Friday, December 29, 2006

Mount Ijen Touring Report #6


Etappe VI : Malang – Blitar – Ponorogo – Solo – Semarang – Batang = 485 km

Jum'at 14 Juli 2006.

Jum'at pagi setelah sarapan bersama keluarga Dik Tjuk, saya pun segera menyiapkan mat item, oli saya tambahkan lagi, side bag saya pasang, sekarang bahkan diatas tangki saya letakan kotak sepatu berisi safety shoes saya yang masih basah tentunya lagi-lagi menggunakan cargo net sebagai pengikatnya, ternyata sungguh bermanfaat cargo net yang selalu saya sungkupkan ke tangki mat item ini.

Bill hotel segera saya selesaikan, dan beruntungnya ternyata Hotel Margo Suko ini melayani pembayaran dengan credit card, jadi lumayanlah bisa menghemat uang kas ditangan, hehehe padahal rate kamarnya cukup murah yaitu Rp 125.000,- semalam setelah diskon, rate aseli sebelum diskon Rp 180.000 kalo gak salah. Cukup murah menurut pendapat saya lho, soalnya kamarnya bersih dan apik, wah bisa jadi tempat nginep andalan nih kalo liburan ke Malang lagi....hehehehe.

Pukul 09.30 saya berpamitan dengan keluarga Dik Tjuk, dan kamipun segera menunggangi mat item. Cuaca pagi itu cukup cerah walaupun disana – sini tampak berawan. Keluar dari kota Malang tidak sulit tinggal menelusuri lagi jalan yang kemarin dengan arah yang berlawanan. Sedikit diluar kota Malang saya sempatkan untuk mengisi Bensin, saya minta petugas pom bensin untuk mengisi Full Tank, ternyata butuh Rp 33.000,- untuk mengisi penuh tangki besin mat item.

Malang – Blitar berjarak sekitar 77km, jalan menuju Blitar ini cukup baik, lebar dan mulus, suasananyapun cukup ramai, seperti umumnya jalan di jalur selatan pulau jawa jalanan menuju blitar ini juga berkelok-kelok dan naik turun, karena memang sebagian besar daerah selatan jawa adalah perbukitan atau dataran tinggi. Namun kelok2an dan suasananya kali ini tidak seperti jalur Lumajang – Malang kemarin. Satu lagi ciri khas jalur selatan pulau jawa ini adalah seramai-ramainya jalur selatan tetap saja tidak seramai jalur di Pantura, mungkin hal ini disebabkan juga karena jarak satu kota dengan kota lainnya tidak terlalu rapat.

Dengan kondisi yang demikian maka di jalur selatan ini lebih memungkinkan untuk mempertahankan kecepatan pada tingkat tertentu lebih lama – atau tingkat kecepatan konstan lebih lama. Jadi walaupun sulit untuk mengembangkan top speed karena jalurnya yang berkelok-kelok, namun jalur selatan tingkat hambatannya lebih sedikit, alhasil kadang waktu tempuh bisa lebih cepat. Lain dengan jalur pantura, yang kadang kita bisa menggapai top speed di 110 – 120 kpj, tapi setelah itu harus bermacet ria karena ketemu pasar tumpah, atau terhadang oleh truk yang berjalan lambat.

Mat item biasa saya pacu melalui jalur selatan ini di kecepatan 80kpj, tapi jika pas jalur memungkinkan, top speed hanya bisa mentok di 100 kpj, sebelum kemudian harus mengurangi kecepatan karena muncul kelokan berikutnya.

Blitar ternyata bisa kami lalui lebih cepat dari yang saya bayangkan, tapi sebelum sampai di Blitar kami melewati kota Wlingi disini terdapat bendungan Ir Sutami (waduk karang kates?), fisik bendungan bisa terlihat dari jalan raya. Sayangnya saya tidak sempat mengambil fotonya karena padahal pemandangannya lumayan cantik, mengingatkan saya pada bendungan Jatiluhur di Purwakarta.

Ketika mengarah keluar kota Blitar ada papan penunjuk jalan menuju makam Proklamator Indonesia – Presiden Pertama Indonesia Ir Soekarno, sayangnya karena Arif sudah pengen pulang dan tidak mau saya ajak untuk mampir ke sana jadi saya tidak mengunjungi makam sang Proklamator ini. Padahal pengen juga tahu seperti apa sih makamnya.

Alhasil kami teruskan perjalanan meninggalkan Blitar mengarah ke barat, dan karena situasi jalan seperti yg saya sampaikan diatas lebih sepi dan minim hambatan maka kota demi kota pun dapat kami lalui dengan cepat. Tulung Agung, Trenggalek lewat sudah, sampai akhirnya kami tiba di Ponorogo – kota Reog (kesenian khas ponorogo) dan juga kota Warok (mungkin semacam jawara kali ya kalo di Jakarta tempo dulu) pada jam 13.30. Karena tuntutan perut dan saya tertarik dengan banyaknya warung nasi gule dan sate kambing, akhirnya saya berhenti disebuah warung kecil disudut jalan yang menjual nasi gule dan sate kambing.

Saya dan arif pesan nasi gule dan masing-masing sepuluh tusuk sate kambing. Tempat gulenya terbuat dari Guci tanah liat, mengingatkan saya pada penjual nasi Gule Tikungan (Gul Tik) di jalan Mahakam – Bulungan dikawasan Blok M. Yang membedakan adalah gule yang di Ponorogo ini rasanya jauh lebih mantap....sedep bumbunya meresap dan seger serta porsinya lebih banyak, udah gitu harganya murah lagi. Sate kambingnya tusukan memang tidak besar-besar tapi dagingnya asli empuk banget. Saking uenaknya saya dan arif nambah lagi nasi gulenya.......Pas bayar kami kaget cuma ditagih Rp 21.500,- saya sampai meyakinkan diri lagi ke si ibu penjual, apa sudah dihitung semua? Katanya sudah dihitung semua, ya sudah saya bayar. Sampai diatas motor ketika melanjutkan perjalanan pada jam 14.00 saya masih kuwatir kalo2 si ibu penjual salah hitung.....; sebagai gantinya ya sudah saya do'a kan saja semoga di kasih rezeki yang banyak dan dagangannya laris manis..............

Country road, take me home...to the place I belong....south Jakarta, country momma....take me home...country road....Bait lagu country road dari John Denver terngiang di pikiranku, ketika menyusuri jalan antara Ponorogo dan Wonogiri........kombinasi pemandangan alam, jalanan yang berkelok-kelok dan kerinduan untuk segera kembali ke rumah cocok sekali dengan bait-bait lagu John Denver tadi......

Mat item terus menelusuri jalan selatan jawa yang indah, melewati wonogiri dan kemudian menuju Solo, jam 16.30 saya sudah tiba di Solo dilanjutkan mencari jalan ke Semarang via Boyolali – Salatiga – Bawen dan Ungaran..... Setelah sedikit berputar-putar dan bertanya akhirnya didapatlah jalan yang benar.

Sedikit diluar Solo sekitar jam 17.00 saya berhenti untuk sholat ashar dan istirahat sejenak, ketika akan melanjutkan perjalanan lagi sekitar pukul 17.30 saya cek kembali ketinggian oli Mat Item, ternyata agak berkurang cukup banyak walaupun masih sedikit dibawah garis atas, agak kuatir juga saya dengan kondisi tersebut karena jam segini sulit untuk cari bengkel yg jual oli Yamalube..(persediaan oli saya sudah habis di Malang).

Akhirnya saya tetap lanjutkan perjalanan dengan harapan dehidrasinya gak bertambah parah setidaknya oli masih ada sampai di Batang nanti (sekitar 90km dari semarang). Jalur Solo – Semarang via Boyolali ini ternyata cukup padat terutama dengan truk-truk Container dan Bus-bus Malam yang mulai keluar (Solo – Jakarta). Truk-truk Container ini kelihatannya membawa peti kemas yang akan dikapalkan dari Semarang jadi muatannya penuh makanya jalannya lambat dan berat.

Jam sudah menunjukan pukul 19.00, ketika saya masuk kota Semarang, sempat terhambat karena macet akibat adanya pembukaan sebuah Vihara di pinggiran kota Semarang, Vihara besar tersebut kelihatan Megah dan penuh dengan cahaya lampu. Untungnya sesudah melewati kemacetan tersebut jalan cukup lancar dan panduan arah menuju keluar semarang cukup terlihat jelas.

Lepas dari kota semarang kami tiba di ruas Kendal – Batang dengan jalan-jalannya yang bagus serta melalui Boulevard Alas Roban. Di ruas ini mat item ber duel dengan bus-bus malam dan truk-truk barang, saya bilang duel karena mat item saya pacu cukup kencang 80 – 100 kpj, menyalip bus-bus malam dan truk kadang juga mobil penumpang. Saya cukup percaya diri melibas jalur Boulevard Alas Roban ini karena tahu kondisinya cukup bagus tidak ada lubang2 dan jalurnya cukup lebar sehingga leluasa untuk menyalip.

Rasanya jalur ini lebih cepat saya tempuh pada malam hari dibandingkan waktu siang hari kemarin ketika saya berangkat. Mungkin hal ini disebabkan pada malam hari tidak ada lagi aktifitas orang dipinggir jalan, kalau siang kan ada aja orang yg bersepeda, atau menyeberang dan lain sebagainya.

Akhirnya jam 21.30 saya tiba di Batang, saya putuskan untuk menginap kembali di Hotel Sendang Sari, walaupun arif tidak setuju, dia pinginnya kita nonstop, langsung saja ke Jakarta. Tadinya saya pingin juga mencoba nonstop, tapi mengingat mat item dalam kondisi dehidrasi dan mempertimbangkan resiko yg mungkin terjadi maka saya putuskan untuk menginap saja.

