Walaupun gedung pabriknya terlihat tua (kalo tidak salah berdiri tahun 50an, justru ini yang membuat terlihat antik dan menarik), namun terlihat bahwa manajemen pabrik dilakukan secara modern dan concern terhadap mutu (quality).

Tahukah anda ternyata para pemetik teh setiap harinya total bisa memetik sampai 15 ton daun teh segar, dan jumlah itulah yang diolah oleh pabrik teh Cukul ini setiap harinya…..


Kami juga melihat ruang tester teh dimana bercangkir-cangkir teh yang merupakan sampal dari masing-masing batch yang diproduksi di cicipi untuk menentukan qualitas dan grade nya.










Menjelang jam 11.00 kami akhiri kunjungan kami ke pabrik teh hitam Cukul ini, dan kami ternyata diberi oleh-oleh tiga kantong teh hitam produksi Pabrik teh hitam Cukul ini……wah senang sekali, benar-benar luar biasa penerimaan mereka terhadap kunjungan kami ini……pastinya ini cerminan dari manajemen yang baik…..

Sllurrrp…..ahhh aku teguk lagi teh hitam yang tersisa di cangkir…..hmm nikmatnya. tegukan yang juga mengakhiri kenanganku atas perjalanan kami ke pabrik teh hitam Cukul yang menyenangkan…..


Saturday, March 06, 2010

Guru Menyetir Saya





Jauh sebelum saya menjadi biker yang gemar turing jarak jauh saya lebih sering travelling dengan menggunakan mobil.

Alhamdulillah tidak terasa sudah banyak juga tempat yang saya kunjungi bersama keluarga dengan bermobil.

Ketika saya masih dinas di Medan (1995 – 1997) saya berkesempatan keliling Aceh, berangkat melalui pantai timur(Medan – Lhokseumawe – Banda Aceh) dan pulangnya lewat pantai barat (Banda Aceh – Meulaboh - Tapak Tuan – Kaban Jahe – Medan), semuanya saya menyetir sendiri.

Beberapa tempat lain yang saya pernah kunjungi dengan bermobil bersama keluarga dan menyetir sendiri antara lain adalah; Bali, Palembang, Bromo, Yogya dan lain-lain.

Bapak sayalah yang mengajari saya mengemudikan mobil dan menularkan kegemaran travelling keluarga dengan mobil

Dimata saya Beliau adalah pengemudi yang handal, tahan menyetir jarak jauh, sopan dan santun di jalan dan mengutamakan keselamatan.

Bapak pernah mengajak kami ke Surabaya, Jember, keliling Madura, ke Yogya …..semuanya beliau yang menyetir sendiri – saat itu anak-anaknya belum ada yg bisa menyetir. Barulah ketika kami pergi ke Bali (sekitar 1982) Bapak bisa agak berisitirahat, karena saat itu saya dan mas Anang sudah bisa menyetir mobil.

Bapak sangat strict soal aturan usia untuk mengemudi mobil, jadi kalo belum 17 th. Sudah pasti tidak akan diperbolehkan menyetir mobil. Sebaliknya ketika usia saya 16 tahun Beliau menyuruh saya untuk membuat SIM C untuk mengendari motor, saat itu batas usia untuk memperoleh SIM C adalah 16 th (nggak tau deh kalo aturan sekarang berapa batas usianya).

Bapak menyuruh saya untuk membuat surat keterangan dari kelurahan bahwa usia saya 16 tahun, Beliau juga mengantar saya ke Polda (dulu KOMDAK) untuk mendaftar ujian SIM, ketika petugas pendaftar menolak berkas pendaftaran saya – dengan alasan saya belum mempunyai KTP; Bapak maju mempertanyakan mana aturan yang mensyaratkan harus punya KTP baru boleh bikin SIM C wong syaratnya berusia 16 tahun – si petugas gak bisa berkutik akhirnya saya diperbolehkan ikut ujian teori dan besoknya ikut ujian praktek, dapet deh SIM C untuk naik motor.

Entah Bapak belajar darimana semua yang diajarkan kepada saya merupakan teknik mengemudi yang baik dan aman. Bapak mengajarkan teknik menyusul yang aman, tidak memaksakan diri dalam menyusul, tidak menyusul di jembatan, tidak menyusul di tikungan. Membunyikan klakson di tikungan-tikungan tajam untuk memberi tahu kendaraan dari arah berlawanan akan keberadaan kita.

Beliau juga mengajarkan cara mengemudikan yang aman di malam hari, mengajari tentang isyarat2 lampu, juga mengajarkan etika berkendara seperti tidak berjalan lambat di jalur kanan, memprioritaskan kendaraan yang sedang menanjak dan masih banyak lagi.

Semua etika2 tsb saat ini seringkali tidak diindahkan lagi oleh banyak pengemudi; seperti menjalankan mobil berlambat-lambat di jalur kanan, jika diklakson malah marah2, atau tidak memberi prioritas kendaraan yang sedang menanjak – yang ada siapa yang lebih berani dia yg menguasai jalan. Atau saat hujan menyalakan lampu Hazard (kedua sein nyala berkedip-kedip) padahal mobil yg bersangkutan tidak sedang berhenti – mereka tidak mengerti lampu hazard hanya digunakan untuk mobil yang sedang berhenti/mogok.

Namun demikian Bapak saya jugalah seorang manusia biasa, suatu saat juga bisa meledak emosinya – namun karena emosinya yang meledak inilah saya jadi bisa berkesempatan melihat salah satu aksi ketrampilan Beliau mengemudikan mobil.

Ceritanya saat itu sedang pemilu di masa orba dulu, waktu itu cuma ada tiga partai politik peserta pemilu, Hari itu sedang kampanye dari salah satu parpol; mereka konvoi menggunakan belasan (mungkin puluhan malah) truk terbuka dan bis menuju lokasi kampanye di Senayan.

Saat itu kami melaju dijalan Thamrin menuju rumah di Kebayoran, melihat ada konvoi tersebut, Bapak mengambil jalur kiri membiarkan konvoi kampanye tersebut lewat dengan lancar dijalur tengah – namun tiba-tiba peserta kampanye dari salah satu truk terbelakang melempari mobil kami dengan batu.

Tidak terima dengan perlakuan tersebut Bapak kemudian ngebut menyalip dan memotong satu persatu kendaraan yang sedang konvoi secara zig zag diantara kendaraan peserta konvoi..….. mobil Peugeot 404 th 63 kami pun meliuk-liuk mengikuti putaran kemudi Bapak…kereeeen bo. (jangan-jangan Bapak saya jago drifting juga kali ya….hehehe)

Terima kasih Bapak atas semua didikan yang telah diberikan, saya tidak bisa membalas budi baik Bapak…..hanya doa yang dapat saya panjatkan kepada Allah untuk Bapak.

Nah siapa guru mengemudi anda…?

***) ditulis untuk mengenang Almarhum Bapakku : Drs Imam Saroso