Wednesday, March 23, 2011

STAN82 Goes to Badui - 1

Jum’at  11 Februari 2011 pukul 20.00

“Boss, saya baru kelar rapat nih, kira-kira baru nyampe TKP kumpul  jam 22, tungguin ya” demikian bunyi sms saya ke ki Slamet. Ki Slamet adalah tim leader, STAN82  trekking to badui land; sedangkan STAN82 sendiri merupakan komunitas alumni Sekolah Tinggi Akuntansi Negara angkatan tahun 82 – dari tahun angkatannya sudah bisa ditebak dong kalo anggotanya rata-rata sudah berumur diatas 46 th dan menjelang 50 th…..hehehehe

“Ok bung Imam, kita tungguin, santai saja – kita kumpul di starbuck PS (plasa Senayan)” bunyi sms balasan dari ki Slamet.

 

Saya bergegas keluar dari kantor – memacu motor saya pulang ke rumah di Pasar Minggu, ganti baju dan mengambil peralatan yang sudah saya siapkan dari kemarin malam kemudian di antar isteri segera menuju titik kumpul yg disepakati.

 

Menjelang pukul 22.00 saya sudah tiba di titik kumpul – dimana sebelumnya saya menjemput anak sulung saya – Alin, yg akan menyertai saya trekking ke badui kali ini. Di TKP ki Slamet dan om Effo sudah menunggu di samping bis elf yang kita charter untuk perjalanan kita kali ini.

 

“Yang lain masih belanja logistic”  kata om Effo ketika saya tanya yang lain pada kemana?

“Yang berangkat jadinya Cuma 8 orang” Ki Slamet menjelaskan ke saya “Pitra dan Lucan batal ikut”

 

Waaks dari rencana semula 12 orang peserta ternyata setelah hari H nya menciut jadi tinggal 8 orang……kegiatan kali ini memang boleh dibilang pertama kali diadakan oleh komunitas STAN82, setelah beberapa kali ide untuk jalan-jalan bareng terlontar di milis STAN82 baru yang satu ini yg bisa terealisir dengan animo pesertanya cukup banyak

 

Buat saya sendiri sih sebenernya ini yang ketiga kali jalan bareng STAN82 karena sebelumnya saya pernah touring motor duet  dengan rekan Arif Septiadi menjajal rute Ujung Genteng Pamengpeuk (catpernya silahkan klik di link berikut ini : http://imamarkan.multiply.com/journal/item/59), selain itu pernah juga turing motor survey tanah di sekitaran Cipanas berlima dengan om Pitra, om Boris, Om Sireng, dan Om Triandi

 

Walaupun tim trekking badui land STAN82 menciut menjadi 8 orang (5 orang STAN82, 2 orang STAN Yunior, 1 orang EO/Penghubung) saya tetep semangat,  setelah saya mencoba profiling peserta yang ikut ternyata saya termasuk yang paling lemah hehehe berikut ini profile dari masing-masing peserta trekking badui land.

 

Ki Slamet, Hobby Traveling dan Fotografi , backpakeran sdh menjadi agenda tetapnya, pendaki gunung, postur tubuh atletis proporsional walau statusnya sudah menjadi kakek tapi fisik dan staminanya tidak diragukan lagi…..hehehe

 

Om Arif Gafar (om AG), rutin lari pagi tanpa sepatu, mantan anggota PALAGAN (pecinta alam bulungan) semasa SMA, postur tubuh proporsional, tidak merokok, walaupun rambutnya mulai putih tapi status bujangannya memberikan nilai tambah tersendiri hehehehe

 

Om Onot, pemain bola semasa kuliah, masih sering mendaki gunung sama om Assue, postur tubuh atletis – ini orang tidak berubah berat badannya sejak dari jaman kuliah, dijamin bakalan lincah banget ngelibas track yang ada – kelemahannya masih merokok…..

 

Om Effo, mantan anggota STAPALA (Pecinta Alam STAN), pernah mendaki semeru, sayang sudah lama tidak beraktifitas outdoor….. postur tubuh obesitas hehehehe kayaknya ini competitor terdekat saya.

 

Saya Sendiri, dengan postur tubuh tinggi 160cm berat 82kg…weeks jelas bukan ukuran yang ideal buat diajak naik turun bukit, apalagi tidak pernah gabung sebagai pecinta alam – kompetensi saya bukan sebagai anak gunung atau anak pantai tapi anak motor alias biker….. modal saya cuma semangat dan keyakinan pasti mampu aja.

