Rabu, 16 Mei 2012
Etappe I : Jakarta – Nagrek = 180km
Jam sudah menunjukan pukul 22.30 malam (terlambat 1,5 jam dari rencana semula) ketika dengan mengucap Bismillah dan dilepas oleh Isteri dan anak saya, saya mulai solo riding menjelajah pantai-pantai selatan Gunung Kidul – setelah mengisi bensin full tank di pom bensin terdekat saya arahkan Bimbi (nama motor Hyosung Karion RT125 saya) ke arah Depok.
Setibanya di pertigaan antara jalan Margonda dan jalan Juanda saya membelok ke jalan Juanda menuju jalan Raya Bogor Lama – perhitungan saya jalan Raya Bogor Lama akan lebih lancer dibanding lewat kali mulya depok seperti yang biasa saya tempuh. Dan perhitungan saya ternyata benar walaupun Bimbi cuma saya pacu di 80 kpj (top speednya mentok di 101kpj – demikian menurut brosur speknya) Bogor bisa saya capai kurang dari satu jam.
Selanjutnya menembus dinginnya wilayah puncak – yang malam itu tidak terlalu padat. Alhamdulillah cuaca sangat mendukung cerah sekali, hanya sewaktu masuk kota Bandung saja ketemu jalanan basah karena habis hujan.
Sambil menyusuri jalan Soekarno – Hatta yang masih basah saya teringat dengan Hendro dan Catur dua sahabat yang batal ikut dalam turing kali ini – yang menyebabkan saya akhirnya harus solo riding hehehe
Berawal dari telpon Hendro pada awal April 2012 (Hendro ini temen turing waktu ke Kiluan) yang mengajak saya untuk turing bareng ke Karimun Jawa pada saat long weekend di bulan Mei 2012 ini, ajakan ini saya aminin mengingat saya juga belum pernah ke Karimun Jawa.
Namun sayangnya dari hasil googling jadwal ferry dan kapal cepat ke Karimun Jawa ternyata jadwal untuk kapal ferry tidak sesuai dengan hari libur yang ada; artinya jika mau tetap ke Karimun Jawa maka motor-motor kami harus di titipkan di Jepara atau Semarang dan kami menggunakan kapal cepat.
Maka rencana ke Karimun Jawa pun di coret; sebagai alternative penggantinya saya usul jelajah pantai-pantai selatan jawa tengah dan yogya, Hendro mengusulkan untuk ikut cave tubing gua Pindul di wonosari – gunung kidul. Cave Tubing adalah rafting dengan menggunakan ban dalam mobil (tube tyre) dan kemudian masuk ke dalam gua (aliran sungainya menembus gua tersebut).
Karena lokasi cave tubing di gunung kidul dan pantai-pantai selatan gunung kidul juga banyak serta indah-indah maka dua aktivitas ini (jelajah pantai dan cave tubing) klop sekali untuk dilaksanakan. Dari hasil googling kami juga menemukan nama Pantai Timang sebagai pantai dengan spot menarik dan unik serta tingkat kesulitan cukup tinggi untuk mencapainya – maka pantai Timang ini menjadi target utama.
Selain dua target utama tadi (Cave Tubing dan Pantai Timang) ada target tambahan dari Hendro yaitu ke Kraton Yogya dan Taman Sari serta Kaliurang sebagai Target Tambahan lokasi ini sifatnya optional jika waktu memungkinkan maka akan kami sambangi jikat tidak memungkinkan maka akan kita dropp.
Setelah tujuan ditetapkan saya segera menyusun rute yang paling optimal dan sesuai dengan waktu long weekend yang tersedia, menetapkan etappe dan tempat dimana kita harus bermalam, termasuk menghitung budget trip ini – terima kasih untuk google maps yang sangat membantu dalam menyusun rute, menghitung jarak dan petunjuk arah.