Kali ini side bag tidak saya turunkan dari mat item, saya hanya ambil pakaian ganti untuk besok pagi saja, seperti biasa saya catet dulu trip meter yg dicapai oleh mat item hari ini, ternyata menunjukan angka 1.913 km....hmm lumayan berarti hari ini saya menempuh 485km, dan berkendaraan selama 12 jam yaitu dari jam 9.30 pagi sampai 21.30, rasanya ini etape terpanjang dari turing saya kali ini......pantes terasa capek banget malam ini.....habis mandi dengan air hangat saya langsung pules.....zzzzzzzzzzzzz...(sedangkan arif masih nonton tv)....

Etape VII : Batang – Pekalongan – Tegal – Cirebon – Bekasi – Jakarta = 378 km

Sabtu, 15 Juli 2006

Pagi itu setelah sholat subuh saya tidur-tiduran lagi, saya tidak terburu-buru karena semua muatan tetap diatas motor tadi malam, jadi tidak perlu ada packing lagi, sehingga saya bisa sedikit santai pagi itu. Apalagi ini adalah etape terakhir saya untuk sampai Jakarta, jadi beban mental semakin ringan dan percaya diri bahwa sore ini sampai di Jakarta makin menggumpal.

Sekitar jam 08.00 sambil menunggu arif selesai mandi saya check kondisi mat item Scorpio ku. Ketika saya coba start....ternyata hanya bunyi trrrrrrttt....trrrrrt, dam lampu netral juga langsung padam......waduh akinya kayaknya tekor, kemarin memang sepanjang siang dan malam lampu menyala terus, kemarin saya berjalan hampir 12 jam dari jam 9.30 sampai 21.30 apakah ini yang menyebabkan aki tekor saya tidak tau pasti. (sepanjang turing ini saya memang menyalakan lampu baik siang maupun malem).

Akhirnya dengan kick starter motor bisa saya hidupkan, sebelumnya saya periksa olinya dan posisinya ditengah-tengah antara batas atas dan bawah. Setelah dipanasi cukup lama, saya coba starter electric....ternyata bisa, hmm mungkin memang akinya yang drop nih, padahal itu aki baru, beli sebelum turing ini cuma karena mungkin dihajar siang malem dan mungkin sistem pengisiannya yang kurang bagus makanya jadi tekor. Sepertinya di Jakarta nanti musti di periksa lagi nih sistem kelistrikannya.

Jam 08.30 setelah semuanya beres kami pun melanjutkan perjalanan, motor keluar halaman hotel dan langsung saya arahkan ke barat menuju pekalongan, pemalang dan selanjutnya Tegal. Aktifitas orang dipagi hari menyebabkan jalanan menjadi ramai sehigga kami tidak bisa mengembangkan kecepatan, barulah setelah lepas dari keramaian kota sedikit demi sedikit kami bisa mengembangkan kecepatan.

Awal-awalnya sih kecepatan masih saya kembangkan di 70-80 kpj, tapi setelah tubuh, mata dan pikiran “tune in” dengan kondisi jalan dan kondisi motor maka kecepatan pun meningkat sampai 80 – 90 kpj. Setelah isi bensin di Tegal dan juga menambahkan oli ke mesin Mat Item, saya lebih percaya diri lagi untuk mengembangkan kecepatan menjadi 90 – 100 kpj.

Walaupun beberapa tempat di jalan pantura ini berlubang namun tidak menghambat saya untuk menjaga kecepatan di 90 kpj keatas. Pukul 11.00 saya sudah tiba di Cirebon (129km dari pekalongan). Lepas dari Cirebon kali ini mat item duel dengan bis-bis dan truk-truk di jalur pantura yg sudah seperti boulevard karena masing2 arah memiliki 2 lajur dengan pemisah jalan ditengahnya. Seperti malam sebelumnya di jalur Kendal – Batang, duel kali ini lebih seru karena dilakukan siang hari sehingga mata lebih awas memperhatikan jalanan.

Luragung Jaya, Dewi Sri, Deddy Jaya dan sejumlah angkutan Elf plus Truk-truk Cargo merupakan lawan duel mat item kali ini.... beberapa mobil penumpang juga sempat duel dengan mat item antara lain sebuah opel Blazer berplat nomor E, sempat beberapa kali saling susul, tapi akhirnya harus mengakui keunggulan motor ketika dia harus tertahan kemacetan akibat jembatan darurat........ mat item melenggang dengan melintas diantara kendaraan yg terjebak macet....hehehe.

Dijalur ini mat item cuma dikalahkan satu motor yaitu ninja KRR, dia juga boncengan tapi larinya kayaknya enteng banget, saya cuma bisa membuntuti sambil mengikuti racing line nya untuk menghindari lubang dan jalan rusak. Kalau pas jalan mulus saya ketinggalan jauh juga sih, tapi mungkin sayanya yang nyalinya kurang cuma manteng di 110 kpj.

Kalau waktu berangkat saya selalu berusaha menjaga kondisi motor, maka pas pulang di etape akhir ini, saya justru agak memforsir mat item, mungkin karena ingin lekas sampai rumah. Jam 13.00 dipemanukan kami berhenti untuk makan siang dan lanjut lagi setengah jam kemudian, dengan riding style masih sama geber abis....hehehe. (Akibat motor digeber terus yg jadi korban adalah side bag saya yang sebelah kanan bolong terbakar kena kenalpot mat item, satu celana juga bolong.....untungnya gak menyala jadi api ya....; saya baru tau setelah sampai rumah ketika bongkar side bag. Padahal turing-turing sebelumnya side bag ini juga kena kenalpot lho tapi gak apa-apa tuh).

Jam 15.30 saya sudah tiba di Bekasi.....asyiik bentar lagi nyampe rumah nih....eh gak taunya bekasi luar biasa macet cet, lepas dari bekasi, sampai di kali malang di pertigaan kranji macet lagi, kendaraan sudah pada untel-untelan saling serobot...huh menyebalkan.

Dengan susah payah mat item bisa keluar dari kesemrawutan di pertigaan tersebut, dan melanjutkan perjalanan.....sebel juga kehilangan banyak waktu karena kemacetan tadi. Lampu merah Halim lewat, Uki juga lewat, belok ke Dewi Sartika kemudian belok kiri lagi ke menyusuri jalan Kalibata.....hih sudah makin dekat rumah......siip deh paling tinggal kemacetan di Pasar Minggu nih. Pasar Minggu ....eh ternyata motor bisa nerobos under pass yg belum selesai, asiik gak jadi kena macet, rel kereta juga pas gak ada kereta lewat...jadi bablas aja.

Dan akhirnya tepat jam 16.35, saya tiba kembali di rumah di Jl Poltangan III/52a, langsung parkir di halaman samping.....Alhamdulillah. Saya segera lihat trip meter mat item, 2.291km. Berarti hari ini saya menyelesaikan 378km (dari Batang – Jakarta) dalam waktu 8 jam (jam 08.30 – 16.35) atau kecepatan rata-rata = 47,25 kpj.....lumayan tidak jelek2 amat.

Alhamdulillah sore itu saya berkumpul lagi bersama keluarga setelah menyelesaikan solo turing saya ke kawah Ijen dengan selamat. Saya tidak tau kapan akan solo turing lagi.....kayaknya sih masih lama deh.....hehehehe

Jakarta, 25 Juli 2006.

Imam Arkananto

MiLYS 170
SIM-C #018

Data dan Statistik :

Total km = 2.291 km (lebih sedikit dari yg direncanakan karena opsi ke Banyuwangi di drop)

tgl Turing 09 Juli – 15 juli 2006

BBM dibutuhkan = Rp 318.000,- setara 70,6 liter

Pemakaian bensin rata-rata = 32 km/liter

Total pengeluaran Rp 1.685.500,- terdiri dari

Hotel Rp 778.000 (7 malam)

Makan Rp 331.500,- (2 orang selama 7 hari)

Lain2 Rp 258.000,- (ganti oli, kampas rem, sepatu, tiket masuk dll)

BBM Rp 318.000,-

(data uang rupiah ini saya buka disini tidak ada maksud apa2 selain agar data ini bisa menjadi acuan bagi siapa saja yg ingin bersolo turing).

Nyungsep = 1 kali, ketika mat item roboh dihutan pinus.

Puji dan Syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan keselamatan kepada saya dan Arif selama melakukan solo Turing ini.

Ucapan Terima Kasih saya sampaikan kepada :

Isteri Tercinta yang telah memberikan dukungan baik materi maupun immateril

Alin dan Aliya atas doa nya.

Kakak dan Adik-adik atas dukungan materi dan doanya

Mas Belo & keluarga atas bantuan penginapan

Mas Oth yg selalu memantau posisi saya

Teman-teman bikers atas doa dan dukungannya

  • Samudera Indonesia Motor Community = SIM-C

  • Samudera Indonesia Bikers = SI Bikers

  • Mailing List Yamaha Scorpio = MiLYS

Pihak-pihak lain yg tidak dapat disebutkan satu per satu

Touring Mount Ijen #5


Ettape V: Lumajang – Malang (128km), Mission Completed

Kamis, 13 Juli 2006

Seperti biasa saya terbangun jam 04.30 karena alarm handphone saya, Lho koq hujan ini kan musim kemarau....batin ku ketika mendengar suara rintik hujan diatas genting, setengah tidak percaya saya lihat dari jendela....ternyata memang hujan.

Hari ini rencananya saya akan menuju Malang, untuk menghadiri resepsi pernikahan keponakan saya. Rencananya saya akan mengambil jalur selatan dengan rute Lumajang – Tempeh – Dampit – Kepanjen – Malang dengan jarak sekitar 128km, rute ini memang pendek tapi tidak bisa dianggap enteng.

Jalur selatan yang satu ini terkenal dengan pemandangan indah dan menggentarkan, jalanannya sempit berkelok-kelok melipir pinggang perbukitan, dengan jurang-jurang sangat dalam siap menerima pengendara yang tidak waspada. Kalau gak salah rute ini melewati daerah yang dinamakan piket nol (CMIIW). (Sebenernya ada beberapa objek yg bagus buat di foto tapi karena hujan jadi gak jadi di foto)

Makanya saya sangat berharap ketika melewati jalur ini cuaca adalah cerah, supaya bisa menikmati pemandangannya dengan santai dan waspada, tapi pagi ini koq ndelalah hujan........ ..