 

Elizabeth Fang, mantan wartawati bertubuh mungil ini adalah penghubung kami dengan komunitas badui, traveling dan backpakeran tampaknya sudah mendarah daging buat dia, Eliz juga sudah sangat akrab dengan medan yang ada di badui ini  jadi pastinya punya daya jelajah dan stamina yang tinggi apalagi kalo  sudah pake jurus MSG power alias trekking sambil makan snack yg banyak mengandung MSG hehehehe.

 

Adit – STAN82 yunior; anaknya om Onot ini statusnya pelajar SMA 39, aktivis pecinta alam di sekolahnya tubuhnya tinggi langsing, jadi dari sisi usia maupun tenaga pastinya tidak ada masalah sama sekali untuk berakitifitas di alam badui kali ini.

 

Alin – STAN82 yunior – anak sulung saya ini statusnya mahasiswi FHUI, aktivis pecinta alam semasa di SMA 28, hobby gowes sepeda dan berenang sampai saat ini, jadi kelihatannya tidak ada masalah untuk trekking kali ini.

 

(keterangan foto, dari kiri ke kanan : Adit, Om Onot, Kang Sarpin, Alin, Eliz, om Effo dan Om AG)

 

Jam 22.30 bis elf yang kami charter meninggalkan pelataran parkir Plasa Senayan. Walaupun bisnya mewah full AC dan ruang kaki lega namun ternyata tidak membuat saya bisa tidur dengan mudah – pasalnya om AG dan om Effo saling melontarkan candaan-candaan yang mengundang tawa; menurut mereka sebaiknya puas-puasin ketawa sekarang karena besok pas trekking gak bakalan sempat ketawa lagi karena buat ngatur napas aja sudah susah……

 

Selain itu jalanan yang rusak juga membuat bis selalu terguncang-guncang akibatnya tidur tidak bisa pulas hanya tidur-tidur ayam saja…….huuh capek deh.

***

Ciboleger, Sabtu 12 Februari 2011 jam 03.00 dini hari.

 

 Elf yang kami charter berhenti dipelataran parkir desa Ciboleger, suasana sunyi senyap dan dingin, temaram lampu neon box dari sebuah mini market menerangi pelataran tersebut.

 

Eliz menelepon seseorang memberitahukan bahwa kami telah tiba di Ciboleger; ya kami telah sampai di Ciboleger yang bisa dibilang merupakan pintu masuk utama untuk menuju Badui Luar, hampir semua pengunjung ke Badui Luar masuk dan melapor di Ciboleger ini.

 

Tidak lama seseorang yang di telpon Eliz muncul – lelaki Badui Luar ini diperkenalkan kepada kami sebagai kang Sarpin – dialah orang Badui Luar yang akan menemani kami. Sambil masih terkantuk-kantuk kami bersalaman dengan kang Sarpin.

 

Selanjutnya dengan masih setengah sadar kami membawa barang-barang kami berjalan mengikuti kang Sarpin menuju rumah kerabatnya. Tiba-tiba gelap pekat menyelimuti kami sesaat setelah kami melewati perbatasan antara wilayah Badui Luar dan wilayah non Badui. Kalau tadi masih ada temaram neon box kini benar-benar gelap – rupanya kami telah masuk di wilayah Badui Luar jadi tidak ada listrik diwilayah ini.

 

Untunglah kami telah siap dengan lampu senter dan ternyata rumah kerabat kang Sarpin tidak terlalu jauh tidak sampai 10 menit kami sudah sampai – tadi saya pikir bakalan jalan kaki dalam gelap ber jam-jam (udah sempet ciut juga sih hehehehe)

 

Kang Sarpin mempersilahkan kami menaiki rumah (rumah panggung) dan masuk ke dalam untuk melanjutkan tidur ataupun istirahat kami. Tanpa di perintah dua kali masing-masing segera mengambil kapling tidurnya – tidur dalam suasana gelap didalam rumah berlantai dan berdinding bambu….zzzzz…zzzz…zzzzz.

***

 

Rumah Orang Badui Luar

Sedikit cerita hasil observasi saya tentang uniknya rumah-rumah di kampung Badui Luar ini – yaitu semuanya tidak ada nomor rumah (karena mereka tidak mengenal budaya baca-tulis) dan bentuknya sama semua hehehe (pasti bingung kalo ngasih alamat kali ya); Rumah di kampung-kampung Badui Luar ini berupa rumah panggung setinggi sekitar 40 – 50cm dengan ditopang tiang-tiang kayu,berdinding bilik bambu dan beratapkan daun rumbia dan ijuk.

