
Sabtu, 15 September 2012 pukul 02.30 dini hari…..
Saya masih asyik meliuk-liukan motor mengikuti tikungan yang ada di jalur alternative menuju Carita via Ciomas, ketika saya menengok kaca spion baru menyadari lho koq gelap total, tidak terlihat cahaya lampu motor bro Hendro dan kawan-kawan, padahal semenit yang lalu masih terlihat…….
Saya perlahankan motor sambil berharap lampu motor mereka terlihat kembali dari balik tikungan…namun saya tunggu-tunggu tidak muncul juga.
Saya berhentikan motor – gelap total dan kesenyapan langsung meliputi saya, selain suara Bimbi motor saya (Hyosung Karion RT125) hanya desau angin menghembus dedaunan yang terdengar, cahaya lampu bimbi hanya menggapai radius kemampuannya itupun hanya menampakan siluet pepohonan selebihnya gelap total, tidak tampak kerlip cahaya dari rumah penduduk…..wah bener-bener jauh dari kampong nih…hii sendirian gelap-gelapan lagi…..
Saya mulai was-was koq tidak ada yang muncul, jangan-jangan ada yang nyungsep nih, kerena jalanannya sempit, gelap dan tikungannya patah-patah kalo tidak hati-hati bisa melebar dan nyungsep keluar jalur……..
Kami berempat (Saya, Om Martin, bro Hendro dan Bro Wahyu) memang sedang dalam perjalanan menuju Ujung Kulon, kami meninggalkan pom bensin Shell – slipi sekitar pukul 22.30 jadi kami sudah berkendara sekitar 4 jam, sehingga wajar jika mungkin ada yang lelah atau mengantuk yang bisa menyebabkan nyungsep, apalagi bro Hendro dan kawan2 baru pertama kali lewat jalur alternative ini, biasanya dia lewat Pandeglang - Jiput – Labuan; sedangkan kali ini lewat ciomas/padarincang – cinangka – carita – Labuan, rute ini tembus ke jalan Raya Carita – Labuan dan jalannya menyusuri pantai carita dengan kondisi mulus dan datar. Tujuan akhir kami adalah desa Taman Jaya; perkiraan kami akan tiba disana sekitar pukul 08 pagi untuk kemudian menyewa perahu (long boat) menyebrang ke Pulau Peucang.
***
Karena menunggu sendirian di tempat gelap seperti itu tidak nyaman buat saya (takut lama-lama ada penampakan atau yang lebih gawat lagi kalo ada begal hehehe), maka saya putar balik si Bimbi mencoba menelusuri kembali jalanan biar bisa ketemu dengan teman-teman yang lain, tidak lama saya jumpai mereka sedang membetulkan tutup side box motor bro Hendro (suzuki skywave – 125) yang terbuka karena tidak terkunci dengan baik. Beres benerin tutup side box kami lanjutkan perjalanan – ternyata masalah tidak berhenti disitu, baru jalan beberapa meter ternyata ban belakang motor bro Hendro kempes total…….
Hadooh mau nyari tukang ban dimana nih apalagi dini hari seperti ini – maklum ini kan jalur alternative lewatnya bukan melintas didaerah perkotaan, jalanannya lebih sepi karena jarang kendaraan lewat pastinya tidak banyak bengkel yang buka sampai malam di lintasan ini.
Saya minta Om Martin (Kawasaki Edge) dan Bro Wahyu (Yamaha Yupiter Z) jalan duluan dengan harapan bisa menemukan tukang tambal ban, sementara saya mengiringi bro Hendro jalan pelan-pelan agar ban-nya tidak semakin rusak…..
Tidak lama bro Wahyu kembali ngasih tau ada tukang tambal ban di depan,….problem solved pikir saya. Sampai di tukang ban yang kelihatannya baru dibangunin oleh om Martin, motor bro Hendro segera diserahkan ke tukang tambal ban……asyiik bisa istirahat nih sambil nunggu bisa tidur2an…..di kios sederhana si tukang ban ini.
