18 July 2016 – Ruang Tunggu Rumah Sakit Jantung
Bina Waluya
“Bapak Imam……!”
“Bapak Imam Arkananto…..silahkan masuk pak” Suara merdu suster memanggil
nama saya memecah keheningan ruang tunggu membuyarkan lamunan saya yang sedang
cemas menanti hasil pemeriksaan jantung saya. Saya segera bangkit dan ditemani
isteri saya segera masuk ke ruangan dokter.
Saya memang sedang cemas menantikan hasil serangkaian pemeriksaan
jantung saya (EKG, Treadmill dan USG) sejak dipasang ring pada jantung saya di
Februari 2014, sudah hampir setahun ini saya tidak kontrol ke dokter jantung,
walaupun saya rutin minum obat jantung namun sebagai Lord of The Rings (begitu
beberapa teman menjuluki saya, karena jumlah ring yang dipasang di jantung saya
6 buah, terbanyak diantara teman-teman yang sudah pasang ring) tetap saja ada
rasa was-was dan cemas.
Cemas jika hasil test jantung
kali ini memberikan hasil yang kurang baik dan memaksa saya harus membatalkan
rencana saya untuk mendaki Gunung Kerinci.

Kerinci
menyandang predikat gunung berapi aktif
tertinggi di Indonesia, Kerinci mendapat
julukan sebagai atap Sumatra serta masuk sebagai salah satu gunung dalam
jajaran seven summit Indonesia, membuat Kerinci memiliki pamor tersendiri dalam
dunia pendakian gunung.
Belum lagi misteri orang pendek dan cerita2 mistis seputar jalur
pendakian serta letaknya yg berada pada kawasan habitat Harimau Sumatra,
melengkapi ke angkeran Kerinci.
Namun hal tsb diatas tidak menyurutkan Tim pendaki Kompas (Komunitas
Pecinta Alam Samudera Indonesia) untuk menjajal mendaki gunung Kerinci.
Makanya pendakian Kerinci ini bagi saya pribadi sangat berarti, sangat
prestisius……
---
“Silahkan duduk pak….” Suara Dokter Munawar (dokter yang disarankan oleh
dokter Rurus yang menangani pemasangan
ring jantung saya sewaktu di Surabaya)
mempersilahkan saya duduk.
Sambil matanya membaca hasil-hasil test jantung saya beliau berkata
“Hhmmm hasilnya bagus; EKG bagus…Treadmill juga ok bias sampai di stage empat, USG hasilnya tampak normal
hanya ada dilatasi jantung tapi masih baik”
“Dengan kondisi seperti ini Bapak cukup kontrol 6 bulan lagi, obat
dilanjutkan saja – terus dijaga kondisinya ya” Demikian ujarnya…….
“Aaahhh lega” berarti plan pendakian kerinci tetap jalan……
--
Penetapan tanggal pendakian 12-17 Agustus 2016, membawa kesulitan
sendiri; karena Juni adalah bulan puasa Ramadan, dan minggu pertama Juli adalah
hari raya Iedul Fitri, hal ini menyebabkan waktu untuk latihan fisik sangat
sedikit hanya 6 minggu (blm dikurangi kegiatan halal bihalal dan lain-lain)
maka jika hanya mengandalkan latihan fisik pada akhir minggu saja pastinya akan
sangat kurang. Untuk mengatasi hal tersebut saya memaksakan diri untuk rutin
bersepeda selama 30 menit, 3 kali seminggu sesudah sholat subuh, baru pada
akhir pekan porsi latihan ditambah dengan jogging 1 jam dan berenang.

Apalagi untuk gunung Kerinci yg merupakan gunung berapi tertinggi di
Indonesia, pastinya tidak mudah di taklukan begitu saja.
