Thursday, November 30, 2006

Ujung Genteng Turing #2



Ujung Genteng.

Setelah melepas semua touring gear (jas hujan, jacket, glove, rompi, safety shoes, helm), dan juga melepaskan side bag, saya baringkan tubuh di kasur di kamar hotel...... aduh nikmatnya bisa meluruskan pinggang dan kaki. Rasanya saat itu inilah tempat tidur yang paling nyaman didunia hehehe.

Kamar yang saya sewa tidak besar mungkin berukuran 3X4 meter, berdinding papan dan tanpa AC tidak ada TV, kamar mandi di dalam – bersih dan air tawar melimpah. Sewanya Rp 85 ribu semalam (di price list 95 ribu). Pondok Hexa ini menyewakan beberapa vila; yang paling mahal harganya kalo tidak salah rp 350 Ribu 3 kamar tidur. Tapi untuk jelasnya bisa minta info di nomor telpon ini 081380585444 hehehe soalnya saya bukan marketingnya hihihihi

Saya juga cari info mengenai prosedur untuk bisa melihat penyu dari petugas hotel, di jelaskan bahwa untuk melihat penyu kita harus ke pantai Pengumbahan pada malam hari, yang jaraknya sekitar 4 km. Dan untuk menuju kesana disarankan naik ojek karena saat ini jalannya rusak berat, mobilpun kalo tidak punya dobel gardan (4X4) tidak bisa lewat (saat ini musim hujan). Sebetulnya bisa juga ditempuh dengan jalan kaki (treking) asal tau jalannya dan kuat fisiknya.

Kemudian saya dihubungi seorang ojeker bernama Rakhmat (HP 081806255751) yang menawarkan jasa mengantarkan ke pengumbahan, tarif ojeknya Rp 35 ribu per orang tarif tsb untuk PP (dijemput dihotel malam hari) dan ditungguin sampai selesai liat penyu, tapi ttarif tsb idak termasuk ongkos masuk kawasan penangkaran penyunya, disini menurut dia tarifnya Rp 30 ribu per rombongan tidak perduli berapa jumlah rombongannya. Untuk mensiasati tarif masuk ini dia menyarankan agar kami perginya bersamaan dengan pengunjung lain yang akan melihat penyu nah nanti terus saweran deh buat bayar ongkos masuknya. Tidak mau repot maka saya setuju dengan saran dia, dan meminta agar dia nanti yang mengatur pembayarnnya ke petugas kawasan penangkaran penyu. Kesepakatanpun dicapai nanti malam kami akan dijemput jam 20.00 dan saya akan bawa motor saya sendiri, sehingga saya hanya membutuhkan satu ojek saja.

Saya masih punya waktu 6 jam sebelum nanti malam dijemput untuk melihat penyu karenanya Setelah sholat dan istirahat sejenak, sekira pukul 15.00 saya putuskan untuk mulai melakukan orientasi wilayah ujung genteng ini, jadi dengan hanya mengenakan sendal jepit dan celana pendek saya dan arif mulai menjelajah pantai ujung genteng dengan menunggang mat item scorpioku. Kami menyusuri jalan off road sejajar garis pantai, kondisi jalan tersebut hanya berupa jalan tanah/pasir dan yang terlihat hanya bekas tapak ban mobil saja. Berjalan diatas pasir yang lembut juga tidak mudah lho karena ban tidak benar-benar menggigit di permukaan pasir, bahkan cenderung stang menjadi berat, sebaliknya ban belakang juga tidak mencengkeram dengan baik jadi kadang ya geal-geol gitu. Arah yana saya tuju adalah daerah cibuaya, jalan off road yang saya ikuti ternyata ber ujung di sungai kecil dangkal dengan lebar 10 – 15 meteran yang bertautan dengan laut (muara).

Saya agak ragu untuk menyeberanginya, walaupun dari jejak roda yang ada kelihatannya kendaraan memang menyeberang disini dengan melintasi sungai; diseberang sungai seorang ojeker yg sedang membersihkan motor disungai tersebut memberi isyarat bahwa di sebelah hulu ada jembatan. Sesuai petunjuk ojeker tadi saya putar motor ke arah hulu dan memang ada jembatan darurat yang terdiri dari empat batang kelapa dijajarkan dan tanpa pagar pengaman. Wah gile nih jembatan tau sendiri kan batang kelapa yang bentuknya membulat menjadikan permukaan jembatan tidak rata, waulaupun diantara dua batang kelapa yang paling tengah terlihat dipadatkan dengan tanah dan pasir supaya agak rata namun tetap saja tonjolan batang kelapa tetap muncul ke permukaan. Jadi kita harus benar2 menempatkan roda ditengah-tengah jembatan dan sama sekali tidak boleh geal geol. Tidak seimbang berarti setang geal-geol dan resikonya nyemplung ke sungai, tinggi jembatan sih gak seberapa paling cuma 1 m dari permukaan sungai tapi tetap aja kalo jatuh fatal akibatnya.

Dengan hati deg-degan saya coba meniti jembatan tersebut, dan untuk menjaga keseimbangan kedua kaki saya turunkan dari foot step.....(kalo pas gini nyesel juga kenapa scopieku saya jangkungin ya kan jadi susah napak kaki saya). Boncenger saya minta diem jangan gerak-gerak....sambil nahan nafas dan konsentrasi penuh....brrmm posisi gigi satu...lepas kopling dan..brrmm..motor melaju perlahan .....dan wess lewat juga tuh jembatan – wuih selamet deh.

Semuanya ada tiga jembatan sebenernya, tapi yang dua lagi saya pilih mengarunig sungainya, inipun juga tidak mudah karena dasar sungainya penuh kerikil karang, (seperti kerikil tapi berwarna putih mirip karang). Yang pernah jalan di tumpukan krikil pasti tau deh gimana beratnya mengendalikan stang motor. Alhamdulillah dengan konsentrasi penuh dua sungai ini bisa diarungi dan sampailah saya didaerah pantai Cibuaya.

Ombak di cibuaya ini lebih besar dari pada ombak di ujung genteng di depan podox hexa. Sebenarnya ada yang ombaknya lebih besar lagi yaitu di daerah ombak tujuh namanya, disini sering dikunjungi wisatawan asing untuk berselancar. Saya tidak menjelajah sampai ke ombak tujuh karena waktunya yang tidak memungkinkan dan juga untuk menjaga supaya fisik tidak terlalu lelah, mengingat nanti malam akan keluar lagi untuk melihat penyu.

Secara keseluruhan kawasan ujung genteng ini membentang dari mulai TPI tempat pelelangan ikan sampai ke arah pengumbahan dan ombak tujuh. Jalan yang menghubungkan tempat-tempat tersebut sebagian besar adalah jalan tanah/pasir (off road) dengan hiasan kubangan-kubangan besar berisi air jika musim hujan, kalau musim kering sih keliatannya aman2 saja untuk dilalui.

Fasilitas pantainya juga jangan dibayangkan seperti pantai carita atau anyer atau ancol yang tersedia sarana rekreasi seperti jet ski, banana boat, penyewaan ban dlsbnya. Pantai di ujung genteng boleh dibilang pantai perawan yang belum tersentuh penataan tangan manusia. Jadi wisata ke Ujung Genteng adalah wisata adventure/out door dan back to Nature tepatnya – (ini yang disukai turis asing, tapi belum tentu disukai turis lokal).

Demikian juga dengan sarana lainnya seperti warung makan atau resto tidak terlalu banyak, biasanya pengunjung disini membeli ikan di pelelangan ikan kemudian minta dibakarkan di warung yang memberikan jasa ini. Mungkin untuk pecinta bakar membakar makanan lebih asik bawa alat bakarnya sendiri plus bumbunya kali ya, soalnya saya sempet ngintip tarif bakar ikannya itu Rp 15.000/kg mahal juga kan. Kalau bakar sendirikan mungkin acaranya jadi lebih meriah gitu.

Buat para pecinta alam, pecinta outdoor activities dan traveller sejati ujung genteng adalah daerah tujuan yang menarik dan menantang, tapi buat penikmat liburan rekreasional yang mengutamakan kenyamanan mungkin ujung genteng tidak cocok.

Off Road Malam Hari

Setelah puas melihat-lihat dipantai cibuaya saya segera kembali ke pantai didepan pondok hexa, ini karena Arif sudah tidak sabar untuk berenang. Sore itu cuma Arif sendirian yang berenang di pantai, saya sendiri tidak berenang karena memang tidak bisa berenang dan juga dilarang dokter karena telinga saya kena penyakit mastoid (?) - selaput gendang telinga berlubang, jadi tidak boleh kemasukan air. Sekitar jam 16.30 Arif mentas dari berenangnya kamipun ke hotel untuk mandi dan bersih-bersih.

Selesai mandi sekitar jam 17.30 kami kembali menyusuri jalan2 di ujung genteng ini, kali ini yang kami tuju adalah daerah pelelangan ikan (berlawanan arah dengan pantai cibuaya yang siang tadi kami kunjungi). Didaerah ini terdapat dermaga tua konon sisa peninggalan penjajah jepang, selain itu juga terdapat kawasan hutan lindung. Di pelelangan ikan kami tidak menjumpai aktifitas yang terlalu ramai bukan saja karena kami datang sore hari, tetapi juga karena saat itu adalah musim angin barat sehingga hampir semua nelayan tidak berani melaut, karena ombaknya yang besar. Jadi tidak banyak ikan yang diperdagangkan.

Kami sempatkan makan diwarung tidak jauh dari pelelangan ikan tsb, dan ternyata memang jenis ikan yg tersedia terbatas (karena nelayan tidak melaut tsb diatas) kami pesan ikan tongkol bakar.....hmmm baunya sedap man ketika di bakar...bikin perut makin lapar....hehehe begitu siap saji langsung kita lahap hehehe mantap and kenyang.....