Jam 08.30 semua sudah siap, side bag sudah diatas mat item, demikian juga mat item olinya sudah saya tambahin lagi....tapi hujan tidak kunjung berhenti, akhirnya saya putuskan untuk tidur-tiduran lagi sambil nunggu hujan, apalagi sebenernya capek sisa mendaki kemarin belum tergantikan dengan tidur semalem.

Jam 09.30 hujan masih turun juga, saya coba keluar untuk melihat situasi langit.....walah, awan mendung rata menutup daerah berkilo-kilo meter, tidak ada tanda-tanda bahwa matahari akan menembus pekatnya mendung ini. Akhirnya saya putuskan harus berangkat jam 10.00 baik cuaca hujan ataupun terang, karena kalau tidak segera berangkat maka akan terlalu siang sampai di Malang. Memang sih resepsinya malam jam 19.00 tapi saya tidak mau ambil resiko dengan datang mepet waktu.

Pukul 09.45 tidak ada tanda-tanda hujan berhenti, well saya segera keluarkan jas Hujan......Arif saya bantu mengenakan celana dan baju jas hujannya yang berwarna oranye mirip jack mania, kemudian saya sendiri mengenakan jas hujan kuning dekil saya, ransel eiger saya untungnya memiliki rain cover sendiri sama seperti side bag saya jadi tidak ada masalah untuk menerobos hujan ini.

Ternyata hujan ini memang merata hampir diseluruh Jawa bagian selatan, soalnya setelah pulang turing saya dapet laporan dari Alin (anak saya) yang pada hari yang sama sedang camping di Ujung Genteng dengan teman2nya, ternyata mereka juga mengalami hujan lebat pada hari itu sejak malam harinya malah. Benar-benar fenomena alam yang aneh.

Jam sepuluh tepat saya keluar dari halaman Warung Gunung Wonorejo, menerobos hujan yang masih turun, motor saya arahkan ke kota Lumajang, kemudian sebelum memasuki kota ada simpangan ke kanan mengarah ke Tempeh dan Senduro.

Di Senduro sendiri ada bangunan pura yang cukup besar yg sering kali digunakan upacara umat hindu jawa timur. Suasana puranya yang besar dan dibangun dengan desain mirip pura di Bali, sehingga benar2 menghadirkan suasana Bali di Jawa timur. Selain itu dari jalan yg ke Senduro ini ada jalan juga yang menuju Ranu Pane, dari sana konon bisa mendaki ke Gunung Semeru......Sayangnya saya tidak berkunjung ke kedua tempat itu kali ini, mungkin next turing lah.....ke Gunung Semeru....hehehe

Saya mengambil jalan yang mengarah ke Tempeh. Tidak seperti hari-hari sebelumnya, saya merasakan ada yang aneh pada Mat Item scorpioku, tiap kali dari gigi 4 pindah ke gigi 5, begitu lepas kopling ada gelaja sedikit tersendat....saya tidak tau apakah aliran bensin yg tertahan atau karena apa. Selain itu pada posisi gigi 5 dan RPM 5000, jika gas saya buka agak cepat timbul suara ngelitik (knocking?), saya juga tidak tahu pasti apakah ini karena bahan bakar yang jelek atau setelan klep yang berubah.

Saya terpaksa mengubah gaya pengoperasian Mat Item, menyesuaikan dengan kondisi yang terjadi, sambil berharap semua gejala tersebut berasal dari bahan bakar yang jelek, bukan dari setelan yang berubah. Terus terang kondisi mat item yang seperti ini membuat saya was-was takut terjadi masalah pada mesin mat item.

Perasaan was-was ini makin bertambah-tambah manakala memasuki wilayah perbukitan, hujan saat itu masih turun tidak terlalu lebat tapi cukup deras juga, suasana agak remang-remang karena mendung yang tebal dan rimbunan pepohonan mungkin lebih tepatnya hutan kali ya, jalanan berliku mengikuti kontur pinggang bukit yang kita lalui, disebelah kiri jurang2 dalam menganga (jurangnya dalem banget sampai2 pohon yg tingginya mungkin 20 – 25 m cuma kelihatan pucuk2nya saja, itupun masih disebelah bawah badan jalan), sedangkan disebelah kanan adalah dinding bukit cukup terjal dengan resiko rawan longsor. Aspal jalannya sih cukup baik tidak mulus sekali tapi yang jelas tidak berlubang-lubang, lebar jalan juga tidak lebar-lebar sekali.

Walaupun ini jalan utama namun frekuensi kendaraan yang melintasinya tidak terlalu tinggi, boleh dibilang sepi dan jauh dari pemukiman (siapa lagi yg mau bermukim dihutan seperti ini hehehe), makanya perasaan was-was muncul, takut ada masalah dijalanan tsb dan sulit mencari pertolongan.

Perasaan mencekam muncul manakala tiba-tiba turun kabut – aseli kabut, gila ini sudah hampir jam 11 siang dan ada kabut muncul didaerah ini,.....bener2 fenomena yang ganjil. Saya saat itu disergap rasa kuatir dan rasa sendirian yang hebat, apalagi arif yg walaupun saat itu hujan dia tertidur kecapekan (terasa dari tubuhnya yang gandoli punggung saya, dan kepalanya yg tergolek di bahu saya).....mana mat item juga dalam kondisi tidak fit......bener-bener was-was; kadang kalau lagi gini nyesel juga ber solo turing.....hehehe.

Akhirnya untuk memperkuat mental kembali, saya berdzikir sepanjang rute ini, bener-bener tulus berdzikir dan berdoa berserah diri kepada Yang Maha Kuasa. Alhamdulillah sepertinya Allah mendengar do'a saya, walaupun tidak ada perubahan dalam kondisi mat item, tapi mat item tetep berjalan menembus hujan dan kelok-kelok perbukitan ini, sampai akhirnya kami tiba di Dampit, wah senengnya ketemu kota yang cukup ramai lagi.

Dampit rupanya kota yang cukup hidup terbukti dari banyaknya angkutan umum Malang – Dampit. Dengan banyaknya angkutan umum ini lalulintas tidak lagi sepi seperti ketika melewati perbukitan tadi, walaupun jalanan masih berkelok-kelok juga, namun jarak antar kampung kini semakin rapat. Jadi walaupun masih hujan juga saya tidak merasa was-was lagi.

Makin mendekati malang suasana lalu lintas semakin padat, Turen sebuah kota kecil lagi kami lewati, kami semakin mendekati tujuan kami yaitu Malang, walaupun masih mendung hujan sekarang tinggal gerimisnya saja, kelihatannya mau berhenti hujannya.

Dalam cuaca mendung - sudah tidak gerimis lagi, kami masuki kota Malang dari arah selatan, saat itu jam menunjukan pukul 13.15. Saya menyusuri jalan raya yang menuju pusat kota. Dari info yg saya peroleh di internet hotel Margo Suko, tempat resepsi pernikahan diadakan terletak di jalan KH Ahmad Dahlan, biasanya dikota besar di jawa kalo nama jalan pake nama pahlawan maka biasanya terletak ditengah kota dan biasanya ngumpul dengan pahlawan-pahlawan lainnya.

Maka sesuai kebiasaan tsb saya menuju pusat kota, saya lihat jalan yg saya susuri adalah Jl Gatot Subroto wah jangan2 deket2 sini nih jalan yg saya cari. Eh....ternyata benar salah satu ujung jalan yg bermuara ke jl Gator Subroto adalah jl Ahmad Dahlan ini, hanya saja dari Gatot Subroto jalan tsb verbodden alias tidak boleh masuk. Jadi saya musti cari jalan masuk dari ujung yg satunya lagi......setelah berputar balik dan juga dituntun sms dari sepupuku akhirnya saya sampai di halaman parkir Hotel Margo Suko pukul 13.30.

Dik Tjuk (Imam Tjuk) sepupuku yang punya hajat menikahkan putrinya, menyambut kedatangan saya, dia baru yakin kalo saya ke Malang naik motor, tadinya dipikirnya hanya guyon saja ketika diberi tahu saya ke Malangnya naik motor. Masih mengenakan jas hujan beberapa Saudara datang menghampiri kami di halaman hotel, Mas Belo (yg punya Warung Gunung Wonorejo) dan Mas Oth (rumahnya tempat saya nginep waktu solo turing ke Surabaya) juga menjumpai saya. Setelah bertegur sapa dan bersalaman dan mereka juga punya acara lain, akhirnya saya bisa memarkir mat item dan membongkar muatan, untuk selanjutnya menuju kamar saya. Trip meter di mat item menunjukan angka 1.428 km.

Hotel Margo Suko tidak begitu besar, tapi saya lihat penataannya cukup asri dan apik. Kamar yang saya tempati berukuran standar tidak terlalu besar, dengan dua tempat tidur yg tertata rapi dan perlengkapan kamar yg fungsional, AC, TV dan yang terpenting buat saya ada kamar mandi dengan air panas – paling nikmat kalo badan capek itu adalah mandi dengan air hangat......(kalo buat arif yg penting ada TV). Setiba dikamar saya rasakan badan saya sangat lelah dan juga kepala saya terasa berat (gejala migrain saya mau muncul nih), jadi setelah mandi dengan air panas dan santap siang, segera saja saya minum obat sakit kepala dan kemudian pergi tidur, saat itu jam 14.30, resepsi nanti jam 19.00, jadi masih ada waktu untuk istirahat......

Jam menunjukkan pukul 17.30 ketika saya sedang menyiapkan pakaian untuk resepsi (baju batik + celana formal....hehehe lucu juga turing koq bawa baju batik), baru saya sadar ketika melihat sepatu safety shoes saya basah kuyup di hajar hujan seharian tadi (sedangkan sepatu arif tidak terlalu basah karena posisinya sebagai boncenger jadi lebih terlindung)......wah-wah gak mungkin dipake nih, bisa masup angin kalo dipaksakan apalagi badan lagi kurang fit gini. Jadi terpaksa saya pergi keluar hotel untuk beli sepatu.