Belajar dari kegagalan saya summit di Semeru (pendakian perdana) dan
kegagalan summit di Rinjani (tidak menduga cuaca akan se-ekstrim itu, sehingga
salah memilih outdoor gear), maka saya gali semua informasi mengenai Kerinci yang ada di internet baik itu dari blog, dari
you to be maupun dari wiki pedia – saya coba dapatkan chemistry nya Kerinci
bahkan rute pendakiannya saya jadikan wall paper laptop.
Dari semua blog umumnya mendeskripsikan track kerinci cukup kejam, cuaca
yang ekstrim dan berubah dengan cepat – huh!! bikin keder bacanya, namun dari
clip video You to be saya liat track menuju summit nya mirip Gn Ciremai dan Gn
Slamet….aahh ini memberikan harapan besar buat saya yg pendaki abal-abal tua
ini (53 th hehehe); kalau ketemu track summit seperti Gn Semeru rasanya nyerah
duluan deh – Trauma.
Kamis, 11 Agustus 2016 H-1 dari kebarangkatan,
Anggota tim pendakian menyusut dari semula 25 Orang tinggal 13 orang
saja – menyusut hampir 50% nya…… ya begitulah sebagian karena pekerjaan,
sebagian karena cedera yg belum sembuh(mirip pemain bola ya), sebagian karena
masalah finansial – maklum habis lebaran banyak pengeluaran, saya sendiri musti
melego 2 set side box motor saya untuk menutup biaya pendakian ini (padahal
dunia motor salah satu hobby saya juga, hihihi).
Meneliti list pendaki yang tersisa ternyata ada lima orang nih yang
seumuran saya, ada pak Abu (53th), Saya sendiri 53, mbak Woro (52thn), Maz Bro
(51thn) dan pak Rushdee (50thn) mantap nih the magnificent five yang termuda
adalah kakak-beradik Liz dan Steven (25 dan 24 thn), selebihnya kepala 3 dan 4.
Aahh 13 orang yang berangkat mendaki, berarti akan ada 13 versi cerita
yang sama sahnya karena tiap orang akan punya sensasinya sendiri, akan punya
kesan sendiri akan pendakian kali ini……
Kalau cerita yang ini adalah versi saya pendaki tua abal-abal…..hahahaha
Jumat, 12 Agustus 2016 hari H 20.15 WIB –
Bandara Minangkabau,
Batik Air ID6816 mendarat di bandara Minangkabau – Sumatera Barat, tepat
20.15 WIB, Enam orang tim pendaki Kompas (Kang Yayan, Mbak Rini, Maz Bro, Mbak
Woro, Kang Aam dan Saya) bergegas menuju pengambilan bagasi, diluar bandara
telah menunggu lima orang tim pendaki (Kang Andi, Liz, Steven, Pak Abu dan Pak
Rusdi) mereka menggunakan pesawat lain dan tiba lebih awal dari rombongan kami,
Sisa anggota tim masih dua orang lagi (Kang Adi, dan Bang Yasin) rencananya
akan tiba dengan pesawat berikutnya.
Dengan bantuan tim dari Kantor Samudera Indonesia – Cabang Padang
dibawah komando pak Imara kami pun di transfer dari Bandara ke kantor SI Padang,
kami beristirahat sejenak di kantor ini sambil menunggu Adi dan Yasin
(belakangan dapet info Yasin ketinggalan pesawat karena pesawat yg
ditumpanginya gagal connecting dengan pesawat yg ke padang) – oleh-oleh dari
pak Abu berupa empek-empek pun segera digoreng oleh tuan rumah dan di sajikan
hangat-hangat plus cuka segar…..aahh nikmatnya menyantap empek2 asli Palembang
ber ramai-ramai.
Setelah Adi bergabung di kantor SI Padang, tepat jam 24.00 dengan tiga
buah mobil tim pun bergerak menuju Kersik Tuo – Jambi yang berjarak 195km dari
Padang;
Sedangkan Yasi diharapkan bisa menyusul
kami dengan penerbangan paling pagi esok harinya.