Ternyata tidak demikian kejadiannya; si tukang ban ini ternyata baru buka kemarin, compressor aja blom punya, dan dia gak bisa nambal ban tubeless – haddoh (salut juga sih sama tekad anak muda tukang ban ini buat buka usaha tambal ban – Cuma modal pompa tangan; itupun gak bener pompanya….kekeke).
Kami tanya punya ban dalem nggak? Ada tapi ukuran 17 untuk bebek dan 14 untuk mio kata dia; ya udah untuk sementara kita minta pasang aja ban dalem yang 17 (ban skywave menggunakan ukuran 16, memang termasuk yg jarang ada/tidak lazim di pasaran hehehe; yang pake ban ukuran 16 antara lain Yamaha Nouvo)
Giliran mau nyopot ban belakang skywave, bingung dia, ini gimana cara bukanya?? – wekekeke mana kunci L juga nggak punya dia…..
Terpaksa deh saya keluarin tool bag saya – dan kerena saya satu-satunya yang punya pengalaman dengan skywave (bro Hendro baru 2 bulan beli itu skywave jadi blom ngerti cara bongkar ban belakang), maka sayalah yang mengerjakan semuanya – hehehehe terpaksa deh ngebengkel malam-malam.
Saya bongkar roda sambil ngasih tutorial dan demo ke tukang ban itu “ini namanya kunci L, kamu musti punya kunci kayak begini soalnya banyak motor sekarang pake baut seperti ini” kata saya ke tukang ban sambil membuka baut pengikat kenalpot ke swing arm.
“Ini knalpot musti dilepas dulu, baru swing armnya dilepas setelah baut shock dibuka, baru terakhir rodanya dicopot” lanjut saya.
Untungnya si tukang ban punya kunci 22 untuk buka baut as roda…kalo tidak perjuangan buka roda bakal berhenti sampai disitu…hehehe..(soalnya saya nggak bawa kunci 22 hehehe berat bo). Akhirya roda bisa dicopot dan ban dalampun dengan susah payah di jejalkan – giliran mompa dengan pompa tangan yang gak beres…..hasilnya nol besar itu pompa kayaknya Cuma bisa buat ban sepeda hehehe – untung yang mompa bukan saya tapi situkang ban.
Saya tanya ke tukang ban berapa jauh lagi ke Jalan Raya Carita; menurut si tukang ban sekitar 7 km, akhirnya saya minta bro Hendro dan bro Wahyu untuk boncengan bawa ban itu ke tukang pompa ban yang kemungkinan besar di jalan Raya Carita ada tukang ban yang buka…..
Bro Hendro dan Bro Wahyu pun segera berangkat…..Naah akhirnya ada waktu juga buat saya istirahat merebahkan badan hehehehe, walaupun Cuma di bangku panjang dengan lebar alas papan hanya pas selebar punggung ternyata saya bisa tertidur juga…..lumayan bangun2 pas azan subuh, saya liat bro Hendro belum kembali – baru menjelang jam 05.00 pagi mereka muncul; terpaksa saya buru-buru selesaikan makan roti sobek yang saya bawa dari rumah (laper euy) dan segera memasang kembali roda belakang skywave bro Hendro.

Jam 05.30 kami tinggalkan tukang ban tersebut untuk lanjutkan perjalanan lagi setelah mampir sebentar ke mesjid untuk sholat subuh; fuiih berarti kita kehilangan waktu 3 jam untuk mengatasi masalah ban ini – Untunglah tidak ada satu orangpun yang mengeluhkan ataupun merasa tidak nyaman dengan kehilangan waktu ini – ini berarti chemistry tim ini sudah mulai nyambung, semuanya berarti memang traveler sejati dan bisa menerima masalah seperti ini sebagai bagian dari dinamika turing – palingan nanti jadi bahan becandaan aja.