Saya jalan kaki menuju jalan Gatot Subroto karena siang tadi saya lihat jalan ini penuh dengan pertokoan, siapa tau ada toko sepatu disana. Tapi ternyata sebagian besar toko sudah tutup – (mirip pertokoan di glodok jakarta) yang terlihat cuma deretan rolling dor atau pintu besi model harmonika, lagi pula tidak terlihat toko sepatu. Harapan saya muncul ketika melihat sebuah toko perlengkapan ABRI masih buka, pasti disini jual sepatu abri untuk PDH (pakaian dinas harian) yg model kantoran. Yes bener juga ada sepatu model kantoran yg sampai mata kaki dengan resleting di sisi bagian dalam, segera cari ukuran 40...dapet, sekalian juga beli kaos kakinya total Rp 110 ribu.....fuii beres deh. Jadi nanti resepsi pake sepatu abri baru....hehehehe

Pukul 18.30 saya dan Arif keluar kamar dengan pakaian formal, kemeja batik dengan motip yang serupa dan celana hitam, bersepatu hitam, rapi, necis dan wangi ....hehehehe jauh dari kesan biker yang baru menempuh perjalanan jauh.

Resepsinya sendiri berjalan lancar, tamu yang menghadirinya banyak sekali, makanannya juga lezat-lezat, pokonya makan enak lah....; seperti biasa juga ada acara foto-foto. Menjelang pukul 21.15 acara resepsipun berakhir, saudara-saudara yg berasal dari surabaya dan lumajang pamit pulang.

Saya pun kembali ke kamar untuk istirahat, Wah lega sekali rasanya tugas sebagai utusan mewakili keluarga besar saya di jakarta untuk hadir dalam resepsi ini tuntas sudah, semua pesan dan salam dari jakarta sudah saya sampaikan kepada yg punya hajat. Jadi dengan demikian MISSION COMPLETED, (kalau main game komputer gitu kali pesan yg muncul di layar).

Tinggal lagi memikirkan perjalanan pulang ke jakarta, apalagi logistik terutama obat2an (vitamin dan jamu tolak angin ku) sudah habis plus kondisi mat item yg kurang fit agak mengganggu pikiran saya......hmmm tapi itu soal nanti yg penting sekarang tidur dulu.....gitu pikirku.....

to be continued.........

Monday, December 11, 2006

Mount Ijen Touring Report #4


Etappe IV : Hari Pendakian

Rabu, 12 Juli 2006

Terus terang sebenarnya hibernasi saya tidak mulus2 banget, beberapa kali selimut tersingkap dan langsung saja udara dingin menyengat menusuk bagian tubuh yang tidak tertutup selimut.....dan ini membuat saya beberapa kali terbangun. Seandainya saja saya bawa sleeping bag tentunya tidak akan tersiksa seperti ini. Mungkin sudah saatnya saya musti ganti box Givi yang lebih besar kali ya supaya bisa muat bawa sleeping bag.

Pukul 04.30 saya terbangun selain karena bunyi alarm hand phone saya juga karena saya mendengar langkah2 orang melintas didepan pondokan kami. Saya lihat keluar hari sudah mulai terang remang-remang (bingung juga saya jam segitu sudah mulai terang remang-remang kalau dijakarta masih gelap banget), saya lihat beberapa orang penambang melintas didepan pondokan saya membawa keranjang kosong.

Waah jelas gak mungkin ngeliat sun rise nih kalo kaya gini .....hehehe, tapi saya tetap segera menyiapkan barang-barang yang mau saya bawa kedalam Ransel saya. Biskuit, Kacang Sukro, Permen Karet, Permen Asem, Tripot serta handuk kecil saya masukan dalam ransel eiger ku, persediaan air sih sudah pasti gak ketinggalan. Kemudian saya siapkan juga kamera digital dan persediaan baterenya, hp ku karena gak ada sinyal di Paltuding ini saya matikan dan masukan kedalam tas pinggang.

Kegiatan selanjutnya yang gak kalah susahnya adalah membangunkan Arief, yang masih tidur meringkuk dalam selimutnya. Butuh waktu setengah jam lebih untuk membujuk dia bangun dan mengajaknya untuk siap-siap mendaki. Akhirnya arif bangun juga setelah dijanjikan bahwa setelah mendaki kita akan ke pemandian air panas.

Jam 05.30 kami mulai melangkahkan kaki menyusuri jalan pendakian ke kawah ijen. Udara masih sangat dingin saat itu, makanya arif selain mengenakan jacket saya pakaikan sarung tangan dan balaclava cadangan.

Jalanan menanjak yang kami lalui berupa jalan tanah dengan permukaannya berupa butiran pasir berwarna abu-abu, cukup licin jika tapak sepatu tidak punya kembangan. Bagian jalan yang sering dilintasi oleh penambang meninggalkan jejak berupa permukaan jalan yang berwarna hitam, hal ini dikarenakan pasir-pasirnya tersapu ke pinggir. Kira-kira kalau dilintasan sirkuit ini menunjukan racing line dari para penambang hehehe.

Menit-menit pertama berjalan sih, masih belum terasa apa-apa tapi setelah seperempat jam ....koq terasa napas mulai berat. Wah kacau juga nih stamina saya sudah jelek banget, memang sih lebih dari dua bulan terakhir ini saya absen dari olahraga badminton (terakhir ini ganti belajar tennis) maupun sepak bola (sebenernya saya main bola cuma buat menuh2in lapangan hehehe, tapi begitupun sampai saat ini saya sudah mengoleksi satu gol dalam pertandingan resmi – Final Samudera Cup 2005 hihihi).

Saya sendiri bukan jebolan pecinta alam, jadi tidak pernah tau gimana cara teknik berjalan mendaki gunung supaya tidak tersengal-sengal. Akhirnya saya pake jurus truk Fuso melibas tanjakan, biar pelan asal keep moving, toh kata pribahasa tak kan lari Gunung dikejar...iya kan. Sepanjang jalan saya sendiri berusaha mengajak arif ngobrol biar dia nggak ngerasa capek dan patah semangat untuk mendaki.

Dijalanan yang mendaki ini kami tidak saja berpapasan dengan penambang yang turun tapi juga didahului oleh penambang-penambang yang naik. Salah seorang penambang yang naik kami ajak ngobrol namanya kalo gak salah denger pak Sulastiono, kami tanya berapa banyak belerang yang bisa mereka angkut sekali jalan. Menurut dia rata-rata penambang disana bisa mengangkut 80 kg belerang sekali angkut, tapi kalo dia sendiri karena lagi capek dan tidak fit katanya cuma bisa mengangkut 60 – 70 kg.....(dalam hati saya 60 – 70 kg koq dibilang cuma...weleh2).

Mengangkut 80 kg itu artinya lebih berat dari berat badan saya yang 78 kg...hehehe wah kalo gitu kalo saya pingsan pasti si penambang ini mampu gotong saya kali ya....hihihi.

Ketika ditanya untuk berat 80kg belerang itu berapa uang yang mereka dapatkan, bapak ini menjawab sebesar Rp 35 ribu, kalo cuma 60 – 70 kg kata dia cuma sekitar Rp 29 ribuan dapetnya. Hmmm berarti sekilo kurang dari Rp 500,-..gile padahal jalannya jauh banget. Sayangnya saya lupa nanya daam sehari mereka bisa berapa kali bolak balik. Tapi dari hitung2an logika saya kira tidak akan lebih dari 3 kali. Karena waktu tempuh pulang pergi untuk yang sudah terlatih jalan seperti mereka mungkin 2 – 2.5 jam.

Kasihan juga melihat para penambang ini bekerja keras. Mereka memikul bongkahan-bongkahan belerang berwarna kuning dalam dua keranjang bambu yang dihubungkan dengan dua batang bamboo yang dijadikan satu sebagai pikulannya. Apabila mereka berjalan menuruni jalan setapak dengan memikul keranjang bermuatan penuh dibahunya, maka keranjang tersebut terayun lentur dengan mengeluarkan bunyi kriet-kriet yang khas. Bunyi kriet-kriet ini mengikuti ayunan langkah kaki sipenambang…… kadang kalau bahunya lelah, maka dengan terampilnya pikulan ini dipindahkan ke bahunya yang satu lagi.

Walau sekuat-kuatnya sipenambang ternyata mereka juga perlu beristirahat sejenak dalam perjalanan turun membawa bongkah-bongkah belerang tersebut. Pagi itu bahkan saya jumpai bukan cuma penambang yang berhenti sejenak untuk istirahat tapi malah beberapa penambang beristirahat sambil menyantap sarapan pagi mereka yang terbungkus daun.

Memperhatikan penambang yang turun dengan lincah dengan keranjang penuh belerang yang dipikulnya, kadang mengingatkan saya pada film-film kung fu. Mereka seperti biarawan-biarawan shaolin yang sedang berlatih kung fu dengan membawa dua beban dibahu…..hehehehe

Setelah beberapa kali berhenti untuk mengambil nafas - untungnya pengelola sudah menyediakan beberapa shelter untuk pengunjung beristirahat jika kecapekan mendaki – kamipun sampai di tempat penimbangan belerang, pos penimbangan belerang ini terletak satu kilometer dari puncak Ijen. Ditempat penimbangan ini kami beristirahat lagi, sebelum kami melanjutkan tahap akhir pendakian.