Sabtu, 13 Agustus 2016 – Day 1
Pelompek – demikian nama desa tempat basecamp kami, terletak di
kecamatan gunung tujuh, basecamp kami memang lebih dekat ke lokasi gunung tujuh
dibandingkan ke gunung kerinci, sebagian besar base camp untuk pendakian ke
kerinci umumnya terletak di Kersik Tuo – didekat area perkebunan teh Kayu Aro.
Pagi itu setelah kami tiba di basecamp
acaranya adalah bersih-bersih dan repacking; barang-barang yang tidak perlu
dibawa mendaki ditinggalkan di base camp; sebisa mungkin bobot keril yang
dibawa adalah seringan mungkin tapi tanpa meninggalkan barang2 yg diperlukan
selama pendakian.

Setelah berdoa di pimpin kang Aam selaku
panglima safar kami segera menaiki dua pick up, yang kemudian bergerak membawa kami ke desa Kersik Tuo
dimana pos R10 tempat kita melaporkan pendakian berada.
Memasuki kawasan desa Kersik Tuo
hamparan hijau kebun teh Kayu Aro membuat teduh mata kita, dibelakang karpet
hijau ini menjulang tegak Gunung Kerinci, puncaknya yang tanpa pepohonan
berwarna abu-abu kecoklatan siang itu tersaput awan tipis, seakan puncak
Kerinci menatap kami, mengawasi pergerakan kami di sepanjang jalan tersebut.

Sekitar jam 13.00 kami sudah berada di
trek jalur pendakian, trek masih bersahabat landai dan teduh di kiri kanan kami
masih kebun-kebun penduduk, tidak berapa lama kami tiba di pos Pintu Rimba.
Istirahat sebentar disini juga seperti biasa sessi foto foto....mumpung masih
seger dan semangat hehehehe
Setelah melanjutkan perjalanan kira-kira
setengah jam kami tiba di pos 1 Bangku Panjang udara semakin dingin karena kini
kami berada di ketinggian 1.800 an, jalan menuju pos 2 Batu Lumut walaupun juga
mendaki tapi masih belum extrim pos Batu Lumut berada di ketinggian 2.000
meter. Menapaki trek dari pos ke pos ini seperti memutar kembali
tulisan-tulisan di blog yang saya baca di internet deskripsi mereka tidak jauh
berbeda dengan kondisi di lapangannya.
Kami lanjutkan perjalanan ke pos 3 yang
berada di ketinggian 2.200 mdpl, beban keril yang saya bawa kini tidak terasa
berat lagi.......beratnya menyatu dengan berat badan saya hehehe tetep aja
berat (karena miss komunikasi hari pertama ini saya musti bawa keril saya
sendiri, padahal rencana saya keril dibawa porter dan saya cukup bawa daypack
saja, tapi ah sudahlah......)
Perjalanan kami terkesan santai
cenderung lambat, mungkin karena memang sesuai plan kami akan buka tenda di
Shelter 1 yang berada di ketinggian 2.500mdpl, dan diperkirakan bisa ditempuh 3
– 4 jam jadi waktu masih cukup tidak perlu takut kemalaman.
Masalahnya kalau sampai kemalaman di
ketinggian dibawah 2.500 ini masih kawasan habitat si Belang alias Harimau
Sumatera, jadi tidak disarankan buka tenda dibawah shelter 1.
Perjalanan dari pos 3 menuju shelter 1
boleh dibilang mulai pendakian yang sebenarnya, tanjakannya mulai terjal, peluh
makin bercucuran, perut saya mulai merasa mual – gejala mountain sickness
(Acute mountain Sickness atau sering disingkat AMS) mulai muncul nih.......saya
memang selalu mengalami AMS disetiap pendakian saya. Mountain Sickness atau
penyakit akibat ketinggian ini disebabkan ketidak mampuan tubuh menyesuaikan
diri dengan ketinggian yang dicapai dan umumnya terjadi di ketinggian diatas
2.500mdpl; pada ketinggian ini tekanan udara menurun akibatnya kadar oksigen
juga menipis (bukti bahwa tekanan udara menurun bisa terlihat dari gembung nya
plastik kemasan snack yang kita bawa); kali ini baru mau mencapai ketinggian
2.500mdpl saya sudah mulai merasakan gejala AMS, biasanya saya mendekati
3.000mdpl baru muncul; mungkin hal ini dikarenakan tubuh saya sudah lelah
karena beban keril yg saya bawa.