Chemistry tim yang nyambung dan kondusif itu penting buat jalan jauh seperti ini, apalagi saya baru mengenal mereka terutama dengan om Martin (beliau seusia dengan saya – tapi dengan tampilan fisik yang lebih baik tidak obesitas seperti saya hehehe) baru kali ini ketemu dan baru kali ini jalan bareng, Bro Wahyu sudah pernah bertemu tapi baru kali ini jalan bareng, Bro Hendro sudah akrab karena sudah pernah jalan bareng ke kiluan jadi sudah tau watak dan karakternya, mereka bertiga kebetulan satu kantor jadi tampaknya sudah akrab satu sama lain…..syukurlah dalam menangani masalah ban diatas tadi semuanya bersikap tenang dan nyantai……tidak ada yang saling menyalahkan
Kira-kira pukul 6.30 kami tiba di Labuan, om Martin usul untuk cari sarapan isi perut dulu dan buat om Martin itu artinya perutnya harus ketemu Nasi tidak bisa yang lain….hehehe
Sambil makan di sebuah warteg kami tanya-tanya arah ke ujung kulon dengan si tukang warteg – meskipun kami telah browsing dan cari informasi sebanyak mungkin tentang Ujung Kulon ini di internet namun buat saya sendiri (nggak tau deh kalo temen yang lain hehehe) masih banyak hal yang gelap dan belum tau dengan pasti mau ngapain aja di ujung kulon dengan waktu terbatas yg kami miliki (tentunya beda jika pergi dengan event organizer yang sudah jelas itinerary nya).

Makanya trip kali ini saya lebih anggap sebagai survey belum sebagai exploring yang sebenarnya – karena kalo liat di internet banyak sekali spot yang bisa dikunjungi dengan berbagai aktifitas berbeda; akibatnya saya bingung sendiri mau ngapain aja nanti di ujung kulon.
Nah dibawah ini saya sharing gambaran yang saya dapat tentang trip Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) setelah saya datang sendiri ke sana, mudah2an bisa membantu teman-teman yang berencana mengunjungi TNUK.
***
Taman Nasional Ujung Kulon itu merupakan kawasan yang luas yang mencakup Semenanjung Ujung Kulon dan beberapa pulau disekitar Semenanjung Ujung Kulon antara lain Pulau Panaitan, Pulau Peucang dan Pulau Handeleum.
Beberapa desa juga masuk dalam kawasan TNUK ini antara lain Sumur (kecamatan) dan desa Taman Jaya kedua desa ini anggaplah berada di ring satu dan menjadi pintu masuk utama ke kawasan inti TNUK.
Jadi kalau anda berpergian dan sudah sampai di Sumur atau Taman Jaya sebenarnya anda sudah mengunjungi atau masuk kawasan Taman Nasional Ujung Kulon.

Dulu saya selalu agak bingung setiap kali orang bilang dia baru balik dari ujung kulon dan mereka selalu bilang menyeberang ke Pulau Peucang, seakan-akan Ujung Kulon identik dengan Pulau Peucang padahal setahu saya Ujung Kulon kan semenanjung dan jadi satu dengan pulau jawa, kenapa musti ke pulau ya?
Sekarang saya baru tahu bahwa Pulau Peucang (cagar alam pulau peucang) adalah bagian dari kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), jadi kalau datang ke Pulau Peucang ya berarti sudah mengunjungi atau berada di kawasan TNUK.
Letak pulau Peucang yang berada diantara semenanjung Ujung Kulon dan Pulau Panaitan, menyebabkan pulau ini menjadi titik yang strategis karena dari sini dengan mudah menjangkau beberapa spot yang berada di semenanjung ujung kulon, seperti Cidaon, dan Cibom dan beberapa lokasi tempat snorkeling. dan juga cukup dekat untuk ke pulau Panaitan (lihat peta).
Nilai tambah yang lain dari pulau Peucang adalah mempunyai pantai yang cantik dan lokasi melihat sunset, selain itu terdapat fasilitas akomodasi yg lebih baik, selain adanya kantor TNUK sendiri, jadi tidak heran jika pulau peucang ini merupakan the best nya TNUK.