Summary rute ini saya sharing ke peserta turing yang lain Hendro dan Catur untuk mereka review dan tanggapi dan agar mereka juga bisa mempersiapkan diri. Semuanya tampak akan berjalan lancar sampai pada saat H-3 mereka memberitakan batal turing karena ada urusan keluarga (Hendro, isterinya baru lahiran, sedangkan Catur isterinya baru hamil)…….
Hadooh masak persiapan yang sudah matang harus batal begitu saja – Akhirnya saya putuskan untuk tetap berangkat turing sendirian; Soloturing atau solo riding; masih ada waktu 3 hari untuk memantapkan diri menyiapkan mental untuk melakukan perjalanan seorang diri. Untuksolo riding jarak jauh seperti ini mental memang harus benar-benar siap – apalagi saya memang sudah lama tidak solo riding jarak jauh.
Saya semakin mantap karena isteri saya mengijinkan untuk berangkat solo riding – Alhamdulillah ini modal yang sangat berarti buat saya.
Saya lihat jam tangan saya sudah menunjukan angka menjelang pukul 02.00 dini hari ketika saya meninggalkan kota Bandung yang basah bekas disiram hujan, berarti hampir empat jam saya berkendara motor tanpa berhenti – saya putuskan untuk istirahat setelah melewati Nagrek.
Saya teringat di sebelah kiri jalan setelah Nagrek ada mesjid Uswatun Hasanah yang cukup besar dan di pelatarannya juga ada warung makan. Disanalah saya berhenti, memarkir motor saya danselanjutnya isi perut dengan indomie rebus + bandrek hangat, nikmat banget…ditengah udara yang dingin, setelah perut kenyang saya minta ijin ke penjaga mesjid untuk istirahat di emper mesjid dan ternyata diperbolehkan.
Suara azan subuh dan udara dingin yang menyengat (saya lupa gak pake sleeping bag – padahal bawa hihihi) membangunkan saya dari tidur….. begitu buka mata Jjjahh ternyata banyak orang lalu lalang di sekitar saya yang ngambil wudhu dan siap-siap sholat subuh berjemaah; rupanya ada bis pariwisata yang berhenti di mesjid dan juga rombongan motor yang berhenti untuk istirahat dan sholat subuh – pantesan rame banget…..hehehe.
Saya pun segera bangun dan buru-buru ambil wudhu juga untuk menunaikan sholat subuh.
Kamis, 17 Mei 2012
Etappe 2 Nagrek – Cilacap – Parangtritis = 350 km
Setelah sholat subuh dan acara rutin di toilet sayapun bersiap melanjutkan perjalanan lagi, saat itu masih pukul 05.30 – walaupun dingin pagi masih menyelimuti bumi Nagrek yang berbukit-bukit ini saya tetap melanjutkan perjalanan, hal ini karena saya ingin menutup keterlambatan waktu saya berangkat dari Jakarta (terlambat 1,5jam) sehingga saya berharap akan tetap on schedule sesuai rencana yang saya buat. Selain itu saya sengaja jalan pagi untuk menghindari kemungkinan macet akibat arus liburan long weekend ini.
Bimbipun melaju mantap turun – naik mengikuti turunan dan tanjakan yang ada dan menari meliuk-liuk menyusuri tikungan-tikungan jalanan menuju Tasikmalaya – memang enak sekali jalan di daerah ini kondisinya mulus dan tidak berlubang-lubang apalagi pagi itu suasana masih sepi karena belum banyak aktifitas orang di jalanan – nyaman banget……
Tasik – ciamis dan Banjar pun saya lewati dengan cepat melewati perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah jalan berubah menjadi tidak bersahabat, bumpy dan berlubang-lubang Bimbi harus waspada dan gesit menghindari lubang-lubang yang ada……
Sementara itu udara pagi yang semula dingin kini berangsur mulai menjadi hangat dengan munculnya sang surya – terus terang ada sensasi tersendiri merasakan perubahan dari sisa dingin malam hari dan bertukar dengan hadirnya kehangatan pagi hari – saya selalu menikmati sensasi tersebut; jika saya naik mobil saya tidak bisa merasakan hal ini.