Ketika ada seorang penambang yang dating untuk menimbang bongkah belerangnya saya mencoba melihat angka timbangan dari belerang tersebut, dan ternyata memang beratnya 80 (delapan puluh) kilogram. Luar biasa bener-bener delapan puluh kilogram bo……

Setelah nafas kami terkumpul kembali kami segera melanjutkan tahap akhir pendakian. Kini pemandangannya berubah kalau tadi disekelilingi kami adalah pepohonan dan semak belukar yang rapat, kini pepohonan tersebut tidak banyak lagi, gerumbul-gerumbul perdu lebih banyak mendominasi. Efeknya ruang jadi lebih terbuka sehingga kami jadi bisa memandang sekeliling dari ketinggian, indah sekali, terasa sekali bahwa kami berada disuatu tempat yang cukup tinggi.

Karena kami tahu tinggal satu kilometer lagi sebelum puncak Ijen, ada semangat atau tenaga baru yang mendorong kami untuk mempercepat langkah agar sampai di tujuan. Pukul 07.30 (artinya kami butuh 2 jam untuk sampai kepuncak) kami akhirnya sampai di bibir kawah Ijen………Pemandangannya luar biasa, menakjubkan. Jujur saja ada rasa puas senang dan takjub jadi satu ketika kami sampai dikawah Ijen…..rasanya ingin berteriak senang Akhirnya biker dan boncenger ini sampai juga ke puncak Ijen setelah menempuh jarak lebih dari 1.000km dari jakarta. (mungkin bagi pendaki gunung sejati, rute pendakian kawah ijen ini cuma dianggap jalan-jalan sore aja, tapi bagi saya yang orang biasa-biasa saja tentunya ini kepuasan tersendiri)

Dihadapan kami terdapat cekungan luas kawah Ijen dikelilingi dinding kawah, didalam cekungan kawah tersebut terdapat danau kawah Ijen dengan airnya yang berwarna hijau tosca. Jauh dibawah ditepian danau kawah Ijen ada bagian berbatu-batu yang berwarna kuning dan mengeluarkan asap, itulah sumber belerang yang ditambang oleh penambang-penambang.

Dari atas bibir kawah penambang-penambang yang berada disumber belerang tersebut terlihat kecil…..sayangnya saya tidak membawa teropong untuk melihat dengan jelas bagaimana mereka menambang belerang. Sebetulnya ada jalan setapak menuruni dinding kawah ijen untuk mencapai tambang belerang tersebut, namun karena ada larangan selain penambang dilarang turun ke kawah, maka saya tidak turun kesana.

Pemandangan yang sangat indah ini segera saja saya abadikan dengan kamera digitalku. Beruntung saya membawa tripod sehingga saya bisa mengabadikan diri sendiri dan arif tanpa harus minta bantuan orang lain untuk mengambil gambar kami. Bordiran logo MiLYS yang terdapat dalam body protector saya bentangkan untuk saya abadikan, sebagai bukti bahwa member MiLYS sudah sampai di kawah Ijen, demikian juga dengan lambang Samudera Indonesia Bikers saya kibarkan.

Setengah jam lebih kami habiskan waktu untuk menikmati keindahan alam yang luar biasa ini, matahari yang bersinar cerah membantu kami untuk bisa melihat dengan jelas dinding-dinding kawah ijen, maupun pemandangan disekeliling kawah ijen yang mempunyai ketinggian 2.386m dpl (diatas permukaan laut) ini. Rasanya keindahan kawah ijen tidak kalah dengan keindahan Gunung Bromo, hanya saja bromo memiliki lautan pasir yg menakjubkan dan sarana wisatanya sudah lebih terkelola dengan baik.

Jam 08. lebih sedikit saya putuskan untuk turun gunung. Jangan dikira turun gunung lebih enak dari pada mendakinya lho, ternyata sama beratnya, saya malah sempat beberapa kali terpeleset. Betis saya terasa kencang menahan berat badan saya, lutut saya juga gemetar kelelahan. Sama seperti berangkatnya ternyata perjalanan turun ini saya juga butuh berhenti beberapa jenak untuk mengatur nafas, dan memberikan kesempatan lutut dan betis kembali normal.

Namun kali ini karena menurun dan didorong gaya gravitasi kali ya hehehe.....ternyata perjalanan turun lebih cepat dibandingkan pada saat naik. Rute turun kami tempuh dalam 1.5 jam, sehingga jam 09.30 kami sudah sampai di Pondokan.....Tentu saja dengan kaos yang basah dengan keringat dan nafas tersengal serta kaki-kaki yang kelelahan.

Karena sudah jam 09.30 dan kami baru turun dari Kawah Ijen, maka saya membatalkan opsi ke Banyuwangi dan Taman Nasional Alas Purwo di Blambangan, - waktunya tidak memungkinkan. Dari Paltuding ini memang ada jalan yang menuju Banyuwangi, dengan jarak 33km, sementara TN Alas Purwo masih 60 km lagi dari Banyuwangi ke arah tenggara. Sebagai gantinya kami mengexplore lebih dalam daerah seputar Ijen ini, yaitu ke daerah Blawan dimana disini ada objek wisata, pemandian air panas, air terjun dan goa kapur serta pemandian damar wulan.

Saya sih pinginnya segera berangkat menuju Blawan, tapi ternyata lama juga waktu yang kami butuhkan untuk menormalkan kembali tubuh setelah kecapekan mendaki tadi. Akhirnya baru jam 11.00 kami bisa meninggalkan paltuding menuju Blawan.

Tidak terlalu sulit untuk menuju ke arah Blawan, karena kemarin waktu kami naik ke Paltuding kami melewati papan penunjuk jalan ke Blawan. Yang agak sulit adalah kondisi jalannya setelah melewati pemukiman pekerja perkebunan, jalannya ternyata terdiri dari batu-batu kali, jadi ya pating gronjalan gitu deh...

Jam 11.30 an kami tiba di pemandian air panas.....hmm jangan dibayangkan pemandian air panas ini seperti di Ciater atau di Cimanggu – Bandung Selatan sana ya. Pemandian air panas ini sederhana banget cuma terdiri dari 2 kolam untuk berendam. Memang sih ada bangunan kamar2 mandi untuk yang ingin mandi air panas diruang tertutup, tapi semuanya sudah tidak berfungsi.

Ketika kami datang hanya ada satu orang pengunjung yg datang, itupun dia baru selesai berendam, jadi ya sepi banget. Setelah membayar tiket masuk sebesar Rp 2000.- per orang, Arif segera saja buka baju dan menceburkan diri ke kolam air panas tersebut.....byurr wah seneng banget dia kalo udah main air kayak gini. Tidak lama kemudian saya pun menyusul arif untuk berendam dan mandi di kolam air panas ini......soalnya sejak di Paltuding saya gak berani mandi.....airnya dingin banget seperti air es......hehehehe

Ternyata enak juga berendam di air panas setelah tubuh kecapekan mendaki tadi, makanya mandinya jadi kelamaan. Akibatnya kami baru meninggalkan Blawan jam 12.30 setelah sebelumnya melihat air terjun (lokasinya berdekatan dengan pemandian ini), tapi kami gak mampir di gua kapurnya padahal satu lokasi dengan air terjun tapi agak memutar sedikit, soalnya telapak kaki saya nyeri setelah mendaki tadi....gak tau kenapa, jalan saya agak terpincang-pincang.

Kami lanjutkan perjalanan menuju sempol, dan disini kami sempatkan untuk santap siang, baru jam 13.30 kami lanjutkan perjalanan menuju Bondowoso dengan sasaran akhir adalah Lumajang. Rute lengkapnya adalah Sempol-Bondowoso-Jember-Lumajang dengan jarak sekitar 168 km.

Terus terang pendakian pagi tadi sangat menguras tenaga kami, selain kaki yang masih terasa pegel dan telapak yang nyeri kerasa banget stamina drop. Saat itu satu-satunya keinginan adalah segera tiba di Lumajang untuk istirahat. Makanya motor saya jalankan cukup cepat, apalagi jalanannya di dominasi turunan terus. Sempol – Bondowoso kami tempuh kurang dari satu setengah jam; kemudian Bondowoso-Jember juga kurang dari satu jam. Hal ini disebabkan juga faktor jalanannya yang mendukung jalanannya mulus – besar dan menurun, kecepatan bisa 80 – 90 Kpj.

Kami berhenti isi bensin dulu di Jember, selanjutnya mat item kami geber lagi menuju Lumajang. Kondis jalan Jember – Lumajang sangat baik, mulus dan lebar, serta relatif datar. Mat item saya ajak lari sampai 100-110 kpj di trek ini, karena memang treknya benar2 memungkinkan untuk digeber tanpa takut ada lubang menghadang. Harapan saya untuk bisa masuk Lumajang sebelum pukul 17.00 akhirnya tercapai, ketika kami berhasil tiba dirumah Sepupuku pada jam 16.55. Rasanya inilah etappe tercepat yang bisa saya selesaikan, karena hanya butuh 3.5 jam saja untuk jarak 168km an.

Sampai di Warung Gunung Wonorejo (WGW) tempat sepupuku ini(sepupuku – Mas Belo ini mengusahakan resto dengan nama Warung Gunung Wonorejo letaknya 100m dari terminal bis Lumajang arah ke Probolinggo), ternyata tuan rumah sudah berangkat ke Malang siang tadi. Tapi tuan rumah sudah pesen kepada yang jaga rumah kalo kami mau datang dan agar diterima dengan baik. Jadi saya gak perlu kuatir bakalan terlantar hehehehe....

Motor segera saya masukan halaman samping WGW, Resto WGW ini menempati tanah yg cukup luas, kebetulan tuan rumah ini hobby tanaman dan memilhara hewan....dibagian belakang ada dibuat semacam pendopo untuk lesehan, halaman belakang ini teduh dan hijau dengan berbagai tanaman, sedangkan hewan piaraannya cukup banyak ada angsa, burung beo, ayam kate dan juga rusa.

Anak-anak tuan rumah semuanya kuliah di surabaya dan ada juga yg sudah bekerja di jakarta dan jogya, sehingga banyak kamar kosong dirumah ini saat saya datang menginap. Saya segera bongkar side bag dari mat item untuk dibawa ke kamar tempat saya menginap, sambil membongkat saya lihat trip meter mat item scorpioku ternyata menunjukan angka 1.301 km.