Terus kalau di pulau Handeuleum ada apa? Walau tidak sesering disebut seperti pulau Peucang, pulau yang satu ini sering juga disebut oleh orang-orang yang baru kembali dari TNUK, kegiatan disini utamanya adalah canoeing (berperahu) menyusuri sungai cigenter (letak sungainya ada di semenanjung ujung kulon). Di pulau Handeleum juga ada penginapan tapi tidak sebaik di pulau Peucang.

Nah kalo di semenanjung Ujung Kulonnya sendiri kegiatan yang bisa dilakukan adalah trekking, wildlife viewing dan berkemah. Jalur trekkingnya juga beragam ada yang bisa ditempuh 1 atau 2 hari, ada yang sampai 5 hari yang unik ada jalur trekking yang memotong pulau jawa dari utara ke selatan.
Jadi jika kita ingin ke TNUK sebaiknya pastikan dulu mau melakukan kegiatan apa? Trekking?, wild life viewing?, snorkeling?, camping? atau canoeing? sehingga kita bisa datang ke tempat yang tepat dan bisa memanfaatkan waktu yang tersedia sebaik mungkin.
Rekomendasi saya jika kegiatan yang ingin dilakukan adalah light trekking, snorkeling dan hunting foto maka yang paling mudah dan nyaman adalah ke Pulau Peucang – dengan perahu sewaan anda bisa mencapai beberapa spot yang terletak di semenanjung ujung kulon selain tentunya mengexplor pulau peucang itu sendiri.
Selain itu yang harus diperhatikan untuk mengunjungi TNUK adalah waktu kunjungan yang terbaik, hal ini karena wisata ini kental dengan nuansa outdoornya maka akan sangat bergantung pada cuaca jadi pilihlah waktu terbaik untuk mengunjunginya yaitu april s.d September; diluar periode tersebut di kuatirkan hujan atau ombak besar mengganggu kenyamanan kunjungan anda.
Untuk informasi lebih lengkap bisa mengunjungi web site ini http://www.ujungkulon.org/

***
Selesai sarapan di Labuan ini sekitar pukul 07.30 kami melanjutkan perjalanan kembali, sejauh ini kami telah menempuh sekitar 170km (Jakarta – Serang – Ciomas – Cinangka – Carita – Labuan), untuk mencapai Sumur kami masih harus menempuh sekitar 60km lagi, sedangkan untuk sampai ke Taman Jaya masih harus ditambah 18 km dari Sumur.
Kenapa sasaran kami ke Sumur dan Taman Jaya, hal ini karena kedua tempat ini merupakan tempat penyeberangan ke Pulau Peucang (sebenarnya bisa juga dari carita namun kalo dari sini biasanya menggunakan speed boat yang biayanya lebih mahal).
Dari Labuan kami mengambil arah yang ke Tanjung Lesung - tapi bukan ke Tanjung Lesungnya ya, hanya searah saja. Di daerah yang bernama Panimbang kami berhenti untuk mengisi bensin, kami pikir ini pom bensin terakhir ternyata di Cibaliung masih ada satu pom bensin lagi dan bagusnya juga menyediakan pertamax kami berhenti agak lama di pom bensin cibaliung ini – maklumlah karena ada yang harus melakukan ritual bongkar muatan di toilet SPBU ini hehehe.
Jalan Labuan – cibaliung kondisinya baik dan relative datar, sebagian sedang dilakukan betonisasi jalan, dibeberapa tempat karena betonisasi ini ada system buka tutup karena satu jalur sedang di beton, untunglah karena masih pagi frekuensi kendaraan yang lewat tidak tinggi sehingga system buka tutup bergantian ini tidak sampai menyebabkan kemacetan.
Baru setelah Cibaliung menuju Sumur jalanan mulai naik turun perbukitan dan berkelok-kelok, jalannya tidak terlalu lebar tapi cukup aman dan mudah dilalui dua elf berpapasan, aspalnya di beberapa tempat berlubang tapi secara keseluruhan kondisinya 80% baik.