Mengikuti rambu petunjuk jalan Sayapun membelok ke kanan ke arah jalan alternative Cilacap via Sidareja – jalanannya kecil tapi cukup baik, di pal petunjuk kilometer tertulis Sidareja 24km lagi. Selepas Sidareja jalanan kembali menjadi tidak bersahabat lagi jalannya bergelombang parah.
Jam 10.15 menit dengan rasa lapar di perut (rupanya saya belum isi perut sejak di isi indomie + bandrek di Nagrek dini hari tadi) saya sampai di Cilacap, saya mencari jalan menuju pantai teluk penyu tapi sebelumnya saya sempat isi tangki Bimbi dengan bbm premium full tank….
Teluk penyu merupakan pantai di kota cilacap tempat rekreasi dan juga perahu2 nelayan mendarat – ke arah baratnya ada obyek wisata benteng pendem, dari pantai depan benteng pendem kita bisa menyeberang ke Pulau Nusakambangan sisi Timur yang dapat dikunjungi wisatawan – wilayah lainnya merupakan area terlarang karena merupakan lembaga pemasyarakatan. Kebetulan saya sudah pernah ke cilacap ini makanya saya disini lebih untuk beristirahat dan tidak exploring lagi.
Saya brunch (breakfast + Lunch) di sebuah warung kecil (sengaja saya tida makan seafood yg banyak dijual disepanjang pantai tersebut – karena 2 alasan pertama untuk menghemat uang, yang kedua untuk menghemat waktu; menu seafood biasanya dimasak dulu – pastinya lama lebih baik waktunya buat istirahat) dan sayapun istirahat disebuah pondokan nelayan teluk penyu ini setelah ngobrol2 dengan nelayan yang sedang duduk2 disana, mereka banyak Tanya tentang Bimbi motor saya yang memang bentuknya tidak seperti motor biasanya dan juga tentang tujuan perjalanan saya. Mereka mempersilahkan saya tiduran di bangku semen yang tersedia disana – dan sayapun tertidur baru bangun sekitar jam 12.30…..hihihihi
Menjelang jam 13.00 saya berpamitan dengan para nelayan tersebut dan melanjutkan perjalanan. Target saya untuk hari ini adalah mencapai pantai Parangtritis di Yogya.
Kali ini saya melalui Jalur Selatan-Selatan - jalur ini bukan jalur Selatan Jawa yang biasa dimaksud orang pada umumnya yaitu wangon – karanganyar – kebumen – prembun – purworejo – yogya. Yang dimaksud jalur Selatan – Selatan adalah jalur yang berada di Selatan dari jalur selatan, jalur ini dari Cilacap melalui Adipala – Petanahan – Ambal – Brosot dan tembus di Bantul.
Jalannya kondisinya cukup baik tapi sempit dan datar kecuali diruas pantai Lohgending dan Karang Bolong, jalananya berupa perbukitan terjal dengan tikungan yang patah, ada juga sebagian yang rusak menjelang brosot tapi begitu memasuki wilayah bantul jalanannya mulus kinyis-kinyis.
Sensasi jalan siang beda sekali dengan sensasi jalan pagi hari – kali ini sesekali panas mentari siang memantul dari permukaan jalan….menyelinap masuk dari celah helm mengalirkan udara panas ke permukaan wajah…….. maklum matahari jam 14.00 bo…..panasnya lagi lucu2nya….hihihihi
Ketika melewati Ambal disini ada kuliner yang khas dan terkenal yaitu sate ambal – sate nya sudah dibumbuin setengah matang, sehingga saat disajikan tinggal bakar untuk dimatangkan, bumbunya sudah meresap ke daging satenya jadi …..maknyuss banget
Hampir setengah lima ketika Bimbi dan saya memasuki wilayah bantul, disini saya isi bensin dulu, sambil Tanya sama petugas SPBU jalan yg menuju ke Parangtritis. Setelah mendapatkan penjelasan Bimbi segera saya arahkan ke Parangtritis.