Gejala AMS ini antara lain adalah
pusing, mual, sulit tidur, kehilangan nafsu makan dan dalam kondisi sangat
parah adalah kehilangan orientasi dan berhalusinasi; cara terbaik untuk
menghilangkan AMS ini antara lain adalah beristirahat atau melakukan
aklimatisasi atau jika tidak segera pulih ya harus turun ke ketinggian yang
lebih rendah.
Meskipun setiap kali mendaki saya selalu
mengalami AMS dan rasanya pastilah tidak enak, namun entah mengapa saya selalu
tergoda untuk melakukan pendakian lagi; mungkin seperti makan sambal – sudah
tau pedas sekali, tapi di ulang-ulang lagi; aahh sensasi naik gunung memang
selalu menggoda.

Malam itu saya tidak sempat makan malam
– langsung tertidur pulas didalam sleeping bag saya....zzzz...zzzz
Minggu, 14 Agustus 2016
Day 2.
Pagi itu saya bangun dengan kondisi
badan yang jauh lebih segar dari kemarin, udara dingin membuat saya malas
keluar dari tenda, tapi suara canda tawa teman-teman di luar akhirnya memancing
saya untuk keluar tenda juga. Bergabung dengan teman-teman yang sedang
menikmati pagi di ketinggian 2.500mdpl sungguh asyik ada saja bahan candaan
mereka, ketawa lepas tanpa beban (mungkin karena jauh dari kantor jadi nggak
mikir kerjaan hihihi).
View dari shelter 1 cukup baik,
tempatnya cukup terbuka dan datar sehingga bisa memandang kebawah kearah Kersik
Tuo, lucunya area yang viewnya bagus ini
merupakan ladang ranjau....jadi kalau mau foto-foto musti
hati-hati.....hihihi
Pagi ini kami harus packing dan setelah
sarapan harus siap-siap ngetrip lagi, hari ini rencananya kita akan bergerak
dari shelter 1 menuju shelter 3 kita akan ngecamp di shelter 3 yang merupakan
shelter terakhir sebelum puncak.
Kami masih asyik ngobrol sekitar jam
09.00 ketika Yasin muncul di shelter 1, luar biasa kawan satu ini setelah
tertinggal pesawat beliau bisa mengejar ke tertinggalannya dan sudah bisa tiba
di shelter 1 tempat kami nge-camp, padahal dia start dari basecamp jam 06.00
berarti untuk sampe ke shelter 1 hanya membutuhkan waktu 3 jam.
Setelah sarapan dan packing menjelang
jam 10.00 kami bersiap untuk melanjutkan perjalanan lagi, plan hari ini kita
akan menuju shelter 3 di ketinggian 3.320mdpl, karena letak shelter 1 di
ketinggian 2.500mdpl berarti kami akan
naik sekitar 800m.
Beruntung hari ini sudah ada porter yang
bisa membawa keril saya sehingga saya cukup membawa day pack saja.
Track dari shelter 1 menuju shelter 2
terasa panjang, dan kondisinya semakin terjal di beberapa tempat kami harus
memanjat atau dibantu tali naik dengan berpegangan tali webbing yang di pasang
pemandu kami. Saya sendiri berusaha mengatur ritme langkah saya agar tidak
terlalu cepat naik, agar memberi kesempatan tubuh melakukan penyesuaian dengan
ketinggian yang semakin tinggi.