Menjelang 12 km sebelum Sumur kami menjumpai tugu/gerbang batas wilayah Taman Nasional Ujung Kulon – disini untuk memenuhi prinsip tidak tertulis jurnalisme internet yang berbunyi “No Pics = Hoax” (tidak ada gambar/foto sama dengan Bohong/palsu) ditambah sindrom narsisme kami berhenti dulu untuk sessi foto-foto…….hehehehehe
Sekitar jam 10.30 kami tiba di Sumur, di suatu pertigaan dimana ada plank yang menunjukkan arah Pulau Umang Resort belok kanan, kami tidak ambil arah ini melainkan mengambil yang arah lurus menuju Taman Jaya.
Ruas Sumur – Taman Jaya ini memang hanya 18 km, tapi membutuhkan waktu satu jam untuk melintasinya, pasalnya jalanannya rusak parah – aspalnya sudah habis terkelupas menyisakan batu-batuan saja yang menyembul tidak rata serta pasir dan kerikil lepas.

Kami harus konsentrasi penuh di jalanan seperti ini, jalan terbaik adalah mengikuti jejak lintasan ban motor yang telah terbentuk sebelumnya – ada yang melipir bahu jalan, kemudian kembali ketengah, kadang menyimpang pindah ke jalur bahu jalan yang satunya.
Walaupun sudah mengikuti lintasan ban motor sebelumnya bukan berarti bisa santai, tapi tetep harus konsen karena krikil lepasnya bisa membuat motor terpeleset kalo tidak hati-hati, sementara pasir halusnya selain menerbangkan debu (panas terik kemarau menyebabkan debunya makin banyak hiks), juga bisa menyebabkan ban kehilangan traksi
Untunglah jalanannya datar-datar saja karena menyusuri garis pantai, tidak turun naik bukit jadi penderitaan bisa sedikit berkurang hehehe……
Di ruas Sumur – Taman Jaya ini kami melewati sebuah resort namanya Ciputih Beach Resort, kelihatannya tempatnya cukup baik dan luas, apa ada yang nginep disini ya? pikir saya….jalanannya itu lho rusak banget kayak gini, kalo gak niat pasti orang males banget lewat sini……hehehehe
Setelah melalui jalan rusak yang berdebu hampir sejam akhirnya Kami tiba di Taman Jaya sekitar pukul 11.30, Bro Hendro mencoba mengontak orang yang kapalnya akan kami sewa (sekedar info sinyal simpati di Taman Jaya lemah, yang kuat Indosat dan xl) – rupanya terjadi salah pengertian antara Hendro dan si orang ini; ternyata lokasi kapalnya adalah di Sumur bukan di Taman Jaya…….haiyaaa nggak mungkin deh kalo kita kudu balik ke Sumur lagi…..hehehehe
Akhirnya kita pakai referensi dari Internet, dimana untuk di Taman Jaya ini urusan wisata ujung kulon bisa kontak pak Komaruddin – pemilik homestay Sunda Jaya. Tidak sulit menemukan Homestay Sunda Jaya ini selain ada plank penunjuk jalan, juga orang-orangpun ternyata cukup mengenal pak Komar ini.

Ketika kami sampai di Homestay Sunda Jaya ternyata pak Komar sedang ke pulau menjemput wisatawan asing, kami disarankan untuk menemui isteri pak Komar yang sedang menunggui sebuah toko di jalan utama Taman Jaya. Kamipun menuju ke sana.
Setibanya disana Kami sampaikan bahwa kami akan menyewa kapal (tepat nya kapal kayu – long boat) untuk ke pulau Peucang – Isteri Pak Komar menyampaikan bahwa tarif sewa long boat adalah Rp 2 juta untuk dua hari satu malam (menginap) kelihatannya tariff ini adalah tariff standar koperasi KAGUM yang di ketuai pak Komar jadi tampaknya tidak bisa di tawar lagi. Harga rp 2 juta ini lah yang sering kali menyebabkan orang menganggap wisata ke ujung kulon itu mahal – sebenarnya bisa jadi murah jika di share ke peserta wisata, satu long boat bisa di isi sampai 20 orang sehingga biaya per orangnya menjadi lebih murah – tapi demi keamanan dan kenyamanan sih saya sarankan long boat di isi max 10 orang saja.