Tidak perlu waktu lama saya sudah tiba di depan gerbang retribusi tiket kawasan wisata Paragtritis, setelah membayar saya lanjutkan perjalanan menuju Pantai. Saya agak bingung juga menentukan mau menginap dimana – di Parangtritis ini banyak sekali warung dan penginapan sederhana yang berada di depan pantai dimana semuanya menawarkan kamar istirahat dan titipan motor.
Karena bingung saya biarkan saja intuisi dan bimbi membawa saya menentukan penginapan yang akan kami tuju – sampai suatu saat kami berhenti di depan penginapan pak Har yang lokasinya tidak jauh dari posko SAR dan penjaga pantai (bay watch). Seorang wanita tua keluar menyambut saya menawarkan kamar dan makanan di warungnya –
Saya tanya ”Berapa tariff kamar semalamnya, Bu?’
“Seket ewu (Rp 50 ribu)” katanya dalam bahasa jawa (untung saya ngerti sedikit2 bahasa jawa hehehehe) “kamar mandi di dalam tapi wc nya diluar “katanya pula.
‘Ada colokan listrik nggak di kamarnya bu? “ Tanya saya
“Wonten (Ada)” kata si Ibu tua tersebut.
Siiiplah ini penting buat saya karena butuh buat nge charge HP saya, dan saya juga sudah siapkan T Steker sehingga bisa langsung colokin 2 charger sekaligus hehehehe…..
Bimbi dimasukan kedalam warung pak Har – postur Bimbi yang bongsor langsung memenuhi ruangan warung ini. Sementara itu saya duduk2 di bangku beranda menatap ke pantai parangtritis yang sore ini cukup ramai orang, sambil menikmati kelapa muda yang di siapkan Ibu Har ….badan saya terasa lengket dan lelah, hamper 12 jam saya beraktifitas sejak jam 05.30 tadi pagi start dari Nagrek sampai jam 17.30 sore ini di Parangtritis.
Saya berniat memanfaatkan malam ini untuk beristirahat lebih awal, saya butuh istirahat untuk memulihkan tenaga – terutama untuk membalas kurang tidur saya semalam; jadi setelah magrib saya minta bu Har untuk segera menyiapkan nasi goreng untuk santap malam saya dan sambil menunggu waktu sholat isa serta nasi goreng matang saya ngobrol2 dengan pak Har.
Pak Har dan Bu Har usia sudah 70 tahun, anaknya 3 dan cucunya 5 serta sudah ada buyut – warung dan penginapannya ini berdiri diatas tanah sultan yogya. Di rumah ini hanya pak Har dan Bu Har saja yang tinggal anak-anaknya sudah mentas semua.
Selama saya solo turing ini saya perhatikan di Yogya ini sering kali saya jumpai manula-manula (manusia lanjut usia) yang mirip pak Har ini yang walaupun sudah lanjut usia tapi masih aktif bekerja – dan dari raut wajahnya tidak tampak kelelahan ataupun stress, wajah mereka ramah, ayem dan tersenyum.
Entah apa rahasia umur panjang mereka ini, mungkin falsafah jawa untuk hidup Nrimo dan mensyukuri yang ada yang membuat mereka hidup dengan ayem tidak ngoyo (ngotot) sehingga terhindar dari stress dan sehat selalu.
Setelah santap malam saya masuk kamar untuk tidur – kamarnya kecil sederhana sekitar 2 X 3, dengan dinding plester semen dan sebuah dipan dengan kasur tipis diatasnya, di satu sisi dekat kaki dipan ada sebuah pintu untuk ke kamar mandi – sebuah bola lampu sekitar 40 watt menerangi kamar tersebut, secara singkat sangat sederhana; wajarlah untuk harga Rp 50 ribu semalam hehehehe; yang penting saya bisa tidur pulas – apalagi malam itu hanya saya yang menginap di penginapan Pak Har; jadi suasananya tenang banget sangat kondusif untuk segera mengantarkan saya ke alam mimpi………
No comments:
Post a Comment