Namun seberapa besar usaha saya agar
tidak timbul AMS akhirnya AMS itu muncul juga, perut saya kembali merasa eneg
dan mual – saya coba untuk menekan rasa tersebut dengan meminum obat anti mual,
atau mencoba minum air dan memakan permen yang asam.....tapi rasa tersebut
sangat kuat sehingga memaksa saya beberapa kali hampir jackpot
(muntah)....namun tidak ada yang keluar. Akhirnya beberapa kali saya terpaksa
berhenti untuk beristirahat – tiduran sampai rasa mual ini berkurang; untungnya
Ari porter saya begitu sabar dia mempersilahkan saya istirahat sesuka saya –
yang penting saya harus bisa mencapai shelter 3 nantinya.
Untunglah track di kerinci ini seperti
di gunung Ciremai dan gn Slamet, masih banyak pepohonan rimbun (hutan) yang
menaungi track sehingga kita tidak terlalu panas terpapar sinar matahari,
seandainya tracknya berupa padang savana seperti di rinjani dan semeru saya
yakin akan lebih menyiksa lagi karena teriknya matahari
.
Setiba di shelter 2 – bayangan, saya
istirahat cukup lama – tidur hehehe; beberapa orang bule juga datang istirahat
di shelter 2 - bayangan ini, mereka juga akan menuju shelter 3 untuk nge-camp
disana sebelum summit postur mereka yang tinggi besar tampaknya santai saja
melibas track yang buat saya berat.... kadang heran juga saya dengan mereka koq
mereka tau aja kalau ada gunung Kerinci yang menantang untuk di daki di
indonesia ini. Kalau itu gunung Rinjani di Lombok atau Semeru di Jawa wajar lah
mereka tahu karena keuda gunung ini sudah seperti daerah tujuan wisata, tapi
ini Kerinci yang terletak di Jantung Sumatera koq mereka juga bisa tau.
Setelah cukup segar saya lanjutkan
perjalanan menuju shelter 3, dalam perjalanan ini kami juga berpapasan dengan
para pendaki yang turun gunung, kami tanyakan kepada mereka apakah mereka telah
berhasil summit ke puncak kerinci – semuanya menjawab mereka gagal summit
karena cuaca badai di puncak kerinci subuh tadi, sehingga mereka memutuskan
untuk turun gunung saja.
Tapi ada juga pendaki yang masih
penasaran, setelah gagal summit pagi tadi karena badai mereka memindahkan camp
mereka yang semula di shelter 2 dipindahkan ke shelter 3 dan mencoba
peruntungan besok pagi. Artinya mereka akan summit berbarengan dengan kami
besok.
Terus terang saya berdoa agar besok pagi
saat kami akan summit attack semoga cuaca kondusif, jangan sampai gagal summit
karena cuaca buruk......sudah jauh-jauh gagal summit karena cuaca tentunya
nyesek banget.....
Menjelang pukul 17.00 akhirnya saya bisa
tiba di shelter 3 di ketinggian 3.320mdpl, teman-teman yang sudah lebih dulu
sampai dari saya sudah bersistirahat di tendanya masing-masing; Shelter 3
memang berbentuk ruang yang terbuka sehingga angin sangat kencang berhembus
jika berdiri atau ngobrol diluar pastinya akan dengan cepat kedinginan sehingga
tidak heran jika teman-teman lebih memilih istirahat di tenda, berlindung dari
terpaan angin.
Saya bukan orang terakhir yang sampai di
shelter 3 – dibelakang saya masih ada kang Aam, Adi dan mbak Woro,
Alhamdulillah tim kami semuanya tiba di shelter 3 sebelum magrib sehingga hari
masih terang. Jika hari gelap pastinya agak sulit menemukan lokasi tenda kita,
karena saat itu shelter 3 penuh dengan pendaki-pendaki lain, sehingga tenda
kami harus sedikit berpencar-pencar; bisa bisa salah masuk tenda.....hihihihi.