Jam 19.00 kami kembali ke hotel, sholat Magrib dan Isya, terus siap-siap nunggu ojeker datang, cuaca sempat hujan sebentar kemudian terang kembali tersapu angin, sekitar jam 20.00 an Rakhmat-ojeker yang akan bertindak sebagai tour guide kami pun datang. Rakhmat segera meminta kami bersiap-siap karena pengunjung yang lainpun sudah siap-siap bahkan beberapa sudah berangkat (terlihat dari melintasnya beberapa ojek keluar dari area penginapan dengan membawa penumpang).

Karena tadi siang saya sudah melintasi sebagian rute yang akan kami lalui sekitar 1.5 km-an (rute ke pengumbahan ini melintasi cibuaya yg siangnya kami kunjungi), maka saya menjadi over confidence – paling2 kondisi rutenya tidak jauh beda dengan rute ke cibuaya siang tadi dan jaraknya toh cuma 4 km, Jadi malam itu saya hanya mengenakan sendal jepit, celana pendek dan kaos lengan panjang (uniform favorit kalo lagi dipantai) tanpa helm dan glove mengendari scorpioku. Dan ini menjadi bumerang buat saya karena terlalu confidence sehingga mengabaikan sisi safety. Untungnya arif boncenger saya tetap saya suruh pake celana jins, kaos + jacket + rompi.

Kami keluar beriringan dari pondok Hexa, Rakhmat didepan sedangkan saya dan arif mengikuti dibelakang, dijalanan kami ketemu dengan ojeker2 lainnya yang searah ke pengumbahan. Jadilah kami konvoi melewati jalanan off road, pemandangannya mengasyikan beda banget nuansanya dengan konvoi malem di jalan raya. Sorot lampu kita menembus gerumbul semak belukar selain menerangi jalan setapak, pendaran cahaya lampu dan siluet belukar disekitar kita menimbulkan kesan dan nuansa tersendiri.

Petaka pertama terjadi saat melewati jembatan darurat yang tadi siang saya lewati, ketika saya julurkan kedua kaki saya untuk jaga keseimbangan saat melintasi jembatan, jempol kaki kanan saya menghantam sesuatu yang menonjoll di permukaan jembatan, mungkin bagian batang kelapa yang menonjol atau apa tidak jelas. Yang pasti karena hanya mengenakan sendal jepit hantaman tersebut membuat jempol saya berdenyut sakit, dan kelihatannya terluka soalnya terasa perih juga. Sambil nahan sakit saya terus jalankan motor mengikuti ojeker di depan, dibelakang saya juga ada beberapa ojeker lain.

Giliran menyeberangi sungai yang tadi siang mudah saja saya lewati entah mengapa malam itu, saya kehilangan keseimbangan menjelang mendaki tebingnya, otomatis kaki saya turun, namun karena posisi motor yang rada menanjak dan ternyata dasar sungai juga agak dalam sehingga kaki saya tidak bisa menapak dengan tepat mengakibatkan motor nyaris jatuh rebah ke kanan. Saya berusaha mati-matian untuk tidak melepas motor dan menahan berat motor sekuat tenaga supaya motor tidak jatuh, karena kalo motor saya lepas pastilah akan rebah kekanan dan akan terendam di sungai – bisa fatal. Pada posisi itu boncenger saya arif ternyata tidak bisa segera turun dari motor karena celananya nyangkut di footstep belakang. Jadilah saya untuk beberapa saat menahan scorpioku plus boncenger ditengah sungai sampai Rakhmat datang membantu, sementara itu ojeker2 lain melintasi kiri kanan saya untuk kemudian melanjutkan perjalanan.

Rakhmat datang membantu, melepaskan boncenger saya dan membantu menegakan posisi motor saya, untunglah selama saya menahan motor seperti itu mesin tidak mati dan posisi gigi tetap gigi satu (saya tekan kopling terus waktu itu)....fuih untunglah cepat dibantu kalo sampai tercebur semua ke sungai kacau deh. Btw jempol kananku masih perih.....

Kami lanjutkan perjalanan, kami sudah tertinggal cukup jauh dengan rombongan ojeker tadi, jadi kami berusaha berjalan agak cepat, cibuaya segera kami lewati, kami meniti bekas tapak ban mobil bisa dibayangkan lebarnya kan gak sampai 30 cm ditengah-tengah antara dua tapak ban mobil tsb, ditumbuhi rumput atau mungkin alang2 tidak begitu jelas karena malam dan tumbuhan lain yang cukup lebat dan cukup tinggi. Tapak pasir itupun kadang tidak padat sehingga ban kadang geal geol, wah bener2 deh dibutuhkan ketrampilan dan keseimbangan plus konsentrasi yang cukup tinggi nih, padahal saya bukan crosser.

Makin dekat ke arah pengumbahan jalan makin jelek sekarang bukan lagi jalan pasir tapi sudah kubangan2 lumpur yang harus saya lewati, bener2 lumpur, basah, kental, licin. Saya sudah tidak mungkin milih2 jalan, cuma bisa ngikutin ojeker didepan saya karena dia tau jalur mana yang lumpurnya gak dalem. Ojeker di UG ini sebagian besar pake bebek dan sebagian lagi RX King.

Melewati kubangan lumpur ini scorpio ku bener2 kewalahan, kombinasi ban yang licin, bobot yang lebih berat dan power yang gede membuat scorpio bener2 liar untuk dikendalikan. Hard to handle istilah seorang brother di MilYS. Bayangin kalo gas dibuka agak gede dikit ban belakangnya spin dan geser kiri kanan, kalo mengandalkan laju dari gaya dorong motor giliran ban depannya yang gak mau belok, walaupun setang udah dibelokin nyerosot lurus aja karena licinnya lumpur. Beda sama bebek2 ojeker ini yang karena bobotnya lebih enteng dan powernya pas-pasan keliatannya enak aja dia main kombinasi gas dan daya dorong lajunya motor, selain itu mereka juga sudah tiap hari lewat situ jadi tau selahnya.

Kira-kira 300 meter lagi dari pengumbahan Rakhmat – ojeker saya menghentikan motornya, dan minta Arif boncenger untuk pindah ke motor dia. Ini dikarenakan didepan sana kubangan lumpurnya lebih parah lagi, jadi supaya saya lebih lincah dan tidak terlalu berat boncenger harus pindah.

Ternyata didepan memang lebih parah kubangan lumpurnya lebih dalem2 dan parah banget. Berkali-kali kaki saya harus turun untuk menyeimbangkan mat item supaya bisa diarahkan dengan baik, dan jangan sampai kepater....sampai suatu saat ketika kaki kanan saya harus turun kelumpur, begitu saya angkat sandal jepit saya ketinggalan....ampun dah...masak cuma pake sendal sebelah, terpaksa saya buang juga sendal yang kiri. Sekarang saya bener-bener nyeker ..Wah..wah...gile bener nih, asiik dan seru...tapi juga malu sama ojeker-ojeker, tadi udah hampir nyungsep disungai sekarang nyeker lagi....hihihihi untungnya motor saya gak ada sticker MilYS nya jadi gak malu-maluin MilYS hehehehe.

Kebayangkan nyeker, cuma pake celana pendek dan kaos gak pake helm main off road malem2...jauh dari safety riding..bo, ini gara-gara terlalu over confidence

Menanti sang Bintang Panggung

Dengan motor yang belepotan lumpur dan kaki nyeker yang juga penuh lumpur akhirnya kami tiba di tempat penangkaran, Rakhmat segera bergabung dengan ojeker lain mengurus bayar membayar. Saya sempet cuci kaki sebelum rombongan pengunjung ini bergerak berjalan kaki menerobos gerumbulan pepohonan, untuk kemudian tiba ditepi pantai terbuka....pantai pengumbahan.

Suasana pantai malam itu menurut saya boleh dibilang sangat indah. Didepan kami laut lepas berwarna gelap hanya garis-garis putih puncak gelombang saja yang tampak, bulan saat itu tiga perempat penuh, cahayanya menyebabkan pantai seakan diselimuti cahaya lampu lima watt, jadi temaram gitu, tidak gelap pekat. Sesekali cahaya bulan ini meredup saat sang bulan tersaput awan mendung tipis, sesaat kemudian temaram kembali saat awan mendung tapi hilang ditiup angin. Suara deburan ombak laut selatan yang memecah dipantai yang berpasir melandai ini menjadi background vocal alam saat itu. Kami pengunjung duduk bergerombol dikelompoknya sendiri2 bicara dengan pelan-pelan, seakan takut memecah suasana konser alam ini, kami seperti berada di teater alam saja rasanya – menanti sang bintang panggung (si penyu itu hehehehe) keluar.

Sambil duduk dipasir pantai (kalau aja bawa alas tidur pasti lebih enak nih), saya ngobrol dengan Rakhmat, dia menjelaskan kalo sepanjang pantai ini terdapat 6 pos penjagaan/pengamatan penyu dimana jarak dari satu pos ke pos yang lain sekitar 1 km an, dan sekarang kita berada di perbatasan antara pos no 1 dan pos no 2. Menurut dia yang paling baik untuk liat penyu adalah bulan Juli – Agustus, karena bulan-bulan itu saat puncaknya musim penyu bertelur – bener nggak nya sih walahualam ya soalnya saya bukan ahli biologi jadi coba cross check kebenarannya dengan sumber lain. Tapi kalau pendapat saya sih memang bagusnya dateng bulan Juli – Agustus setidaknya itu musim kemarau jadi jalan tidak berlumpur seperti sekarang, terus bukan musim angin barat jadi nelayan bisa melaut, ikan melimpah dan harganya bisa murah. Satu tips lagi sebaiknya kalo ke ujung genteng jangan cuma 1 malam, minimal 2 malam, supaya balance antara capek dijalan dan menikmati tempat wisata ini.