Malam itu setelah membuat beberapa catatan saya segera pergi tidur, walaupun badan masih terasa letih tapi ada rasa puas bahwa satu misi telah selesai, tinggal ada satu misi lagi yang harus diselesaikan besok, yaitu menghadiri resepsi pernikahan keponakan saya di Malang..........

Mount Ijen Touring Report #3


Etape ketiga : Mojokerto – Pasuruan – Probolinggo – Bondowoso – Ijen = 255km

Selasa, 11 Juli 2006

Pagi ini saya bangun dengan agak lebih bersemangat, karena sasaran misi pertama yaitu ke Ijen sudah semakin dekat, yang kedua jarak yang harus saya tempuh hari ini tidak sepanjang hari-hari sebelumnya artinya jika semua beres maka kami bisa sampai tempat tujuan saat matahari masih terang, tidak seperti sebelum-sebelumnya dimana selalu masuk tempat yang dituju pada saat hari sudah gelap.

Pukul 08.30 saya keluarkan Mat Item Scorpioku yg tampangnya sudah makin dekil dari teras kamar dan kemudian bersama arif menungganginya untuk memulai etape ketiga saya. Hari ini saya harus mengambil arah ke Gempol kemudian ke arah Pasuruan dan Probolinggo. Untungnya tidak sulit untuk keluar dari Mojokerto untuk menuju kota tujuan berikutnya, disini peranan rambu penunjuk jalan sangat membantu kami.

Mungkin karena masih diseputaran Kota Surabaya yang merupakan jantung perekonomian Jawa Timur, maka lalu lintas di Mojokerto – Gempol ini terasa padat dan aktif sekali pagi itu, truk-truk lalu lalang berjejalan dengan bis penumpang maupun angkutan kota yang isinya padat oleh penumpang terasa sekali geliat aktifitas kota besarnya. Padahal suasana yang saya sukai adalah suasana pedesaan, dimana waktu seakan berjalan melambat, tenang, tentram dan mengalir alami penuh kedamaian, tidak ada rush hour, tidak ada ketergesa-gesaan.

Makanya senang sekali saya ketika kami akhirnya bisa meninggalkan semua kesibukan dan kepadatan tersebut, setelah sarapan di Pasuruan kami sekarang berada di jalur Pasuruan – Probolinggo yang jauh lebih lengang dibanding jalur Mojokerto – Gempol. Jalanan berupa aspal mulus dan baik. Truk-truk pengangkut tebu banyak sekali kami jumpai dijalanan. Demikian juga dengan kebun2 tebunya kalau melihat ini semua rasanya memang sepantasnya kita tidak perlu impor gula ya.....; rasanya memang ada yang salah pada kebijakan pertanian dan perdagangan kita.....mungkin para menteri ini mesti lebih sering solo turing naik motor liat langsung kondisi kebun2 tebu kita kali ya....hehehe

Dijalanan saya juga sering kali menjumpai iring-iringan sepeda onthel yang mengangkut sisa-sisa daun tebu, entah untuk apa? mungkin untuk pakan ternak mereka kali ya. Iring-iringan sepeda onthel pengangkut daun tebu ini memberikan nuansa yang lain di jalanan luar kota ini, sebuah kombinasi yang kontras dengan truk-truk pengangkut tebu yang dengan angkuh menderu dijalanan melambangkan modal kuat dan modernitas sementara si sepeda cerminan alat angkut traditional, tua reyot tapi arif dan bijak – gak bikin polusi soalnya.......

Kontur jalanan Pasuruan – Probolinggo – Paiton ini adalah datar, sejajar pantai utara jawa timur, karena konturnya yang datar dan relatif terbuka serta tepi pantai maka terpaan angin sangat kuat saya rasakan, beberapa kali mat item yang saya pacu di 80kpj, bergeser dihantam terpaan angin dari samping. Apalagi saat itu adalah musim kemarau hembusan anginnya terasa kering, jam saat itu sekitar pukul 11.00 an kebayangkan panasnya.......

Barulah pas di PLTU Paiton jalannya berubah naik turun dan berliku-liku melintasi punggung perbukitan dengan tumbuhan hutan jati. Pemandangan di paiton ini cukup indah karena dari atas perbukitan kita bisa melihat ke laut lepas.

Besuki adalah kota yang kami kunjungi setelah paiton lewat, dimana dari kota Besuki ini kami mengambil arah ke selatan menuju kota Bondowoso. Besuki sendiri berjarak 72 km dari Probolinggo sedangkan untuk menuju Bondowoso masih harus menempuh jalan sejauh 28 km, dengan melewati perbukitan hutan jati. Di Besuki ini banyak ditanam orang tembakau, konon tembakau Besuki cukup dikenal.

Perbukitan hutan jati yang akan kami lalui untuk menuju Bondowoso ini sangat terkenal dengan panoramanya yang indah, nama daerah ini adalah Arak-Arak, dan kenyataannya memang panoramanya sangat indah. Jalannya yang mulus naik turun berkelok-kelok menyusuri punggung perbukitan hutan jati yang meranggas di musim kemarau sangat tidak membosankan. Mata ini seperti dimanjakan dengan pemandangan yg segar, jauh dari pemandangan hutan beton Jakarta.

(Notes: foto-foto turing ijen lihat di http://photos.yahoo.com/arkanantoimam)

Kalau kami menyempatkan diri berhenti di arak-arak bukan semata karena lelah melainkan ingin menikmati pemandangan lebih lama sambil minum air kelapa muda dingin.......uiiiiih nikmat dan segernya. Bayangkan dari atas perbukitan memandang ke dataran lepas dibawah sana, di siang terik dan disemiliri angin perbukitan sambil minum air kelapa muda......uuenak tenan rasanya pengen berlama-lama disana.

Akhirnya kami lanjutkan perjalanan setelah mengambil beberapa foto panorama arak-arak tadi, Bondowoso tidak terlalu jauh lagi. Jalanan yang menurun menuju Bondowoso mempercepat kami tiba di kota tersebut, belum lagi pukul 13.00 ketika kami tiba di Bondowoso. Kami sempat bertanya jalan menuju ke kawah Ijen, dan ternyata jalannya mudah saja yaitu kami harus mengarah ke Situbondo, nanti sekitar 8 – 9 km setelah keluar kota Bondowoso ada pertigaan dengan penunjuk arah ke kawah Ijen.

Benar saja setelah berjalan keluar kota Bondowoso sekitar 8 – 9 km kami jumpai papan rambu penunjuk arah dimaksud. Segera saja motor saya belokan ke arah jalur jalan yang menuju Ijen. Rute yang akan kami tempuh ini adalah Bondowoso – Sempol (53 km an) kemudian dari sempol ke Paltuding sekitar 7 km. Paltuding ini pos terakhir sebelum mendaki ke ijen sejauh 3 km.

Jalanan menuju sempol ini pemandangannya khas jalanan luar kota di Jawa, dikiri kanan jalan ditanam orang pohon asam jawa, berkilo-kilometer pohon asam jawa ini berjajar rindang menaungi jalanan, membuat jalanan menjadi teduh. Kalau dilihat dari pokok batangnya yang cukup besar dan ranting daun serta buah asam jawanya yang begitu lebat, kelihatannya usia pohon asam jawa ini sudah puluhan tahun. Saat itu entah sedang musimnya berbuah atau tidak yang jelas banyak warga yang memunguti asam jawa yang berjatuhan, saya lihat bisa sampai satu karung asam jawa yang terkumpul. Terus terang saya salut dengan orang yang memberi ide untuk menanam asam jawa ditepian jalanan ini karena artinya dia punya visi yang jauh kedepan bahwa pohon ini akan bermanfaat bagi banyak orang kelak sekian puluh tahun mendatang.

Pepohonan lain yang biasa ditanam orang dijalanan pedesaan atau jalan luar kota di pulau Jawa ini adalah pohon Kapuk Randu. Bentuk pohonnya khas dengan batang ranting yang satu-satu memanjang, kalau lagi musimnya buah kapoknya bergelantungan, kadang kapuk nya berterbangan ditiup angin.

Sedangkan pohon beringin biasanya ditanam orang ditengah alun-alun kota-kota dijawa mungkin sebagai simbol pusat pemerintahan, tapi kalo kita lihat pokok beringin rindang ditengah areal persawahan biasanya sih itu pekuburan desa dan biasanya pohon kamboja mengelilingi si pohon beringin ini.

Aspal mulus menuju sempol ini ternyata berakhir setelah bertemu simpangan dimana yang lurus menuju sumber wringin sedangkan yang menyerong ke kiri menuju sempol – ijen. Jalanan kali ini mulai tidak terlalu mulus, lubang di jalan berserakan, dibeberapa tempat aspalnya terkelupas, tapi masih bisa dilalui dengan enak sih. Jalanan juga tidak lagi datar seperti tadi tapi mulai berkelok-kelok menanjak.

Pemandangan juga mulai berubah jika siang tadi kami disuguhi hutan jati yang meranggas, kini dihibur dengan keteduhan hutan pinus. Bener-bener pemandangan yang menyegarkan, apalagi sekarang AC alam mulai dinyalakan maksudnya udara mulai berubah menjadi udara sejuk pegunungan. Hmmm nikmatnya menghirup udara yang bersih dari polusi.

Dihutan pinus ini kami berhenti sejenak untuk menikmati keteduhannya dan juga mengambil beberapa foto untuk dokumentasi perjalanan. Ketika lagi asik mengambil foto dari seberang jalan, tiba-tiba mat item yang saya parkir dengan standar samping, terjerembab.....gubraaakkk, helm saya yg ditaruh diatas tangki terpental dengan keras dan ngegelundung ditanah.....; Astaghfirulah....ada apa ini....kaget saya dengan kejadian tsb, segera saya berlari menghampiri mat item yang rebah ditanah, saya coba dirikan.....uuuh ampun berat banget, setelah dibantu Arif akhirnya mat item bisa saya dirikan lagi.....