Isteri pak Komar menyarankan agar sebaiknya kami bicara langsung dengan kapten kapalnya mengenai tujuan/spot yang akan dikunjungi, Setelah di kontak oleh isteri pak Komar tidak lama muncul tiga anak muda yang saya taksir umurnya mungkin baru dua puluhan mungkin kurang malah. Si Kapten namanya Enjas, anak buahnya namanya Rudi dan Irwan.
Yang pertama kami tanyakan kepada Enjas adalah tempat-tempat tujuan yang ingin kita datangi seperti pulau peucang, tempat-tempat snorkeling dan pulau Handeleum, apakah memungkinkan kami kunjungi semua tempat tersebut dengan waktu yang tersedia sampai hari Minggu Siang. Ini penting bagi kami mengingat waktu kami terbatas, sementara tempat tujuan lebih dari satu – dan tentunya kami berharap dengan mengeluarkan dana segitu kami dapat memaksimalkan explorasi kami di Ujung Kulon ini.
Menurut Enjas itu memungkinkan untuk dilakukan …..good, sekarang satu masalah lagi yaitu penginapan! kami sampaikan ke Enjas bahwa kami tidak kebagian penginapan di pulau Peucang karena semua kamar sudah penuh – kami tanya apakah kami boleh bermalam di perahu – dan ternyata boleh dan tidak ada tambahan biaya….. siiplah.

Problem terakhir yang kami tanya apakah di pulau Peucang ada warung atau restoran yang menyediakan makanan? – jawaban Isteri pak Komar adalah tidak ada.
Kami harus membawa perbekalan/bahan makanan sendiri dari Taman Jaya ini. Kami bingung lho terus yang masak siapa? Oh nanti yang masak adalah juru masak Kapal jelas enjas……dan no additional charge alias tidak ada tambahan biaya….. siip clear dan problem solved.
Dengan dibantu isteri pak Komar kamipun belanja perbekalan yang sebagian besar tersedia di toko tersebut – tampaknya ini seperti toko koperasi yang memang menyediakan perbekalan untuk perjalanan wisata. Kami membeli beras, mie instan, telur, aqua gelas, kecap, sambal botol, ikan segar kerapu dan kakap yang lumayan besar hampir sebetis orang dewasa (semua ini tersedia di toko tersebut), isteri pak Komar juga mengingatkan kita untuk belanja sayuran (tomat, cabe, bawang dlsbnya) nah yang ini tidak tersedia di toko, Ibu Komar menyuruh salah satu anak buah kapal untuk membelinya di pasar – untung juga ada bu Komar ini jadi mudah persiapan perbekalannya; kalo Cuma kami berempat yang laki-laki semua pastinya bingung untuk nyiapin urusan dapur ini hehehehe…..
Untuk belanja perbekalan ini kami habis sekitar Rp 370.000,-. Jadi Total kami bayarkan ke Bu Komar untuk sewa long boat dan belanja adalah Rp 2.370.000,-
Sambil kami menyiapkan perbekalan Enjas CS ternyata juga mempersiapkan perbekalannya sendiri, selain makanan untuk mereka, enjas juga menyiapkan perbekalan untuk keperluan kapal antara lain jeriken2 berisi solar dan bensin, tabung gas botol ijo – (untuk masak di kapal) dan tentunya juga air tawar.
Lumayan makan waktu juga persiapan berlayarnya ini, kami baru bisa berlayar menjelang pukul 13.30 setelah semua perbekalan di muat ke kapal dan motor-motor kami titipkan di Homestay Sunda Jaya.