Saya coba lihat jam di hp saya; ternyata tidak terasa sudah jam 21.35, wah saya mulai gelisah dan was-was nih, jangan2 si penyu tidak mendarat malam ini. Kalau sampai gak mendarat sia-sia deh perjuangan off road malem2 saya. Menurut Rakhmat bisa aja si penyu melihat gerombolan manusia di pantai ini sehingga dia balik kembali ke laut mengurungkan niatnya untuk bertelur, makanya oleh petugas di pos awal tadi disarankan pengunjung tidak heboh, tidak jalan mondar-mandir dan tidak foto-foto dgn lampu blizt, jadi harus duduk manis tenang-tenang begitu.

Waktu terus berjalan malam semakin larut, saya terus terang mulai mengantuk dan badan ini mulai terasa capek, karena praktis seharian ini kami tidak istirahat. Jam 22.40 Rakhmat memberitahu kalo ada penyu yg sedang mendarat tapi letaknya di pos empat, (ada kode dgn lampu senter dari petugas pos) dia minta kami bergegas jalan sebelum kedahuluan pengunjung lain.

Saya dan Arif pun bangkit dan segera berjalan menyusuri pantai mengikuti Rakhmat dan beberapa temannya sesama ojeker/merangkap tour guide. Kami termasuk rombongan yang berada didepan, karena ketika saya tengok dibelakang saya lihat gerombolan pengunjung lain berjalan mengekor kami. Semuanya kelihatan bersemangat berjalan karena rasa antusias ingin melihat penyu bertelur. Berjalan kaki diatas pasir lembut tentunya berbeda dengan berjalan dilantai Mall-mall hehehe, lama-lama kaki terasa berat untuk melangkah. Padahal jarak yang ditempuh sekitar 2,5 km – 3 km (start di perbatasan pos 1 & 2 sementara penyu ada di pos 4, jarak antar pos hampir 1 kilo), gak heran badan mulai terasa berkeringat dan napas jadi pendek2.

Mendekati lokasi penyu kami diberi kode oleh petugas untuk berhenti dulu, jangan langsung mendatangi penyu, ini untuk memberikan kesempatan si penyu menyelesaikan proses bertelurnya mendekati tuntas. Jeda menunggu ini kami manfaatkan untuk mengatur irama nafas kami kembali setelah tadi ngos-ngosan berjalan cepat diatas pasir. Tidak lama kemudian kami diperkenankan untuk melihat sang bintang, segera kami berhamburan mendekati lubang bertelur yang digali sang penyu.

Penyu yang bertelur saat itu tidak terlalu besar lebar sekitar 60cm dan panjang sekitar 80 – 90 cm, saya bilang tidak terlalu besar karena menurut Rakhmat biasanya ada yang lebih besar lagi dari ukuran tersebut. Warna tempurungnya hijau gelap. Pengunjung diperkenankan memotret sang penyu. Setelah pengunjung semakin ramai bergerombol memperhatikan dia, tampaknya dia mulai merasa terganggu dan segera menutup lubangnya secara tergesa kemudian berjalan meninggalkan lubangnya ke arah pantai. Kemudian perlahan-lahan membuat putaran untuk berjalan mengarah ke laut lepas.

Sang penyu berjalan perlahan menyusuri pantai yang landai mengarah ke laut dengan di iringin kilatan blits paparazi hehehe, dan iringan pengunjung yang melihat....persis seperti bintang panggung hihihihi.

Saya sebenarnya ingin memperhatikan penyu ini sampai terus mencapai laut, tetapi tiba-tiba butir-butir air hujan mulai berjatuhan dari langit, saya lihat awan mendung tebal menggantung diatas kami. Wah hujan deh....tidak pake gerimis-gerimisan hujan langsung turun cukup deras, pengunjung segera meninggal pantai terbuka bergegas menuju gerumbul2 pepohonan untuk berteduh. Berbekal lampu senter (oh iya jangan lupa bawa senter kalo liat penyu ya) kami juga segera berteduh dibawah pepohan (pandan laut?), pada saat menuju ke gerumbul pepohonan ini lah kaki telanjang saya menginjak duri. Entah duri apa yang menusuk itu, tapi yg jelas durinya masuk tertinggal didalam dibawah kulit telapak kaki (telusupan kalo orang jawa bilang).

Jadilah sepanjang jalan saya menuju tempat motor diparkir terpincang-pincang karena telusupan duri tadi. Kembali kami konvoi ojeker menuju tempat penginapannya masing-masing. Perjalan kembali dari pengumbahan dilalui dalam cuaca hujan rintik2, masih sama berat seperti ketika berangkat namun karena tujuan lihat penyu sudah tercapai saya lebih pede dalam melintasi medan off road ini walaupun dengan kaki senut2. Jam 24.10 kami tiba di hotel, dengan badan capek, motor kotor banget, kaki sakit....tapi hati puas, benar-benar pengalaman yang menyenangkan. Rakhmat pamit pulang dia kasih no HP mana tau besok saya butuh dia lagi atau kapan2 saya berkunjung lagi bisa menghubungi dia, Saya dan Arif segera cuci kaki, bersih2 dan ganti baju kering kemudian segera merebahkan diri dikasur untuk tidur...........zzzzzzzzzzz......zzzz

Kembali ke Rumah.....

Jam 05.00 saya sudah bangun sholat subuh....kemudian tidur lagi....zzzz....zzzz, jam 06.30 bangun....laper .....makan roti sobek bekal dari rumah dan keripik jagung (tortila) minum aqua botol dan.....bless tidur lagi...masih capek bo...zzzz

Baru jam 07.30 saya bangun mandi dan mulai packing untuk siap2 pulang, saya liat arif masih tidur saya biarkan saja pasti dia masih kecapekan tuh. Saya keluar liat kondisi motor, kecuali belepotan lumpur semuanya berfungsi baik....beres berarti siap diajak jalan pulang. Tapi sebenernya meringis juga saya liat tampang si mat item yang udah kayak kebo gitu.....belepotan lumpur kering....mudah2an nanti pas pulang dijalan hujan deres ya supaya kamu agak bersih....doa saya hehehe

Sekitar jam 08.30 saya bangunkan arif untuk segera mandi, pasang lagi side bag, terus selesaikan urusan bayar membayar hotel, pake touring gear lagi.....akhirnya jam 09.00 kami bergerak meninggalkan ujung genteng. Terus terang tadinya masih mau mampir ke Cikaso, tapi karena badan rasanya masih agak capek, atas persetujuan arif disepakati, kunjungan ke tempat tujuan wisata tambahan di batalkan, di skip untuk next touring hehehehe. Untungnya arif setuju langsung balik ke Jakarta tuh (mungkin dia juga masih capek kali ya) kalau tetep ngotot mau ke cikaso ya pasti saya belokin ke cikaso.

Perjalanan pulang lancar, selepas dari “gerbang cemara” kiara dua kami berhenti di rumah makan untuk makan setengah siang....soalnya baru jam 10.45, dibilang makan siang belom siang dibilang sarapan udah kesiangan. Disini sempet betulin dulu jam digital di tachometer, yang hampir copot karena dobel tapenya lepas mungkin karena kena air garam kali ya, untung saya bawa cadangan dobel tape, jadi bisa nempel lagi.

Rute yang saya tempuh sama seperti berangkat tapi kebalikannya, UG – Plb Ratu – Cikidang – Cibadak – Ciawi – Bogor. Saya rasakan tanjakan dari pelabuhan ratu ke Cikidang lebih curam dibandingkan dari arah sebaliknya, karena ternyata saya di beberapa tanjakan sampai terpaksa menggunakan gigi satu. Entah itu karena saya yang salah ambil ancang-ancang atau scorpieku yang lagi agak overheat, yang jelas waktu berangkat kemarin saya tidak pernah sampai pakai gigi satu ditanjakan didaerah ini. (bener nggak sih, sapa yg pernah lewat sini konpirmasinya donk)

Menjelang di Cibadak lagi enak-enaknya menikmati jalanan mulus, tiba-tiba saya disalip sebuah Mio....wuiss kenceng banget. Saya pikir tadinya biker lokal soalnya ngambil tikungannya berani banget kayak udah hafal.....tapi gak lama kemudian dari kanan kiri saya disalip Mio-mio lain wess....wess .....edan kenceng-kenceng banget ini mereka turing apa lagi road race...batin saya. Padahal mio itu diperuntukan untuk cewek lho harusnya kan bawanya lembut dan elegan .....hehehe; tapi ditangan mereka berubah menjadi beringas begitu.....ck...ck...ck edan tenan.

Sampai di Cibadak saya isi bensin Rp 30 ribu sudah digaris full lagi meter bensinku. Memasuki Curug sesuai harapan saya hujan turun lumayan deres, asiik mesin jadi adem tarikan makin yahud nih.......sepanjang jalan pulang ini saya juga ketemu berbagai klub motor yang juga pulang turing. Salah satunya kalo gak salah liat ya Club Shogun Depok...mereka pake gaya turing baris berbaris....ada petugas, ada isyarat kaki dlsbnya....rapi. Sambil toet-toet saya minta jalan ke petugasnya yang paling belakang....dan mereka dengan rasa biker brotherhood.....mempersilahkan saya lewat. Saya melewati petugas tsb dengan ancungan jempol dan senyum yang dibalas dengan ancungan jempol dan senyum juga......