Saya perhatikan tempat saya tadi standar samping mat item,.....hmmm ternyata tanahnya empuk pantesan jatuh; berarti saya yang teledor.....saya agak mangkel dengan kejadian tersebut, memang sih tidak ada kerusakan sama sekali....tetapi kenapa juga harus pake acara roboh kayak gitu.......namun setelah merenung lebih dalam saya bersyukur juga, untungnya acara robohnya mat item tidak pada saat kami tunggangi atau helm yg mental dan gelundungan ditanah itu untungnya pas tidak ada kepala saya didalam situ. Jadi tampaknya ini sih message dari yang Maha Kuasa supaya saya tetep hati-hati di jalan dan tetap bersyukur serta selalu mengingatNYA.

Setelah kejadian tadi saya segera lanjutkan perjalanan, sampai akhirnya kami tiba di pos penjagaan PT. Perkebunan Nusantara XII (?), disini kami harus lapor ke pos penjagaan, seperti biasa menuliskan nama pengunjung, alamat, tujuan kunjungan dan jumlah rombongan, udah gitu boleh jalan lagi.

Jalanan di kawasan perkebunan kopi ini sangat baik mulus dan terawat, beda sekali dengan jalan sebelumnya yang berada diluar kawasan perkebunan. Pemandangannya juga menarik kali ini kita disuguhi pemandangan hamparan kebun kopi dan kelihatannya sedang berbuah juga, terlihat dari kesibukan pekerja perkebunan dan beberapa pick up yang mengangkut karung-karung hasil kopi yg baru dipanen.

Dikawasan perkebunan ini tampaknya juga diusahakan sebagai kawasan agro wisata, ini terlihat dari terdapatnya tiga lokasi hotel atau penginapan milik perkebunan ini masing-masing di Catimor-Blawan, Jampit I di Kalisat/jampit dan Jampit II juga di kalisat. Tadinya kami akan menginap disini, namun setelah mendapat keterangan bahwa di Paltuding juga ada penginapan maka saya memutuskan untuk menginap saja di Paltuding. Pertimbangan saya adalah karena tujuan saya yang utama ke wilayah Ijen ini adalah untuk mendaki Kawah Ijen, maka sebisa mungkin saya harus mendekat ke kawah Ijen, kalau saya menginap di daerah jampit-kalisat ini maka untuk ke Paltudingnya saja harus menempuh sekitar 10 km, sementara untuk ke kawah Ijen harus jalan kaki lagi sejauh 3 km.

Dengan pertimbangan tersebut maka kami tidak mengunjungi lokasi penginapan yang dikelola perkebunan, melainkan langsung menuju ke paltuding. Setelah melewati pos yang kedua disini ritualnya juga sama melapor dan menulis dibuku tamu, maka akhirnya kami melewati pos ketiga dan terakhir disini lagi-lagi melapor dan menulis di buku tamu. Setelah melewati pos yang ketiga ini artinya kami sudah keluar dari kawasan perkebunan dan menuju ke Paltuding, jalanan masih tetap mulus, naik turun dan berliku tapi agak lebih sempit dibanding jalan didalam kawasan perkebunan, pemandangannya tidak perlu diragukan; indah tenaan........kalau saja bawa handycam mungkin pemandangannya bisa terekam lebih sempurna......

Setelah melewati beberapa tanjakan yang cukup panjang dan tinggi, kami tiba di Paltuding pos terakhir sebelum mendaki Kawah Ijen, pos ini berada diketinggian 1850m dpl (diatas permukaan laut). Semua kendaraan yang ingin ke kawah ijen berhenti disini, tersedia lapangan parkir yang luas (cukup banget kalo buat kopdar para biker...hehehe), camping ground dan beberapa bangunan penginapan, kemudian juga ada beberapa warung dan tentunya bangunan-bangunan kantor pengelola daerah wisata ijen. Kalau tidak salah dikelola oleh Pelestarian Hutan dan Perlindungan Alam (PHPA?) Taman Nasional Alas Purwo, wah berarti cakupannya luas juga pengelola ini, soalnya Alas Purwonya sendiri berada di Blambangan letaknya.

Uuuh lega sekali rasanya sudah sampai di Paltuding, Setelah memarkir mat item, sambil melakukan peregangan saya ambil nafas dalam-dalam mengisi rongga dada ini dengan udara bersih pegunungan di ketinggian 1800m dpl....wuih seugeeer nya.... mana udaranya sejuk banget lagi, Suasananya tenang tidak banyak orang yang ada di paltuding saat itu maklum jam saat itu menunjukan pukul 15.30, matahari sore pun masih bersinar terang tapi tidak terasa panas sama sekali soalnya kalah dengan sejuknya udara.

Saya melapor ke kantor pengelola sekaligus mencari penginapan, petugas menerima kami dengan ramah, mereka geleng2 kepala keheranan ketika tau kami dari jakarta dengan mengendarai motor. Dari petugas tersebut kami ditawari dua jenis penginapan ada yang Rp 135.000 per kamar/malam ada juga yang Rp 65.000,- semua fasilitasnya sama kamar mandi di luar, dan tidak ada tivi maklum listriknya juga pake genset. Saya pilih yang Rp 135.000,- karena saya lihat viewnya lebih enak yaitu menghadap ke arah camping ground dan kayaknya lebih nyaman (padahal sih sama aja bangunannya sederhana rumah panggung semi permanen dengan dinding papan hehehehe namanya juga penginapan untuk pecinta alam, jadi jangan dibayangkan atau dibandingkan dengan penginapan seperti disebuah resort ya.....).

Yang unik motor saya disuruh masukan kedalam kantor pengelola, saya lihat memang motor-motor dinas si petugas juga dimasukan dalam kantor tersebut, mungkin untuk keamanan di malam hari kali ya. Apa iya ada maling yg jauh2 dateng ke paltuding buat maling motor ya?.....batin saya ketika mendorong mat item untuk dimasukan ke dalam kantor pengelola. Sambil memasukan mat item saya lirik trip meter Mat Item, menunjukan angka 1.133 km......hmm sudah hampir separuh perjalanan yang kami tempuh dan sejauh ini lancar semua Alhamdulillah...............

Setelah unpacking barang bawaan kami dan kami taruh dikamar, saya dan arif pun melakukan orientasi lapangan seputaran paltuding ini khususnya adalah untuk menemukan posisi warung makan, soalnya belom makan siang karena keasyikan jalan melihat panorama yang indah, terakhir kali perut diisi air kelapa di arak-arak siang tadi. Untungnya tidak sulit menemukan warung tersebut memang hanya warung kecil yg sederhana, menjual mie rebus, mie goreng dan nasi goreng – tapi sangat vital artinya buat kami saat itu soalnya udah laper banget. Kami pesan nasi goreng dan telor mata sapi,.......benar2 kombinasi yang nikmat udara yang dingin perut yang lapar dan sepiring nasi goreng yg masih hangat dan segelas teh nasgitel (panas, legi dan kentel)...... kontan segera saja nasi goreng ini berpindah tempat dari piring kami kedalam perut kami yg kelaparan kemudian ditutup dengan seruput teh panas....ueenak tenan....(Arif nambah sepiring lagi nasi gorengnya......hehehe)

Setelah santap siang yang kesorean, saya kumpulkan informasi dari petugas mengenai pendakian ke Kawah Ijen, menurut mereka pendakian paling bagus sih jam 03.00 pagi karena perjalanan kesana butuh waktu 1 – 1,5 jam supaya bisa lihat matahari terbit. Dan jalan menuju kesana cukup mudah karena hanya satu jalan tidak ada percabangan sehingga tidak mungkin kesasar.

Bahkan menurut si petugas mendaki malam-malam untuk tanggal sekarang ini dimungkinkan karena saat ini bulan sedang bersinar penuh, dan cuaca terang karena musim kemarau. Kalau mendaki malam-malam bisa terlihat bara api dari sumber belerang di kawah ijen nya demikian penjelasan tambahan beliau.

Mendaki malam-malam....uuh nggak deh, kalau yang dini hari jam 03.00 sih mau juga tuh....tapi apa mungkin bangun jam segitu.....hehehehe....kayaknya sih mission imposible deh.

Setelah informasi terkumpul kami kembali ke kamar maksudnya mau istirahat tidur-tiduran, lho tapi koq makin dingin jadi ya selimutan deh..... tapi akhirnya bablas.......tidur beneran.....badan capek, perut kenyang udara dingin dan selimutan apalagi yang paling enak kalo tidak ber-hibernasi....(tidur panjang seperti beruang dimusim dingin).....hehehehe

Saya terbangun jam 19.00, cahaya bulan menerobos masuk kamar dari kaca jendela yang kordennya sengaja saya buka, sinar bulan ini cukup kuat menerangi kamar kami yang tanpa penerangan – saya coba menyalakan lampu tapi tidak menyala, saya coba dengarkan dikeheningan malam itu dan memang tidak terdengar suara genset hmm mungkin karena terang bulan mereka tidak menyalakan gensetnya kali ya.... Udara dingin sekali saat itu, saya turun dari tempat tidur dan coba ambil jacket yang saya gantung di dinding papan untuk saya kenakan. Waaks jacketnya aja ternyata sudah menjadi dingin banget.....

Segera setelah mengenakan jacket saya berjalan keluar menuju teras pondokan,....brrr udara dingin langsung menyergap saya begitu saya ada diluar. Pemandangan diluar indah sekali, benar kata petugas tadi sore bahwa malam ini terang bulan. Langit cerah dan bersih sekali bintang-bintan bertaburan, berkerlipan, sementara itu permukaan bumi bermandikan cahaya bulan, tidak gelap total tapi temaram....saya sapukan pandangan saya ke segala arah... suasananya hening damai dan indah sekali. Seandainya dinginnya tidak menusuk tulang ingin sekali saya berlama-lama berjalan bermandikan cahaya bulan......tapi dinginnya itu lho gak nahan banget.