Sebelum berlayar kami membayar tiket masuk Pulau Peucang di kantor TNUK tidak jauh dari dermaga Taman Jaya ini. Ticket per orang adalah Rp 2.500,- plus asuransi Rp 3.000,- total Rp 5.500 per orang (ini untuk WNI ya kalo untuk WNA keliatannya di bedakan, sebab ketika saya membayar ditanya apakah ada warga asingnya di rombongan saya ini?)
Selain tiket masuk saya juga harus membayar ongkos sandar kapal di pulau Peucang sebesar Rp 100.000,- nah kira-kira sudah bisa menghitung sendiri kan berapa share setiap orang

***
Dalam cuaca yang terik kami pun mulai berlayar Long Boat yang kami gunakan adalah sebuah kapal kayu yang berukuran panjang sekitar 19,5m dan sisi terlebar adalah 2,5m, bermesin penggerak diesel, selain juga dilengkapi gen-set untuk listrik. Ada toilet dan dapur kecil tempat masak di bagian belakang kabin yang menghadap ke dek belakang- Dek Belakangnya sendiri diberi atap dan ada bangku panjang untuk duduk, kabin dibagian tengah tinggi langit-langitnya hanya bisa untuk orang dewasa duduk jadi tidak bisa berdiri, didalam kabin ini disisi depan kiri ada tempat duduk untuk juru mudi kapal. Didepan kabin diletakan bangku kayu panjang – menghadap ke dek depan dan haluan kapal.
Dibawah dek belakang dan dek depan ada palka – tempat penyimpanan barang. Nama long boat nya sendiri adalah Perjuangan dengan cat yang mendominasi adalah warna merah dan putih – nah begitu kira-kira deskripsi mengenai kapal perahu yang saya tumpangi.
Pelayaran Taman jaya – Pulau Peucang menurut Enjas memakan waktu 2,5 – 3 jam tergantung arus dan cuaca. Karena waktu pelayaran cukup lama saya putuskan untuk istirahat tiduran di kabin guna melengkapi kurang tidur semalem – tidak butuh waktu lama saya sudah terlelap.

Angin di atas kapal ini cukup besar dan kuat jadi saya tetap menggunakan jaket motor saya plus minum tolak angin biar aman hehehe – saran saya siapkan jaket atau kaos lengan panjang yang tebal, boleh juga ditambah kupluk yang menutup kuping khususnya buat orang yang mudah masuk angin…..
Saya terbangun sekitar jam 15.00 karena diberi tahu makan siang sudah siap – menu siang itu adalah nasi putih + kerapu balado + sayur capcay/tumis ala chef Rudi……..disajikan di dek belakang dengan hembusan angin yang kuat dan perut yang lapar……..santap siang ini benar-benar nikmat booo……..
Sekitar jam 16.00 lebih sedikit kami tiba di dermaga pulau Peucang – Horree akhirnya sampai juga hehehe; saya segera melapor ke kantor TNUK sekaligus cari informasi apa yang sebaiknya dilakukan sore tsb di pulau peucang ini – saran mereka adalah trekking ke Karang Copong untuk melihat sunset.
Saya sempatkan sholat dulu di mushola yang ada di pulau Peucang ini, beberapa ekor monyet terlihat berkeliaran bebas dan tidak takut pada manusia, demikian juga dengan rusa yang berdiri ditepian lapangan berteduh dibawah ridangnya pepohan tampaknya sudah biasa dengan kehadiran manusia, dan jangan kaget juga ya jika ada babi hutan yang berkeliaran…..itu pemandangan yang sudah biasa terlihat di pulau peucang ini.
Disisi barat lapangan ini ada dua bangunan cottage sedangkan sisi timur sejajar dengan kantor TNUK terdapat bangunan penginapan yang berdiri memanjang – yang ini tampaknya kelasnya lebih murah dari yang cottage; dibelakang penginapan ini ada beberapa kamar mandi – (kamar mandi ini yang kami pakai selama menginap di Peucang hehehe), di sisi selatan lapangan terdapat bangunan yang kelihatannya digunakan tempat para petugas pemandu wisata.