Bogor seperti biasa macet.....lepas warung jambu saya belok kiri lewat jalan pemda yg ke Depok......dah males nih kalo masuk kawasan ini gak ada yg bisa diceritain tiap hari juga bros & sis hadapi suasana yg kayak gini khas kota metropolitan lah....macet.

Jam menunjukan pukul 16.20 ketika motor saya nyampe di Poltangan 3 no 52A dihalaman samping rumah, fisik capek tapi hati puas, trip meter motor menunjukan angka 438km. Alhamdulillah kami pulang dengan selamat. Saya cek semua anggota keluarga Alin anak saya paling besar sudah pulang dari gunung, isteriku sms ngabarin dia dan Aliya on the way kerumah setelah jemput Aliya dari rumah budenya. Well berarti malam ini kami akan berkumpul kembali dirumah....dan Alhamdulillah semuanya selamat.

The End.......deh///

Salam biker brotherhood/imam arkan MiLYS 170

Ride Safely and Respect Other


Segala Saran, kritik dan koreksi saya terima dengan tangan terbuka

Note :

Statistik turing

Bensin habis rp 60 ribu (full tank to full tank)

Kilometer 438 km

waktu tempuh berangkat 7 jam 5 menit

waktu tempuh pulang 7 jam 20 menit

km berangkat jkt ? ug = 211,8 km

km pulang unrecorded karena tidak sempat catat kmnya waktu start dari UG

speed rata2 waktu berangkat = 30,26 km

total speed rata2 = 30,21 km

Total biaya turing Rp 351.600,- (untuk 2 orang), (pengeluaran tsb untuk Hotel,

BBM,Ojeker,Makan,Logistik)



Turing Ujung Genteng #1


Solo Touring Ujung Genteng

tgl 09 – 10 April 2006


Touring Preparation

Setelah rencana touring ke Bandung tanggal 9 – 10 april 2006 bersama-sama teman kantor gagal karena benyak peserta yang batal berangkat, maka untuk memenuhi hasrat touring yang sudah memuncak saya putuskan untuk melakukan solo touring dengan tujuan Ujung Genteng.

Saya sendiri belum pernah ke Ujung Genteng (UG), dan dari info yang saya dengar rute ke UG ini cukup menantang dan menuntut ketangguhan fisik. Sebenernya mendengar hal tersebut membuat saya agak ragu untuk touring sendirian, sebab saya tahu rute ke arah selatan jawa barat umumnya sepi dan melintasi pegunungan/perbukitan (dapat dilihat di peta bahwa selatan jawa adalah daerah pegunungan). Namun sampai hari H – 1, beberapa teman yang saya ajak untuk menemani ternyata berhalangan sehingga otomatis touring kali ini menjadi solo touring lagi dan seperti biasa Arif anak saya menemani kembali sebagai boncenger.

Untuk lebih mendapatkan gambaran daerah yang akan saya lalui saya minta info via email kepada Om Rudin (brother satu ini senang dengan adventure touring – sudah pernah sampai ujung kulon lho), mengenai rute, kondisi jalan dan waktu tempuh ke UG, saya juga kumpulkan data mengenai UG yg ada di internet (mengenai penginapan, objek wisata dlsbnya). Dari semua data ini didapat deskripsi kasar sebagai berikut : jarak tempuh 210 km lama perjalanan 7 – 8 jam, rute terbaik adalah via cibadak - cikidang - pelabuhan ratu - surade – UG, penginapan cukup banyak dengan berbagai tingkat harga, objek paling menarik adalah melihat penyu bertelur.

Karena turing sendirian otomatis persiapan dan perlengkapan harus disiapkan dengan baik. Untuk motor sebelum berangkat saya ganti kampas rem depan maupun belakang dan juga tidak lupa memberi gemuk kaki-kaki belakang Mat Item scorpio ku. Perlengkapan cadangan juga gak kalah komplit, tool kit bawaan pabrik, bohlam, sekering, arm relay versi III, conrod ori, ban dalem cadangan plus kunci ring 19 & 17 (kalau2 perlu buka roda) plus strap/tambang (buat narik kalo motor mogok) menghuni tool bags. Demikian juga P3K; antimo, betadin, hansaplast, tolak angin, visine, autan dan panadol masuk dalam kotak obat pribadi (kalo saya menyebutkan merek bukan berarti promosi ya tapi sekedar memudahkan saja). Semuanya kemudian dijejalkan dalam box Givi bersama-sama 2 buah jas hujan. Sedangkan pakaian saya masukan dalam side bag.

Jakarta – Pelabuhan Ratu

Kelar persiapan, maka pada hari minggu pagi 8 April 2006 jam 07.00 bertempat dari halaman samping rumah – poltangan, pasar minggu, dengan mengucap Bismillah dimulailah solo turing ke ujung genteng ini.

Cuaca pagi itu cerah sekali, sangat menyenangkan untuk memulai perjalanan jarak jauh, keluar dari poltangan motor saya arahkan ke Depok, menyusuri jalan raya lenteng agung. Jalanan pagi itu relatif sepi mungkin kerena sebagian orang yang hari sabtunya libur sudah lebih dulu berangkat ke luar kota untuk liburan. Jalan raya lenteng agung ini sejajar dengan rel KA jakarta – bogor, sehingga sesekali motor saya bisa trek-trekan dengan KRL yang kebetulan melintas menuju bogor...(hehehe iseng banget ya gw); ternyata KRL itu lumayan kenceng lho bisa 70 – 80 kpj.

Jalan Raya Lenteng Agung bertautan dengan jalan Margonda salah satu jalan urat nadi kota Depok yang saban hari makin macet karena pembangunan berbagai Mall disepanjang jalan ini. Di pertemuan antara jalan Margonda dan Jalan baru (saya gak tau ini nama jalannya apa? Hehehe), saya belok kekiri ke Jalan baru yang tembus ke jalan Raya Bogor lama tepatnya di perempatan Gas Alam. Setibanya di perempatan tersebut saya belok kanan menyusuri jalan Raya Bogor lama. Dulu inilah jalan utama satu-satunya yang menghubungkan Bogor dengan Jakarta, sebelum kemudian ada jalan raya Parung-Bogor dan jalan tol Jagorawi.

Sepanjang jalan Raya Bogor Lama ini banyak berdiri pabrik-pabrik yang berpotensi menyebabkan kemacetan khususnya pada saat-saat jam pergantian shift pekerja pabrik, namun dibalik itu adanya pabrik ini juga menyebabkan jalan ini hidup 24 jam dan relatif aman dilalui malam hari. Satu lagi yg sering bikin macet diruas jalan ini adalah adanya pasar tradisional, contohnya pasar cibinong selalu macet tuh. Untunglah pagi itu saat saya melintas situasi lalulintas lancar-lancar saja sehingga saya bisa mengembangkan kecepatan di 70 – 80 kpj.

Jam 08.05 saya sudah melintas didepan terminal bis Baranangsiang – Bogor untuk menuju Tajur dan selanjutnya Ciawi, suasana jalan cukup ramai tapi tidak sampai menimbulkan kemacetan. Kecepatan hanya bisa dipacu sampai 60kpj saja maklum dalam kota dan ramai lagi. Beberapa bikers terlihat sedang berhenti dipinggir jalan menunggu rombongannya komplit tampaknya. Kelihatannya libur dua hari ini tidak disia-sia kan klub2 motor untuk touring.

Tidak sampai setengah jam setelah membelok diputaran ujung jalan tol ciawi saya sudah berada diruas jalan raya yang menuju Sukabumi. Terus terang bagi saya nuansa turing baru dimulai disini, karena sebelumnya hanya nuansa lalulintas padat khas perkotaan yg tiap hari saya hadapi.

Karena sudah memasuki jalanan luar kota segera lampu besar saya nyalakan – walaupun efeknya saya jadi sibuk mengacungkan jempol atau melambai plus senyum berterima kasih kepada setiap orang yang berusaha memberi tahu (dengan isyarat) kalau lampu motor saya hidup. Sebenarnya senang juga sih seperti itu artinya orang2 itu memperhatikan saya hehehe (ge er nih).

Baru jalan lima belas menitan nikmati suasana jalan luar kota menjelang SPN (sekolah polisi negara?) sudah terjadi kemacetan, aduh macet apaan nih??? ternyata ada truk Aqua yang mogok di tanjakan sehingga lalulintas dua arah harus berjalan bergantian, uuh untung gak panjang macetnya...lepas dari situ motor digeber lagi lari 70-80-an kpj wah nyaman banget. Sayang jalannya bergelombang dan kadang2 banyak lubang jadi kudu hati-hati tidak bisa bener-bener santai deh.

Selagi jalan santai seperti itu, entah darimana datangnya saya liat dikaca spion serombongan motor trail muncul dibelakang saya. Tapi salutnya mereka gak maksa mau nyusul saya mungkin karena saya sudah cukup kenceng ya 70 – 80 kpj. Tapi karena saya pengen liat lebih jelas motor2 mereka; tampilannya gagah-gagah euy – saya agak menepi membiarkan mereka lewat mendahului saya. Motornya keren-keren bo, ada KTM asli, TS125, pokoknya bervariasi deh ada yang 4 tak juga, Hyosung kali ya? Semuanya bawa perlengkapan outdoor ada alas tidur yg digulung dan ransel yg diikatkan di jok belakang mereka, mantap man seperti petualang sejati. (tapi saya perhatikan koq semuanya gak ada plat nomornya ya?, spionnya juga gak ada – mungkin biar ringkes plat nomor plus spionnya disimpen di tas ranselnya kali ya? pikir saya simpel hehehe)

Menjelang pasar Cicurug seperti biasa macet, untungnya pake motor jadi bisa nyelip-nyelip ternyata walaupun ada side bag, givi + boncenger, mat item scopiku masih enak diajak meliuk diantara kendaraan. Lepas dari cicurug saya membuntuti rombongan motor trail tadi, numpang gagah-gagahan lah dikit hehehe. Tapi dasar saya riding skillnya kalah sama mereka dan basic saya adalah slow rider maka lama-lama saya makin jauh tertinggal sama rombongan trail tadi.