Malam itu kami mencoba segera
beristirahat di dalam tenda, mencoba mengumpulkan tenaga lagi untuk besok
summit attack. angin yang terus berhembus kencang menggoyang-goyang atap tenda
kami sekitar jam 23.00 saya terbangun kebelet pipis....hadeh ini situasi yang
sulit males banget keluar tenda malem-malem udah kebayang dinginnya diluar,
tapi kalo ditahan aja malah gak bisa tidur.....akhirnya terpaksa keluar juga
hihihi...diluar gelap, angin kenceng dan dingin banget,.....buru buru cari
semak-semak....dan aahhh legaaa; segera kembali ke tenda lanjut tidur lagi.....
Senin, 15 Agustus 2016 –
Summit Attack.
Menjelang pukul 03.30 mulai terdengar
tanda-tanda kehidupan di tenda-tenda sebelah, kelihatannya sudah mulai bangun
dan siap-siap untuk summit attack......arrgghhh rasanya males banget mau summit
attack enakan lanjutin tidur kayaknya – tapi teman satu tenda saya Adi dan pak
Rusdi sudah keluar dari sleeping bagnya dan mulai memperlengkapi diri untuk
summit attack.
Setelah mereka keluar tenda akhirnya
saya mempersiapkan diri untuk summit attack saya cek logistik di day pack saya –
air mineral botol 600ml, sekotak kurma, 2 batang coklat, seplastik kecil
gula-asam sisa pendakian gn Slamet dan obat-obatan. Selanjutnya saya masukan juga
jas hujan saya. Sudah komplit kayaknya; tinggal gear outdoor yg saya perlu check
dan pakai, head lamp, sarung tangan (glove), balaclava ala ninja, tracking
pole; saya tidak menggunakan gaiter karena medannya tidak terlalu berpasir
seperti gn Semeru – jaket dan kaos kaki sudah saya pakai sejak tidur tadi jadi
tinggal pake sepatu saja dan tidak lupa bawa kamera – Ok I am ready.
Begitu keluar tenda......brrr udara
dingin langsung menyergap; teman-teman lain kelihatannya sudah bergerak lebih
dahulu.....ketika saya sudah ada di track untuk summit di grup saya ada steven,
Liz, maz Bro dan Adi....tapi itu tidak lama di tengah perjalanan maz bro, Liz
dan Steven ngebut.....jadi tinggal saya dan Adi yang berjalan perlahan.

Namun begitu, saking dinginnya cuaca
saat itu hidung saya langsung ber air seperti orang pilek ataupun orang yang
kepedesan makan sambel.....di gunung2 yg sebelumnya nggak sampe seperti ini
saya.
Saya terus melangkah menapaki kemiringan
Kerinci yang semakin terjal, track berupa bebatuan dan kerikil agak berpasir
tapi tetap bisa dipijak dengan mantap; tatapan saya hanya fokus ke langkah
berikutnya, hanya sesekali saja saya menatap ke atas untuk memastikan saya
masih di arah yang benar. Jika saya menatap ke atas maka yang tampak adalah
siluet puncak kerinci yang di hiasi dengan kerlip lampu-lampu dari head lamp
para pendaki yang sudah jauh lebih tinggi mendaki dari tempat saya
berdiri.....indah dan juga menggentarkan karena ternyata puncak masih jauh.....
perjuangan saya masih panjang.....
Adi masih beberapa meter dibawah saya,
sedang teman-teman lain sudah jauh didepan, mungkin kerlip lampu diatas sana
adalah lampu mereka, sudah lebih satu jam saya berjalan kini suasana yang
tadinya gelap total berangsur menjadi remang-remang karena pagi hari menjelang.