 

Lantainya terbuat dari batang bambu yang dipecah dan dilebarkan, tidak ada jendela dibagian depan rumah, jendela terletak di samping rumah, sedangkan pintu depan berada ditengah membagi dua rumah simetris menjadi sisi kiri dan sisi kanan.

 

Didepan rumah selalu ada beranda atau teras yang juga berlantaikan bambu, disalah satu sudut beranda biasanya diletakan alat tenun (untuk yg punya lho), melewati pintu depan kita akan menjumpai ruangan yang luas dan memanjang, dimana salah satu sisinya (kiri atau kanan) ada sebuah kamar, sedangkan disisi yang tidak ada kamarnya ada sebuah pintu keluar  ke samping rumah.

 

Diakhir ruangan panjang ini dipisahkan dinding bambu terletak ruangan dapur dengan tungku masak yang menggunakan kayu bakar, agak terpisah dari dapur terletak “kamar mandi” ( saya kasih tanda kutip karena saya tidak yakin apakah ini memang berfungsi sebagai kamar mandi – atau sekedar tempat mencuci, tidak ada wc disini dan ruangan ini juga tidak terlalu tertutup dengan baik makanya saya tidak terlalu yakin ini kamar mandi, tapi ketika saya numpang pipis ditunjukkan ruangan ini). Letak “kamar mandi” ini  berada diatas tanah sehingga ada perbedaan ketinggian dengan lantai rumah yang berada diatas panggung.

 

Rumah orang Badui Luar ini terasa luas dan lapang karena didalamnya tidak ada perabot sama sekali, tidak ada furniture seperti meja, kursi, lemari demikian juga tidak ada tempat tidur. Lantai bambu dan dinding bambunya mempunyai banyak celah sehingga udara bisa mengalir dicelah-celah tersebut. Jika pagi hari/subuh udara dingin diluar leluasa menyelusup masuk,  terasa sekali dalam ruangan besar tempat kami tidur.

 

Mengenai arah rumah tampaknya tidak ada aturan yang baku harus menghadap kemana, rumah kerabat kang Sarpin tempat kami menginap menghadap ke barat, sedangkan rumah kang Sarpin menghadap ke Selatan.

Satu bangunan lain lagi yang menarik dan menghiasi kampung-kampung badui adalah luwit (mudah2an tidak salah tulis) atau lumbung padi, bangunan ini berupa rumah/podok kecil (sekitar 2X2,5m) diatas panggung berdinding bilik bambu dan beratap rumbia+ijuk.

 

Sayang saya tidak sempat bertanya lebih jauh kepada kang Sarpin mengenai nama ataupun fungsi dari masing-masing ruangan dari rumah orang badui, mungkin dalam perjalanan ke badui berikutnya akan saya tanyakan lebih jauh mengenai arsitektur rumah-rumah di kampung badui ini.

***

Kang Sarpin

 

“Mas tadi arah kiblatnya salah mestinya ke sana” kata kang Sarpin memberi tahu saya saat saya selesai menunaikan sholat subuh di beranda rumah kerabat kang Sarpin tersebut, rupanya diam-diam kang Sarpin mengikuti saya ke beranda saat subuh tersebut sementara teman teman masih tertidur. Mungkin lantai bambu yang berbunyi kriet-kriet pas di injak kaki saya telah membangunkan dia.

 

“Ya biarin deh kang, insya Allah Dia mengerti koq” jawab saya sekenanya soalnya males ngulang sholat subuh lagi hehehe.

 

Kang Sarpin demikian nama sahabat Badui Luar kami ini, postur tubuhnya tegap kulitnya coklat tingginya rata-rata orang Indonesia sekitar 160 an cm, pembawaannya riang dan ramah. Terus terang menurut saya kang Sarpin mempunyai kecerdasan diatas rata-rata orang-orang Badui Luar pada umumnya – cara dia bertutur kata, pola pikir dan pandangannya lebih seperti orang modern (non badui) pada umumnya.

 

Kang Sarpin bisa baca tulis dan punya Handphone juga loh nah modern kan? – dia juga bekerja sebagai perangkat desa di desa Kanekes ini.

 

Kang Sarpin mempunyai seorang isteri (Teh Misnah) dan dua orang putra Mul dan Marno.

 

Kang Sarpin selain sebagai perangkat desa, pekerjaan lainnya adalah berkebun atau berladang yang mana kebunnya tersebut ditanami coklat, hasil coklat ini dijual oleh kang sarpin ke Rangkas (Rangkasbitung)

 

Mungkin karena seringnya kang Sarpin berinteraksi dengan orang luar badui menyebabkan dia lebih berwawasan di banding dengan warga badui lainnya.

***


No comments:

Post a Comment