Setelah ada insiden kecil yang mengingatkan saya untuk tetap berhati-hati (nyaris senggolan dengan Avanza yang menghindari motor jatuh), saya tiba di Parung Kuda, disini saya berbelok kekanan menuju jalan ke arah Parakan Salak dan Taman Nasional Gn Halimun. Seharusnya saya bisa melewati pertigaan Cibadak untuk menuju Cikidang, tapi saya memilih rute alternatif ini karena jalannya lebih sepi dan teduh, jalannya memang lebih sempit tapi suasananya menyenangkan karena segar dan teduh melewati hutan dan perkebunan.

Rute dari Parung Kuda ini nantinya tembus ditengah-tengah ruas jalan antara Cibadak dan Cikidang. Patokan arahnya juga cukup mudah karena di tiap pertigaan ada penunjuk jalan menuju Cikidang- Plb Ratu (selalu ambil yang kiri). Saya tau rute ini sewaktu jalan-jalan ke Taman Nasional Gn Halimun beberapa waktu yang lalu.

Rute Parung Kuda – cikidang ini melintasi perkebunan PTPN VIII (?) Parakan Salak – kebun Cisalak dimana saya lihat tanamannya baru diganti menjadi tanaman kelapa sawit (tadinya kelihatannya bekas kebun karet). Suasana perkebunan sawit ini sepintas mengingatkan saya akan suasana di Sumatera Utara. Di Sumatera utara sana kalo kita melintas di jalan Medan – Pekanbaru atau sedikit keluar dari kota Medan saja maka kita akan melihat hamparan kebun sawit dimana-mana.

Hujan mulai mengguyur ketika akhirnya saya tiba dijalur Cibadak – Cikidang. Hujan ini memaksa saya berhenti untuk mengenakan Jas Hujan. Ketika sedang berhenti mengenakan jas hujan ini melintaslah konvoi mobil Peugeot 505 menuju arah Pelabuhan Ratu. Iring-iringan Peugeot 505 ini panjang juga, rasanya lebih dari 30 mobil dan semuanya tampak terawat dan mulus. Salut juga saya sama pemiliknya karena setahu saya Peugeot 505 ini keluaran antara th 1982 – 1985, jadi sudah hampir berusia 20 tahun.

Perjalanan ke Pelabuhan Ratu saya lanjutkan dalam suasana hujan dan jalanan basah, kendala utama ban standar Scorpio yang terkenal licin benar-benar mengganggu. Beberapakali ban depan sempat sliding di tikungan (padahal kecepatan tidak kencang-kencang amat tuh) untungnya bisa segera dikoreksi sehingga tidak sampai jatuh. Saya putuskan jalan pelan-pelan saja dan tidak berani menekuk tikungan terlalu dalam dan mendadak. Padahal rute ini penuh dengan tikungan2 tajam dan pendek2 (seperti chicane di sirkuit), yg seharusnya diambil dengan kombinasi memindah-mindahkan berat badan dan tekukan setang dengan cepat.

Karena takut ban depan sliding beberapa kali saat mengambil ditikungan malah motor menjadi melebar keluar, untungnya dari arah berlawanan tidak ada kendaraan. Setelah rute berkelok-kelok di Cikidang dilewati akhirnya jam 10.56 saya tiba di Pelabuhan Ratu, (kok saya bisa tau sampai ke menitnya segala? Karena di tachometer scorpioku saya tempelkan-(pake dobel tape) jam tangan digital, jam tangannya gak yang mahal2 koq (biar gak nangis kalo diambil maling) yg kodian aja paling 20 – 40 ribu, kan banyak tuh di Mangga Dua dan cari yg waterproof).

Walaupun habis diguyur hujan cuaca di Pelabuhan Ratu panas karena matahari sudah bersinar lagi ditambah suasana meriah berbagai klub motor yang touring ke Pelabuhan Ratu, bahkan bukan cuma club motor tapi club mobil juga ada dan tumplek blek di sini. Rider Klub-klub motor ini ada yang mengenakan jacket seragam, lengkap dengan atribut bendera klub dan lain sebagainya. Ada juga klub yang tidak mengenakan atribut seragam, tapi dimotor mereka di behel belakangnya dililitkan pita warna tertentu, supaya bisa dikenali oleh sesama rekan konvoinya. Pokoknya meriah deh........

Pelabuhan Ratu – Ujung Genteng

Setelah mengisi bensin Rp 20.000 (sudah kembali penuh lagi – trip meter menunjukan 137km) saya lanjutkan perjalanan dan sempat bertanya arah ke Ujung Genteng maklum tidak ada petunjuk arah yang jelas. Ternyata saya harus mengambil jalan yang ke arah Sukabumi nanti disana ada pertigaan dan petunjuk arah ke Surade (Surade- kota kecamatan(?) sebelum Ujung Genteng), kita harus ambil jalan yang menuju Surade ini. Cukup mudah ternyata menemukan pertigaan ke arah Surade ini, maka saya pun melaju dengan arah yang sudah benar, di pal kilometer terlihat nama tempat berikutnya yg akan saya lintasi adalah kiara dua, sayang jarak kilometernya tidak terlihat/terhapus.

Kali ini rute yang saya lewati kembali berupa jalan aspal yang relatif lebih sempit dan lebih sepi dari jalan rute cibadak-cikidang, jalanannya mendaki perbukitan, berkelok-kelok dan sisi kiri-kanan jalan makin diwarnai pepohonan yang kian rapat. Suasana terasa sekali makin menjauhi hingar bingar peradaban kota, menuju kesenyapan hutan dan desa. Cuaca kembali diwarnai dengan hujan yang turun tidak terlalu deras tapi cukup merata, asap tipis mengepul dari permukaan aspal jalan yang dibasahi air hujan. Untungnya kami masih mengenakan jas hujan, jadi tidak perlu repot-repot berhenti.

Mat item Scorpioku masih terus menelusuri kelokan-kelokan jalan, meniti pinggang perbukitan di selatan jawa barat ini, cuaca yang basah karena hujan ini menyebabkan suhu mesin tidak over heat dan akibatnya tenaga scorpio saya terasa penuh dan galak untuk melewati tanjakan yang ada. Namun hujan yang turun ini juga menyisakan kekhawatiran pada diri saya karena setelah memperhatikan dinding-dinding bukit ternyat terlihat jelas banyak bekas longsoran-longsoran. Demikian juga di beberapa tempat diruas jalan ini tampak bekas longsoran yang kelihatannya baru dibersihkan dari badan jalan. Kelihatanya jalur ini memang rawan longsor.....

Kira-kira kurang 2 – 3 kilometer dari Kiara Dua, Arif boncenger ku minta berhenti karena ingin pipis dan juga lapar, disebuah warung makan saya pinggirkan motor untuk istirahat dan makan. Jas hujan kami tanggalkan dan kamipun masuk warung untuk makan siang, sambil makan saya sempatkan tanya ke penjaga warung masih berapa lama lagi ke Ujung Genteng, menurut dia masih 1,5 jam lagi kalo jalan santai tapi kalo jalan kenceng 1 jam lagi juga nyampe. Selama kami makan beberapa rombongan biker melintas didepan warung tempat kami makan, rombongan tsb mengarah ke pelabuhan ratu mungkin mereka dari ujung genteng (pikir saya). Jam menunjukan pukul 12.30 ketika saya lanjutkan perjalanan lagi dalam cuaca masih hujan.

Selepas Kiara Dua, kami menjumpai pertigaan, penunjuk arah menunjukan Surade, Ujung Genteng ke arah kanan. Jalanan masih berupa perbukitan dan kami sempat melewati rimbunan pohon cemara yang seakan-akan seperti gerbang saja, karena hanya rimbun ditempat tersebut selanjutnya malah tidak terlihat pohon cemara, melainkan hamparan tanaman teh. Ruas jalan ini memang melewati Perkebunan teh Surangga, dan kalo pas di punggung perbukitan pemandangannya indah sekali karena hamparan pohon teh ini seperti karpet hijau yang menyelimuti bukit-bukit.

Keputusan saya untuk mengganti kampas rem depan belakang sebelum solo turing ini ternyata tepat. Kondisi jalanan yang kombinasi aspal mulus dan kemudian tiba-tiba sergapan tebaran lubang di beberapa tempat di badan jalan, memaksa rem bekerja keras. Soalnya lagi enak2 kenceng nikmati aspal mulus tiba-tiba harus ngerem karena muncul lubang2 yang harus dihindari, kemudian jalan mulus lagi demikian terus menerus.

Hampir sejam berjalan saya rasakan jalanan jadi lebih sering turun ketimbang nanjak, wah kelihatannya sudah mulai menuruni perbukitan mengarah ke pantai nih pikir saya. Sesekali saat menuruni bukit mulai terlhat tepian pantai nun dibawah sana. Mendekati ujung genteng saya melintasi kebun2 kelapa khas pemandangan tepi pantai, bau air lautpun mulai terasa. Kondisi jalanan masih kombinasi aspal mulus dan jalanan rusak.

Tiba-tiba didepan tampak pos retribusi, saya dihentikan oleh petugas yang berjaga setibanya di pos ini, ternyata ini pos retribusi untuk kendaraan yang masuk daerah wisata Ujung Genteng, Horreee ...Artinya saya sudah tiba di Uung Genteng. Motor dikenakan Rp 1.000,-, setelah membayar motor saya jalankan kembali tidak sampai 50m saya liat papan bertuliskan Pondok Hexa belok kanan (saya memang booking kamar di Pondok Hexa ini), segera saya belok kanan sesuai arahan tadi.