Menjelang pukul 17 bersama grup anak muda dari Suralaya kami dengan di pandu Kang Lili memulai trekking ke karang Copong
Dari kantor TNUK menuju pantai karang copong jaraknya sekitar 3 km, dengan jalur trekking melintas melalui hutan yang ada di Peucang ini. Karena kami start sudah mendekati jam 17 Kang Lili pemandu kami berjalan cukup cepat untuk bisa mengejar sunset di pantai copong ini.
Jalur trekkingnya sendiri datar-datar saja, sangat nyaman malah teduh karena rindangnya dedaunan pepohonan hutan yang masih cukup lebat – terkadang terdengar suara kemerosok semak belukar yang diterobos rusa yang menghindar karena lewatnya rombongan kami.
Nafas saya masih tersengal-sengal ketika akhirnya kami tiba di tepi pantai karang copong – haddooh obesitas ini benar-benar mengganggu – persis minggu lalu saya juga trekking di Cikole, Lembang dalam acara outing kantor dan juga terpaksa tercecer di rombongan paling belakang tubuh gemuk ini sulit di ajak jalan cepat hehehehe…..
Sayangnya keberuntungan belum berpihak kepada kami karena sunsetnya tertutup awan di horizon sehingga kami tidak bisa menikmatinya dengan tuntas……
Perjalanan kembali dari trekking pantai copong ini benar-benar menjadi siksaan buat saya, pasalnya kini trekking dilakukan saat hari sudah gelap walaupun saya sudah siap dengan membawa lampu senter, namun gara-gara tersandung akar pohon – sandal jepit saya putus….untuk bisa mengimbangi langkah rombongan….terpaksalah saya trekking dengan kaki telanjang……hiks…hiks…hiks telapak kaki saya terasa sakit apabila menjejak tanah yang berbatu-batu, kadang sakitnya seperti pijit reflexi…..haduuh lengkap deh sudah nafas tersengal-sengal sekarang ditambah kaki sakit…….
Sejak saat itu kemana-mana saya selalu nyeker selama di pulau Peucang ini……

Akhirnya kami bisa keluar juga dari hutan tersebut dan tiba kembali di lapangan pulau peucang. untuk trekking ini kami dikenakan Rp 10.000 per orang untuk membayar jasa pemandu. Tarif Rp 10.000 per orang untuk jasa pemandu ke suatu tujuan - ini adalah tariff resmi TNUK.
Setibanya di kapal ternyata makan malah sudah tersedia kali ini chef Rudi menghidangkan ikan kakap bakar dengan sambal kecap dan potongan cabe serta irisan bawang merah plus tambahan lauk adalah mie instan goreng, rasanya maknyuuus apalagi disantap saat perut lapar dan badan lelah habis trekking……
Malam itu angin bertiup kencang dan dingin walaupun saya membawa sleeping bag tapi saya putuskan untuk tidur di kabin saja, walaupun resikonya kaki harus agak nekuk hehehe – setelah berganti dengan pakaian bersih (saya nggak mandi malam itu yang lainpun juga begitu hahahaha) saya pun bersiap tidur..mencari posisi yang paling nyaman di kabin hehehe.
Sementara itu bro Wahyu sudah mengambil tempat posisi tidur di dek depan – salut juga dengan daya tahan tubuh anak muda ini, dia tidak terlihat lelah waktu trekking dan selalu bersemangat mengabadikan segala sesuatunya dengan kamera DSLR nya cocok jadi wartawan foto kelihatannya….
Om Martin yang memang lebih tinggi dari saya juga memilih tidur di dek depan – sekaligus kelihatannya ingin mengetes jaket respiro nya hehehehe
Sedangkan Hendro sama seperti saya memilih tidur di kabin kapal…….
Dengan berbantalkan sleeping bag dan tubuh yang lelah serta perut yang kenyang dengan mudah saya berlayar ke alam mimpi………zzzzzzzzzzzz…..zzzzzzzzzzzzz….zzzzzzzzzzzz