Saya sudah mencoba melangkah pelan-pelan
agar nafas saya tidak memburu dan yang utama memberi kesempatan tubuh melakukan
aklimatisasi dengan ketinggian yang saya capai, namun tetap saja gejala AMS
(Acute mountain sickness) muncul mendera saya....perut terasa mual....bersendawa
untuk mengeluarkan angin agar perut sedikit lega juga tidak membuahkan hasil –
aahh tidak ada jalan lain saya harus beristirahat dulu.
Ketika hari semakin menjadi terang maka
saat saya beristirahat saya bisa melihat
danau gunung tujuh di kejauhan, juga kota kersik tuo serta tepian pulau
Sumatera....sementara itu awan-awan berada dibawah saya – amazing.....saya
diatas awan......
Disini saya harus belajar sabar dan
berkompromi dengan kondisi tubuh saya, saya tidak mungkin untuk memaksakan diri
mengikuti irama langkah teman-teman saya yang sebagian besar jauh lebih muda
dari saya; saya harus mengukur diri karena setiap pendaki punya irama dan speed
nya sendiri-sendiri untuk mencapai puncak.
Saya harus belajar sabar dari mbak Woro,
beliau meskipun selalu paling belakang tapi tidak pernah gagal summit.
Walau bagaimanapun kali ini saya harus
summit demikian batin saya berucap....sambil saya duduk berlindung dibalik batu
dari tiupan angin untuk beristirahat lagi.......rasa mual masih juga kuat
terasa walaupun saya sudah coba tekan dengan minum obat, sudah juga saya gosok
dengan aroma therapy plus ngemut gula asem masih juga eneg....weleh kalau tidak
kunjung berkurang kacau ini....saya coba mengatur nafas dengan menghisap udara
dalam-dalam mencoba menyerap oksigen sebanyak-banyaknya.
Disinilah situasi yang paling dilematis;
pertentangan batin antara semangat untuk menuntaskan perjalanan, kondisi tubuh
yang melemah dan akal sehat, kalau nuruti akal sehat maka turun kembali adalah
pilihan yang tepat; sebaliknya jika nuruti semangat maka terus lanjut ke puncak
adalah pilihan yang layak di perjuangkan.
Kali ini semangat saya lebih unggul dari
akal sehat saya, saya bangkit untuk melanjutkan perjalanan, target saya bukan
puncak tapi tugu Yudha – tugu yang didirikan untuk mengenang seorang pendaki
yang hilang ketika mendaki kerinci, tugu ini terletak sekitar ketinggian 3.600.
Hampir di setiap gunung ada prasasti untuk mengenang pendaki yang meninggal
ataupun hilang dalam pendakian di gunung ybs; jadi olahraga naik gunung adalah
olah raga yang beresiko tinggi jika dilakukan dengan sembrono.
Saya mulai melangkah lagi meskipun
perlahan, setiap langkah yang saya buat bagi
saya begitu beharga karena setiap langkah tersebut membawa saya naik lebih
tinggi setidaknya 20-30cm lebih tinggi......membuat jarak
ke puncak semakin kecil.....
Kali ini setiap langkah saya barengi lantunan
dzikir dari antara kedua bibirku – setidaknya jika langkah ini tidak mampu
mengantarkan diri ini sampai ke puncak Kerinci maka paling tidak insya Allah
dicatatkan satu kebaikan dari tiap langkah yang saya buat karena diiringi
dengan mengingat NYA, jadi tidak ada yang sia-sia.....
Ari porter saya yang dari pertengahan
track setia menemani saya beberapa kali meminta day pack saya agar dibawakan
oleh nya, namun saya tolak karena saya ingin day pack ini bersama saya –
akhirnya dia saya suruh bawa kamera saya jadi biar dia yang mengambil foto saya
– lumayan punya foto grafer pribadi hehehehe.
Gerimis sempet turun menjelang saya
sampai Tugu Yudha – waduh mudah2an cuaca tidak berubah menjadi hujan badai.....