Kini yang saya lewati adalah jalan ber batu-batu dan pasir, karena menghindari jalan batu2 tadi saya mengambil tepian/bahu jalan yang berupa pasir padat dan sesekali melewati lubang2 yg tergenang air. Suatu saat ketika melipir bahu jalan sebelah kanan saya melintasi sebuah lubang yg tergenang air, rupanya lubangnya cukup dalam dan countur dasar lubang tidak rata dan licin, akibatnya ban depan terpeleset, motor oleng dan hilang keseimbangan. Saya mencoba menahan motor, tapi tanah yang masih basah dan licin menyebabkan usaha ini sia-sia, motor jatuh ke arah kiri ...gubraak...dan saya juga terjatuh, benar2 terjatuh sampai helm bagian kiri membentur tanah....jddugg... aduh...; saya bangkit dari posisi jatuh saya masih dalam kondisi kaget dan shock...saya coba lihat arif boncenger saya, ternyata dia tidak apa2, tidak sampai jatuh ke tanah seperti saya.

Jas hujan saya belepotan tanah dan pasir, tapi untungnya tidak ada yang luka atau sakit apapun, saya hampiri motor saya dan coba dirikan mat item scorpioku yang tergeletak di jalan wuih beratnya.... ternyata bener kata orang2 scorpio itu banyakan nyungsep pas lagi kecepatan rendah. Tadi saya juga kecepatan rendah tuh, kurang dari 20 kpj saya kira, wong jalannya jelek gak mungkin dikebut lah, eh koq malah nyungsep.....

Masih dalam kondisi kaget dan setengah nggak percaya koq bisa jatuh tadi, saya mikir lagi oh mungkin.....gini toh Ujung Genteng mengucapkan selamat datang kepada saya, dengan cara mencium buminya, anyway saya bersyukur tidak ada kerusakan pada scorpioku ataupun cedera baik saya maupun boncenger.

Akhirnya saya tiba di Pondok Hexa, yang merupakan sebidang tanah menghadap pantai dengan beberapa bangunan villa/pondokan diatasnya. Saya lapor ke kantor dan kemudian diantarkan ke kamar yang saya pesan. Tepat didepan kamar saya parkir scorpio ku, jam saat itu menunjukan pukul 14.05 dan trip meter menunjukan 211,8 km. Berarti saya menyelesaikan perjalanan tersebut dalam waktu 7 jam lebih 5 menit (berangkat 07.00 – tiba 14.05) tepat seperti estimasi bro Rudin bahwa Jakarta – Ujung Genteng bisa ditempuh dalam waktu 7 – 8 jam. Dan jarak yg dicantumkan dalam peta yaitu 210 km ternyata juga cukup akurat. Alhamdulillah terima kasih ya Allah sudah sampai dengan selamat di Ujung Genteng.

To be continues...............


Wednesday, November 29, 2006

Tips Solo Turing bagi Biker Pemula #8


Solo Turing.

Bagi Biker Pemula #8 (Tamat)


  • Lewat Bypass VS Lewat Tengah Kota

Sebagian besar kota-kota di Jawa, dan mungkin juga dikota-kota besar lain di Indonesia biasanya selalu dibangun jalan pintas (By Pass) agar beban lalulintas tengah kota tidak terlalu berat atau padat oleh kendaran dari luar kota yang sebenernya hanya ingin melintas saja dikota tersebut.

Biasanya rambu mengenai pilihan untuk lewat by pass atau lewat tengah kota dipasang menjelang masuk kekota ybs.

Sekarang terserah kita apakah akan lewat by pass atau lewat tengah kota. Hal-hal berikut ini bisa menjadi pertimbangan anda apakah akan lewat bypass atau lewat tengah kota.

Bypass umumnya jalannya baru, mulus dan lebar meski agak lebih jauh (melingkar) tapi biasanya lebih sepi dan lancar.

Lewat tengah kota, biasanya merupakan jalan lama, relatif sempit dan padat kendaraan, melewati tempat pusat aktifitas kota (pasar, alun-alun, kantor pemerintahan dll) seringkali macet – tapi kalo naik motor sih masih OK-OK aja koq.

Jika kita ingin mengejar waktu mungkin bypass merupakan pilihan terbaik, tapi kalo kita ingin kenal lebih jauh tentang kota yang kita lewati, tentang ke unikannya atau tentang suasananya walaupun hanya sepintas, maka jalur lewat tengah kota lebih baik.

Jika anda memutuskan lewat tengah kota harus diperhatikan aturan lalulintas yang berlaku dikota tersebut, di beberapa kota (seperti Bandung(Soekarno-Hatta), Kudus, Surabaya) mewajibkan pengendara motor lewat jalur khusus motor. Di Surabaya ada aturan menyalakan lampu siang hari.

Selain memperhatikan rambu yang ada, cara yang terbaik untuk mengenali aturan lalulintas lokal, yaitu dengan melihat pengendara motor lokal lainnya, jika kita lihat pengendara lokal masuk jalur khusus ya sebaiknya kita ikuti juga.

  • Jalan waktu Hujan

Jalan diwaktu hujan membutuhkan ketrampilan tersendiri setidaknya membutuhkan konsentrasi yang lebih fokus.

Nyalakan lampu besar (jangan nyalakan hazard) pada saat hujan, ini memudahkan kendaraan lain melihat keberadaan motor kita.

Kaca Helm buka sedikit, biar tidak berembun.

Jalankan kendaraan dengan hati-hati jangan ngebut, karena sangat berbahaya karena jarak pengereman diwaktu hujan jauh sekali lebih panjang dari pada saat jalan kering.

Hati-hati ketika menerjang genangan tipis, bisa jadi ada lubang yang tertutup oleh genangan air tersebut. Atau jika melintasinya dengan cepat hati-hati dengan efek aquaplaning, yaitu kehilangan daya cengkeram ban akibat gaya tekan/angkat air terhadap permukaan ban, jadi paling aman adalah lintasi dengan perlahan.

Sedangkan untuk melintasi genangan banjir, sebaiknya harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Sebaiknya tidak langsung menerjang masuk, amati ketinggian air sebatas apa, ini bisa diketahui dengan melihat batas air pada body mobil yang melintasi genangan tersebut.

Perhatikan juga ada motor lain yang berhasil melintasinya tidak, jika ada motor sejenis yang berhasil melintasinya dengan aman maka seharusnya motor kita juga bisa melewatinya. Jika tidak ada motor yang selamet ya jangan coba-coba mending cari jalan lain atau tunggu banjir sampai surut.

Ketika melintasi genangan banjir, jalankan motor dengan perlahan dan tenang jangan ngebut yang justru akan menciptakan gelombang besar yang menahan laju motor kita dan bisa naik menerjang mesin motor kita.

Setelah melewati banjir ujilah apakah sistem rem bekerja dengan baik atau normal, jika terasa blong lakukan teknik pembakaran kampas rem, yaitu menekan tuas rem sambil motor dijalankan. Lakukan beberapa saat sampai dirasakan rem kembali mulai menggigit (tidak blong lagi)

d. Tentang Rambu Lalulintas

Pahami dan Tanggap, itulah dua kata kunci mengenai rambu lalu lintas ini. Intinya kita harus paham apa pesan yang ingin disampaikan oleh rambu tersebut dan kemudian kita harus tanggap terhadap pesan tersebut.

Contoh rambu yang berisi suatu peringatan, misal jalan berliku atau turunan tajam, maka kita sudah harus tanggap begitu melihat rambu tersebut dan meresponnya misal dengan mengurangi kecepatan dlsbnya.

Pada dasar nya rambu lalu lintas dapat dibagi dalam 3 kelompok besar yaitu :

a. Rambu Peringatan misal ada lintasan kereta api, turunan tajam dlsbnya

b. Rambu Petunjuk atau informasi misal penunjuk arah kota, pom bensin dslb

c. Rambu Larangan dan Perintah misal dilarang berhenti, dilarang parkir dlsb

Rambu lalulintas selalu dipasang sebelum tempat yang dimaksud dalam rambu tersebut, biasanya beberapa puluh meter (50 – 100 m) CMIIW sehingga kita masih mempunya waktu untuk mengantisipasinya.

Rambu yang bersifat peringatan biasanya berwarna kuning-hitam, sedangkan rambu larangan berwarna merah-putih, Hijau-putih atau biru-putih biasanya untuk rambu yang berisi petunjuk. (CMIIW) yang ini base on pengamatan dijalan saya tidak baca literatur tentang perambuan ini.

e. Kerusakan di Jalan

Walaupun motor sudah disiapkan sedemikian rupa namun kadang kala timbul juga kerusakan ditengah jalan – mogok misalnya. Gimana kalau ini terjadi, sementara kita buta soal mesin.

Yang pertama harus dilakukan adalah tetap tenang dan jangan panik. Ambil buku manual pemilik motor anda, baca cara-cara mengatasi kerusakan ringan (trobleshoot) dari buku panduan itu, dan coba praktekan.

Masih tidak bisa juga coba buka catatan nomor telepon teman klub motor anda syukur2 kalau ada yang tinggal dikota yang anda lintasi, biasanya sih kalau semangat brotherhoodnya tinggi mereka mau membantu.

Masih tidak bisa juga ambil tambang dari bagasi anda mintalah bantuan penduduk setempat atau biker lain yang anda jumpai untuk menarik motor anda ke bengkel terdekat.

f. Istirahat di Jalan

  • Lakukan setiap merasa lelah.

Rumusan terbaik kapan kita harus istirahat sebenernya mudah saja, ya lakukan saja istirahat setiap kita merasa lelah. Umumnya sih setelah 3 jam-an berkendaraan biasanya kita merasa lelah. Gimana kalo sudah lewat 3 jam tapi belom merasa lelah, sebaiknya tetap lakukan istirahat maksimal setelah 4 jam berkendara, mungkin kita belom lelah tapi motornya mungkin sudah mulai lelah. Jadi istirahat bukan cuma buat tubuh kita, mesin motor perlu juga diistirahatkan beberapa saat.

Jangan lupa untuk perbanyak minum, mengingat kita menggunakan turing gear yang cukup panas maka biasanya kita akan berkeringat cukup banyak, karenanya perlu banyak minum agar tubuh tidak sampai dehidrasi.

Biasanya setelah menempuh perjalanan satu atau dua hari ada rasa jenuh dijalanan, hal ini saya atasi dengan cara antara lain, berzdikir sepanjang jalan (buat yg muslim tentunya) atau kadang dengan membuntuti biker lokal ataupun biker lain yang motornya lebih cepat dari kita. Ingat hanya membuntuti bukan kebut-kebutan dan selain itu kita harus tetap menjaga kondisi motor kita, jadi waktu membuntuti gak perlu gas pol.

  • Tempat yang aman untuk isitirahat.

Tempat-tempat berikut dari pengalaman saya cukup aman sebagai tempat beristirahat.

Pom Bensin, pilihlah pom bensin yang besar dan cukup luas serta fasilitasnya lengkap, ada toilet, mushola, minimarket dan lain sebagainya.

Masjid, carilah masjid yang cukup besar, bersih dan parkirannya cukup luas dan aman. Disini untuk teman-teman yang muslim bisa sekalian menunaikan kewajiban sholat, apalagi air wudlu bisa mengembalikan kesegaran kita. Buat teman-teman muslim saya sarankan sholatnya di jama qashar, atau menggabungkan dua sholat dalam satu waktu dan memendekkan rakaatnya yang empat rakaat menjadi dua rakaat. Karena hal ini merupakan kemudahan yang diberikan Allah kepada kita apabila kita dalam perjalanan (tentunya syarat-syarat perjalanannya harus dipenuhi ya, kalau gak salah diatas 80km). Terus terang dengan melakukan sholat jama-qashar ini saya rasakan sekali kepraktisan dan kemudahannya.

Rest Area wisata, biasanya didaerah tertentu yang ada obyek wisatanya kadang ada menyediakan rest area yang cukup luas dan bersih lengkap dengan warung makannya. Salah satunya yang pernah saya kunjungi pada saat melintas di hutan jati Sragen ada rest area yang dikelola Perhutani (CMIIW).

Restoran yang cukup besar, kalau ini sih sekalian isi perut....hehehe

Pasca Turing

Bagian ini membahas mengenai apa yang harus dilakukan setelah turing, sebenarnya tidak terlalu banyak yang harus dilakukan setelah turing yang terpenting adalah pengecekan motor.

Sama seperti pada saat persiapan untuk turing maka setelah turing motor harus kembali diperiksa kondisinya.

Mesin.

Untuk mesin lakukan service kecil dan ganti oli lagi, biar motor kembali fresh.

Kaki-kaki

Sama seperti saat persiapan lakukan kembali stel velg, beri gemuk bagian kaki-kaki yang memerlukan. Ganti kampas rem jika memang sudah aus kembali kampasnya.

Stel juga kekencangan rantai, jika girnya sudah aus atau rusak ganti sekalian.

Body secara umum

Periksa baut-baut body apakah ada yang lepas, ataupun kendur.

Periksa kekencangan baut-baut komstir.

Kelar ketiga hal diatas, maka langkah selanjutnya bawalah ke tukang cuci motor, semprot motor dengan air agar semua daki-daki sisa turing hilang.

Setelah dicuci maka bagian-bagian yang perlu diminyaki bisa diminyaki, seperti rantai, tuas rem dan lain sebagainya.

Nah sekarang motor siap kembali digunakan sehari-hari dalam kota.

Mengenai peralatan turing seperti side bag, bagasi ataupun sisa spare part cadangan bisa dilepas dan dibersihkan kemudian disimpan untuk digunakan pada turing selanjutnya.

Untuk Rider dan Boncengernya bisa dilakukan juga pijat untuk menghilangkan segala pegal-pegal sisa turing, sehingga siap untuk berangkat turing berikutnya hehehe

Buatlah catatan turing sebagai bahan evaluasi turing anda, sehingga anda punya referensi jika ingin melakukan turing lagi. Jangan lupa hasil dokumentasi disimpan dalam album anda sehingga anda punya kenangan tersendiri akan setiap turing yang anda lakukan. Jika perlu sharing pengalaman turing anda di milis yang anda ikuti......

OK, itu aja kegiatan pasca turing yang perlu dilakukan.........

Salam bikers.....dan selamat melaksanakan solo turing anda.....Have a nice solo touring.........................

TAMAT


Sumber Data & Ucapan Terima Kasih.

Sumber Data

  • Pengalaman Pribadi

  • Postingan2 dari Mailing List Yamaha Scorpio

  • Berbagai situs di Internet

Terima kasih kepada

  • Isteri tercinta atas dukungannya dan sudah bersedia jadi model

  • Baikerboi.com yg sudah meminjamkan beberapa gambar

  • Teman-teman Mailing List Yamaha Scorpio yang sudah menjawab beberapa pertanyaan saya

Puji Syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan saya kemampuan untuk menyelesaikan tulisan ini.

Data Turing :

Solo Turing

  • Januari 2006 : Jakarta – Surabaya – Yogyakarta – Bandung – Jakarta = 1.718km

  • Maret 2006 : Jakarta – Pelabuhan Ratu – Ujung Genteng – Jakarta = 438 km

  • July 2006 : Jakarta – Bondowoso – Kawah Ijen – Malang – Blitar – Jakarta = 2.291 km

Solo Turing Kecil

  • Desember 2005 : Jakarta – Jonggol – Cianjur – Puncak – Jakarta = 212 km

Non Solo Turing

  • Mei 2006 : Jakarta – Bandung – Garut – Jakarta = 515km

Untuk Turing Reportnya bisa dibaca di : http://360.yahoo.com/arkanantoimam

atau di http://www.2wlover.blogspot.com

Untuk foto2 turing dapad dilihat di : http://photos.yahoo.com/arkanantoimam

atau pada alamat berikut : http://s97.photobucket.com/albums/l213/imam_arkan/

Semua kritik, saran ataupun pertanyaan agar dialamatkan ke :

imam@sitpk.sig.co.id

arkanantoimam@yahoo.com

imamarkan@gmail.com


Tips Solo Turing bagi Biker Pemula #7


Solo Turing.

Bagi Biker Pemula #7

BAG 2 PELAKSANAAN TURING


Pada bagian dua ini saya hanya ingin menyampaikan tips atau saran selama pelaksanaan turing itu sendiri, sama sekali saya tidak ingin mengajarkan bagaimana ketrampilan bermotor (riding skill) yang baik. Soalnya riding skill saya juga pas-pasan aja.

Demikian juga saya tidak ingin bicara mengenai gaya bermotor (riding style) yang bener, karena riding style ini sangat dipengaruhi karakter si rider itu sendiri. Saya sendiri punya karakter slow rider, saya tidak speed maniac makanya kalo turing konvoi pasti saya keteteran di belakang.

Karena ini hanya kumpulan tips dari pengalaman saya selama melakukan traveling dengan kendaraan baik itu dengan motor ataupun dengan mobil, jadi agak bingung juga untuk mengelompokan topiknya. Akhirnya saya sampai pada format susunan seperti dibawah ini :

a. Prosedur Sebelum Jalan

  • Pengecekan Kendaraan

  • Do'a

  • Warming up Riding

b. Prilaku di Jalan

  • Sing Waras Ngalah

  • Hargai Pengguna Jalan Lain

c. Serba-serbi tentang Jalan

  • Jalan Siang VS Jalan Malem

  • Jalan Pegunungan VS Jalan Dataran Rendah

  • Lewat By pass VS Lewat tengah Kota

  • Jalan Waktu Hujan

d. Tentang Rambu Lalulintas

e. Kerusakan di Jalan

f. Istirahat di Jalan

a. Prosedur Sebelum Jalan

  • Pengecekan kendaraan

Pengecekan akhir motor sebelum jalan mutlak dilakukan baik pada saat awal turing maupun ketika start untuk etappe berikutnya. Biasanya saya mengecek fungsi lampu-lampu dan klakson, kemudian mengecek ketinggian oli mesin, dilanjutkan dengan mengecek minyak rem dan fungsi tuas2 rem.

Kemudian mesin dihidupkan untuk dipanaskan, sambil diperhatikan suara yang keluar apakah ada suara-suara yang aneh baik dari mesin ataupun dari body motor (biasanya suka ada baut yg kendor).

Memeriksa tekanan ban adalah prosedur selanjutnya. Kalau kurang angin ya kudu dipompa.

Memeriksa meteran bensin, mencatat trip meter. Ini beguna untuk menentukan kapan harus isi bensin berikutnya, dan juga sebagai catatan kalau nantinya mau menghitung konsumsi bensin, ataupun ingin tau rata-rata kecepatan kita dalam menyelesaikan suatu etape.

Jika ditemukan ketidak beresan segera diputuskan apakah bisa ditangani sendiri atau harus dibawa ke bengkel. Jika memang harus dibawa kebengkel, ya jangan ragu untuk dibawa dulu ke bengkel buat diperbaiki.

Ini sebenernya mirip pengecekan yang dilakukan ground crew (crew darat) maskapai penerbangan terhadap pesawat terbang yang akan tinggal landas. Hanya saja disini kita ya pilot tapi juga merangkap ground crew nya.