Alhamdulillah cuaca kembali cerah ketika saya sampai di Tugu Yudha, disini saya
sempatkan untuk berdoa, mendoakan alm Yudha dan mengenang perjuangannya mendaki
Kerinci. Entah dari mana datangnya setelah saya berdoa di tugu Yudha ini ada
dorongan kuat untuk menyelesaikan sisa track yang ada agar sampai ke
puncak.....saya seperti bertenaga lagi, keyakinan saya bisa summit begitu
menggumpal.

Puncak Kerinci tidak terlalu luas, ia
merupakan dataran sempit yang berada di punggungan bibir kawah (kaldera)
Kerinci di situ terdapat tiang dengan bendera Merah Putih yang berkibar gagah
di tiup derasnya angin, dibawahnya terdapat plat logam bertuliskan Kerinci – 3.805
mdpl......aahhh saya sudah sampai!!!, kegembiraan saya begitu membuncah, saya
tidak pernah membayangkan bisa berdiri dipuncak gunung berapi tertinggi di
Indonesia, Roof of Sumatera, the second summit of seven summit Indonesia;
Rasanya ingin berteriak – lihat dibawah
kaki saya – dibawah tapak sepatu saya ada gunung api tertinggi di
Indonesia.....sensasinya luar biasa hehehe
“ Ya Allah akhirnya Engkau mengizinkan
hambaMu ini untuk mencapai puncak Kerinci, Terima kasih ya Allah, Alhamdulillah”.....tidak
terasa saya menangis mencucurkan air mata saya tidak bisa menyembunyikan
perasaan haru saya atas kesempatan yang diberikan Allah kepada saya.
Saya sujud syukur tidak jauh dari tiang
puncak kerinci.......Aahhh Senangnya Alhamdulillah.... alhamdulillah ...semua
atas kebesaran dan anugerah Mu ya Allah.
Tidak lama kemudian kang Aam sampai juga
di puncak kemudian di susul mbak Woro dan terakhir Adi, kami empat terakhir
dari 13 anggota tim pendaki Kompas yang berhasil mencapai puncak Kerinci.
Alhamdulillah semua anggota tim berhasil
summit sampai di puncak Kerinci.......
Setelah mengambil beberapa foto saya ditemani
Ari bergegas turun tidak tahan dengan anginnya yang keras dan dingin......
Dengan hari yang riang karena misi sudah
berhasil saya turun dari puncak..........
Sampai di shelter 3 saya lihat
teman-teman yang sudah lebih dulu summit dari saya sudah rapi siap turun
kembali ke pos pintu rimba.....Ah saya tidak peduli silahkan duluan saya mau
istirahat dulu memulihkan tenaga dan mengingat ingat momen summit tadi....
Setelah sholat dzuhur baru kami turun
dari shelter 3 menuju pintu Rimba.
Perjalanan pulang walaupun sama beratnya
dengan perjalanan naik tapi bisa kami lalui dengan santai tanpa beban karena
sudah berhasil muncak.....hehehe
Karena engkel kaki mbak Woro keseleo
ketika turun dari puncak tadi kami berjalan pelan-pelan saja, akhirnya kami
bisa keluar dari pintu Rimba dan tiba di pos penjemputan sekitar jam 20.00.
selanjutnya kami diangkut dengan pick up kembali ke base camp di Palempok;
Malam itu udara cerah dan bulan bersinar,
tidak bulat penuh memang tapi cahayanya cukup terang menyinari alam; dari bak
pick up yang membawa saya kembali ke base camp, saya memandangi siluet hitam
gunung Kerinci yang diam tegak dan kini terlihat ramah seperti tersenyum kepada
saya dan mengucapkan selamat jalan.....
Selamat tinggal Kerinci....gumam saya
dalam hati......
Jakarta, 30 Agustus 2016//Pendaki Abal
abal
Special thanks
- Bang Kukuh CS dari Kutu
Gunung Indonesia
- Andi CS dan tim porternya –
Palempok
- My Family
- Tim Pendakian Kerinci
Kompas
- Kang Imara CS