  • Do'a

Selain do'a dari diri sendiri untuk memohon keselamatan dalam perjalanan hal lain yg tidak kalah penting adalah pamit dan minta do'a dari orang-orang yang kita cintai, ortu, istri dan anak.

Boleh jadi justru do'a dari orang-orang yang tercinta inilah yang dikabulkan Allah sehingga kita diberikan keselamatan sampai ditempat tujuan dan sampai kembali ke Rumah.

Bisa jadi karena do'a inilah turing yang kita lakukan bisa sukses dan lancar dan bukan karena kita jago bawa motornya, hanya saja hal seperti ini seringkali tidak disadari oleh kita.

  • Warming up riding

Pada saat mulai mengendarai motor biasakanlah 5 – 10 menit pertama melakukan penyesuaian-penyesuaian agar seluruh konsentrasi kita “tune in” dengan karakter motor. Sehingga handling menjadi mantap.

Hal ini diperlukan karena pada saat turing, motor terisi dengan muatan penuh (full loaded) beda dengan pemakaian sehari-hari, saat turing ada bagasi, side bag plus boncenger (bila ada) akibatnya bobot motor berbeda jauh dari biasanya, sehingga perlu membiasakan diri dulu dengan kondisi ini. Baru setelah handling sudah bisa “tune in”, boleh deh mulai digeber habis. Inilah yang saya maksud dengan warming up riding. Pada balapan moto gp aja ada warming up lap, jadi tidak ada salahnya kalau ada warming up riding dalam turing motor.

Oh iya jangan lupa nyalakan lampu walaupun siang hari selama kita turing khususnya dijalanan luar kota. Walaupun aturan yang mewajibkan menyalakan lampu siang hari belum ada, namun demi keselamatan kita sebaiknya kita menyalakan lampu.

b. Prilaku di Jalan

  • Sing Waras Ngalah

Dijalanan pantura khususnya ataupun dijalanan luar kota dimanapun, sering kali kita jumpai pengendara arogan yang bertindak semau gue. Contoh pada saat menyusul dari arah beralawanan kendaraan arogan ini (biasanya sih bus-bus luar kota) tetap ngotot mengambil jalur kita.

Untuk yang seperti ini walaupun kita ada di pihak yang benar, sebaiknya sih gak usah ngotot untuk tetap dijalur kita, ini bukan masalah salah-benar atau menang-kalah, ini masalah ketrampilan atau kearifan kita untuk tetap selamat (survive).

Jadi yang paling baik adalah kurangi kecepatan ambil posisi ketepi kiri, jika perlu siap-siap turun ke bahu jalan, berilah si arogan ini ruang bebas untuk menyusul. Menjengkelkan memang tapi kita pake rumus Sing Waras Ngalah aja deh (Yang Nggak Gila Ngalah)

  • Hargai pengguna jalan lain

Jalan raya adalah milik kita bersama, karenanya kita patut menghargai pengguna jalan lainnya baik itu cuma pejalan kaki yang sedang menyeberang, ataupun becak yang kadang kelakuannya nyebelin.

Kalau ketemu sesama biker jangan saling ingin tunjukin kehebatan, cukup klakson dan acungi jempol tanda “we are brother”, syukur-syukur malah dapat teman seperjalanan.

Insya Allah kalau kita menghargai pengguna jalan lain kita akan mendapat kelancaran dijalan. Sebaliknya kalo kita arogan dijalan apalagi sampai mengundang sumpah serapah pengguna jalan lain, kuatirnya kita kena tulah (kualat) akhirnya ada saja hambatan yang muncul.

c. Serba-serbi Tentang Jalanan

  • Jalan Siang VS Jalan Malem

Jalan siang apa jalan malem pilihan ini masing-masing ada enak-gak enaknya. Tapi buat pemula saya sarankan jalan siang aja, malem buat istirahat, ini sesuai dengan jam biologis pada tubuh kita yang kodratnya adalah aktif pada siang hari dan istirahat pada malam hari.

Jalan malem :

Jarak pandang terbatas karena gelap. Mata lebih cepat lelah karena melawan kantuk dan bekerja lebih keras, silau lampu dlsbnya.

Lebih sepi karena aktifitas sebagian besar orang sudah tidak lagi diluar rumah (sekolah, kantor, pasar rata-rata ramai pada siang hari). Lebih adem baik buat pengendara maupun buat motor sendiri.

Biasanya saya jalan malem sewaktu pulang itupun biasanya pada etape akhir, alasannya karena pemandangannya sudah pernah liat waktu berangkat, dan biar cepet sampai rumah.

Kalau tidak terpaksa saya tidak mau melakukan jalan malem pada waktu berangkat, karena tidurnya tidak cukup dibayar dengan tidur seharian pada hari berikutnya hehehe.

Jalan malem juga tidak disarankan apabila kita melintas didaerah yang rawan kejahatan.

Jalan Siang

Jarak pandang luas, bisa menikmati pemandangan dengan jelas.

Jalanan lebih ramai, dan panas. Umumnya lebih aman, kejahatan siang hari lebih sedikit dari malam hari (konon begitu katanya).

Tapi panasnya kadang menyebabkan kita cepat lelah.

  • Jalan Pegunungan VS Jalan Dataran Rendah

Jalan pegunungan dan jalan dataran rendah, pilihan ini contohnya untuk di pulau Jawa apakah akan lewat jalur Utara yang merupakan dataran rendah atau lewat jalur selatan yang pegunungan. Manapun yang dipilih kita harus memperhatikan hal-hal berikut ini.

Jalan Pegunungan

Jalan pegunungan biasanya lebih sepi, berkelok-kelok dan mendaki ataupun menurun, sulit untuk mengembangkan kecepatan maksimal. Namun memiliki pemandangan yang indah dan tidak membosankan. Pada saat melintasi kelokan-kelokan jangan pernah mengambil jalur lawan kita, usahakan kita tetap berada di jalur kita. Jadi jangan mengikuti racing line (lintasan ideal) seperti disirkuit, karena jalan raya bukanlah sirkuit.

Bunyikan klakson saat akan memasuki tikungan tajam yang ujungnya tidak terlihat, ini untuk memberi tahu kendaraan dari arah berlawanan bahwa kita ada diujung tikungan yang satunya.

Jika melintasi daerah pegunungannya malam hari, maka gunakan sinar lampu kendaraan lawan sebagai patokan bahwa ada kendaraan dari balik tikungan didepan kita.

Jika kabut turun didaerah pegunungan segera nyalakan lampu besar, bukan lampu dalam kota (lampu posisi), jangan nyalakan lampu hazard.

Cara lain untuk melintasi jalan pegunungan ini dengan nyaman adalah dengan membuntuti biker lokal. Biasanya biker lokal cukup hafal dengan kelokan-kelokan rute tersebut, sehingga dengan membuntutinya kita bisa lebih mudah melintasi daerah pegunungan ini. Tentu saja harus pilih biker lokal yang cukup cepat, kalo biker lokalnya kelihatan lebih bloon dari kita mending kita dahului aja.

Jalan dataran rendah.

Jalanannya datar, biasanya relatif lurus kalaupun ada tikungan biasanya merupakan tikungan cepat (fast corner) dan tidak setajam tikungan dipegunungan. Umumnya pemandangannya membosankan. Jarak pandang jauh dan luas.

Ketika melibas tikungan cepat, agar diperhatikan lintasannya, biasanya bagian dalam tikungan suka berpasir jadi kudu hati-hati jangan maen rebah aja. Juga harus diperhatikan ceceran solar atau oli. Umumnya ceceran solar atau oli lebih lama hilangnya dijalanan dataran rendah ini mungkin karena permukaannya yang rata. Sebaliknya kalo dipegungungan karena kontur tanahnya yang naik turun maka biasanya lebih cepat hilang karena tersapu air hujan.

Satu lagi yang harus diperhatikan adalah pada saat akan melintasi jembatan, umumnya permukaan jembatan ini lebih tinggi dari permukaan jalan, dan lagi-lagi umumnya tepat pada sambungan antara badan jembatan dan badan jalan selalu tidak rapi pemasangannya, sering kali ada lubang pokoknya tidak mulus dan rata.

Jadi sebaiknya kurangi kecepatan pada saat akan melintasi jembatan, jika tidak, motor bisa terbang, atau bisa juga menghantam lubang di sambungan jembatan tadi.

Satu kebiasaan saya yang ingin saya share disini pada saat di jalanan yang datar adalah saya senang memantain performa motor pada posisi optimum (bukan maksimum), disini saya selalu berusaha agar putaran mesin RPM tidak melebihi RPM pada torsi maksimum (torque maks).

Dalam spek motor kita biasanya dicantumkan mengenai Daya kuda maksimum dan torsi maksimum, kalau untuk scorpio Daya Maks = 19PS/8000rpm dan torsi mak = 1.86kgf.M/6500rpm. Nah saya selalu maintain cruising speed saya sedikit dibawah rpm dari torsi maks ini, dengan demikian konsumsi bahan bakar ada pada posisi paling optimum dan mesin juga tidak terlalu diforsir. Alhasil bensin irit dan mesin tidak overheated.

Untuk kecepatan yg dicapai pun tidak pelan, pada gigi 5 dan rpm disekitar 6.000 kecepatan Scorpio saya bisa mencapai 90-95 kpj, ini untuk dijalanan datar ya. Bagi saya ini cukup kencang dan dalam pengendalian juga cukup aman.

Nah untuk pembukitan silahkan cari spek motor anda dan coba terapkan cara ini lalu bandingkan konsumsi bensinnya jika anda pake gaya geber abiss, mana yg lebih boros.......

To be continued.........