Akhirnya kembali berselimut dan ber hibernasi adalah pilihan yang saya ambil, karena tidak tahan dinginnya....”uuhh gimana mau mendaki jam 03.00 kalau seperti ini dinginnya.....besok pagi-pagi aja deh mendakinya kalau sudah terang aja dan sudah lebih hangat.”....begitu pikirku sambil meringkuk dibawah selimut meneruskan hibernasi ku...........zzzzzzzzzzzzzzz.....zzzzzzzzzzz

Mount Ijen Touring Report #2


Etape Kedua : Batang – Semarang – Blora – Bojonegoro – Mojokerto = 388km

Senin 10 juli 2006,

Setelah packing saya lakukan pengecekan kondisi mat item scorpioku, kebocoran oli dari tutup cover Four makin parah, olinya mbleber ...(hehehe istilahnya keren ya) sampai ke sirip-sirip pendingin mesin, hitam dan kotor...duh sedih ngeliatnya. Saya intip lubang aquarium oli untuk liat ketinggian oli wah koq sekarang posisinya sudah ditengah-tengah antara garis maksimum dan garis minimum...berarti mat item mengalami dehidrasi lebih parah dari yg saya duga...gawat juga nih musti beli oli buat nambahin. Sebelum turing mat item memang sudah mengalami gejala dehidrasi tapi gak parah2 amat paling setelah 1500 km baru keliatan oli agak berkurang sedikit.

Saya juga cek setelan rem belakang, soalnya kemarin waktu di cadas pangeran terasa banget rem belakang agak dalem. Ternyata setelan remnya baut ulirnya sudah hampir mentok, artinya kampasnya sudah hampir habis.....wah padahal masih ratusan kilometer lagi nih yg mesti ditempuh dengan kondisi jalan yang bermacam-macam.

Tidak mau ambil resiko saya putuskan nanti di Semarang harus mampir ke bengkel yamaha untuk ganti oli sekaligus ganti kampas rem belakang.

Pagi itu sekitar jam 08.30 setelah sarapan saya dan arif kembali menunggangi mat item menuju semarang, sempet ngisi bensin dulu sebanyak Rp 38.500,- lalu motor kami pacu menyusuri jalur alas Roban. Alas Roban tidak lagi angker seperti dulu sekarang lebih cocok disebut sebagai Boulevard Alas Roban, karena jalurnya sudah lebar dan ada pemisah jalannya, masing-masing ruas memiliki 2 lajur. Kondisi aspalnya mulus pokoknya memungkinkan untuk memacu kendaraan cukup cepat dengan aman dan nyaman, kelokan-kelokannya juga cukup lebar buat penyuka rebahan.

Kondisi jalan yang mulus dan lebar ini terus bertahan sampai kota Kendal maupun sampai menjelang masuk kota Semarang. Walaupun jalan mulus mat item saya pacu hanya 80-90 kpj saja, seperti biasa saya harus jaga kondisi motor dan nikmati perjalanan.

Mendekati pukul 10.00 saya sudah memasuki kota semarang, meskipun jalanan masih lebar tapi tidak semulus tadi sekarang jalanan bumpy dan mulai padat dengan angkot dan kendaraan lainnya. Saya terus masuk ketengah kota dengan menyusuri jalanan yang mulai padat merayap dan mata saya harus awas setiap kali bertemu dengan simpang lima (coba deh perhatikan di Semarang banyak banget bunderan dengan simpang jalan lebih dari empat), saya harus perhatikan penunjuk arah ke kota Purwadadi, dan untungnya rambu ini cukup jelas.

Sambil menyusuri jalan mata saya juga mencari-cari bengkel Yamaha yang cukup besar, soalnya untuk motor kelas premium seperti Scorpio ini biasanya bengkel kecil jarang punya stock spare partnya. Akhirnya di Padanaran saya jumpai Bengkel Yamaha besar persis seperti bengkel Flag Shop Yamaha di Cempaka Putih Jakarta, besar dan mewah. Sayangnya waktu saya tanya kampas rem belakang scorpio mereka bilang sedang kosong, mereka sarankan untuk ke bengkel Yamaha di Pedurungan. Akhirnya saya menuju bengkel Yamaha di Pedurungan ini, untungnya bengkel ini letaknya searah dengan jalan yang menuju Purwadadi jadi saya gak perlu muter-muter.

Bengkel Yamaha di pedurungan ini juga besar tapi bentuknya tidak seperti bengkel flag shop yang mewah, disini spare part yang saya cari komplit tersedia, maka jadilah saya ganti oli dan kampas rem belakang. Harganya sama seperti di Jakarta saya habis Rp 72.000,- (kampas rem Rp 24.500, olie Rp 40.000 –( 2 botol yamalube) sisanya ongkos pasang). Setelah menghabiskan sepiring rujak buah yang segar dan dua botol soft drink, akhirnya pekerjaan ganti kampas rem dan ganti oli ini selesai juga. Sisa olie saya bawa pulang saya taruh diatas tangki mat item dengan menggunakan jaring elastis (cargo net) sebagai pengikatnya. Jam 11.00 siang saya tinggalkan bengkel untuk lanjutkan perjalanan ke Purwadadi...aduh panasnya kota semarang....ampun deh.

Waktu solo turing ke Surabaya, Januari 2006 lalu saya mengambil rute pantai utara jawa yaitu lewat Demak, Kudus, Lasem dan Tuban; turing kali ini saya ambil jalur agak lebih keselatan yaitu Purwadadi, Blora, Cepu dan Bojonegoro. Memang jalur ini suasananya agak lebih dingin daripada lewat jalur utara, namun dari segi kondisi jalan raya jalur utara lebih mudah untuk mengembangkan kecepatan, karena walaupun jalannya berlubang tapi relatif lebih sepi.

Sedangkan jalur Purwadadi ini jalannya cukup padat dengan kendaraan, kemudian kondisinya bergelombang, bukan bumpy lagi menurut saya tapi pating mleyot-mleyot gak karuan....(isitilahnya bener gak ya....hihihi). Dijalur ini kita harus cukup awas apakah permukaan jalan cekung atau cembung dan miringnya ke arah mana, shock breaker dan kaki-kaki motor kerja keras mengikuti ayunan dan ajrut-ajrutannya motor. Dijalur ini saya hanya bisa mengembangkan kecepatan di 60 – 75 kpj... kasihan motornya apalagi dalam kondisi full loaded seperti ini (box Givi + Side Bag + Boncenger + Rider).

Jalur Purwadadi ini menyadarkan saya akan keagungan ciptaan Allah, ternyata Allah menciptakan manusia ini lengkap dengan super komputer dengan prosesor high speed yg luar biasa. Bayangkan dalam kecepatan 70kpj, mata saya menyapu permukaan jalan, melihat apakah permukaannya rata atau tidak data ini seketika itu juga terekam di otak yg merupakan prosesornya, kemudian mengambil keputusan apakah jalan didepan bisa dilibas dengan cukup aman, atau perlu direm atau harus dihindari, keputusan ini diteruskan ke anggota badan seperti tangan atau kaki untuk dilaksanakan, semua proses ini berlangsung dalam hitungan mili detik mungkin nano detik dan proses ini berlangsung terus menerus, sambil sensor-sensor lainnya mempertahankan keseimbangan dan laju motor...(multi tasking)....luar biasa. Mungkin selama ini kita naik motor ya naik motor begitu saja, tapi kalo dikaji ternyata tubuh kita ini memiliki sensor-sensor, prosesor super cepat dan sistim motorik yang membuat kita mampu mengendarai motor......Subahanallah, Maha Suci Allah.

Tidak terasa akhirnya saya tiba di Purwadadi sekita pukul 12.15 siang, karena perut sudah laper apalagi dengan jalan yg bergelombang sehingga menuntut konsentrasi tinggi badan juga menjadi terasa lelah, ditambah matahari lagi lucu-lucunya bersinar, maka saya putuskan untuk istirahat dan santap siang dulu.

Menjelang pukul 13.00 kami lanjutkan perjalanan, kondisi jalan masih sama mleyot-mleyot gak karuan, tapi sekarang saya sudah lebih terbiasa melibasnya sehingga kecepatan sesekali mencapai 80kpj. Sehingga kota Blora kota sesudah Purwadadi kami lalui dengan cepat.

Adalah kota Cepu yang menyambut kami di Propinsi Jawa Timur, dan yang membuat kami senang kondisi jalanan di jawa timur lebih baik tidak mleyot-mleyot lagi. Buat Arif boncenger saya juga menyenangkan karena dia bisa tidur lebih enak dijalur ini, saya tau kalo dia tidur pasti tangannya ngganduli ransel saya dan kepalanya disandarkan dipunggung kiri atau punggung kanan saya. Berat memang saya seakan naik motor sambil gendong orang di punggung tapi buat saya lebih aman, karena tau posisi dia, dan titik berat jadi satu berada ditengah di posisi rider.

Jam sudah menunjukkan pukul 16.00 ketika kami sampai di Bojonegoro, kami disini mengisi bensin lagi Rp 30.000,- dan juga istirahat untuk sholat Dzuhur dan Ashar. Saya review perjalanan sejenak, kelihatannya hari ini kami bakal terlambat dari schedule yg direncanakan, karena kota yang dituju hari ini adalah Mojokerto dan itu masih sekitar 110km lagi. Saya teringat kami kehilangan waktu hampir satu jam di Semarang tadi karena ganti oli dan ganti kampas rem belakang, jadi wajar kalo kami terlambat dari jadwal.

Kami segera melanjutkan perjalanan mengingat kota yg kami tuju - Mojokerto masih cukup jauh. Sengaja saya memilih menginap di Mojokerto bukan di Surabaya dikarenakan saya ingin menghindari jalur macet akibat luapan lumpur panas di sidoarjo – porong. Nanti dari Mojokerto kami akan ambil jalur Gempol – Pasuruan – Probolinggo jadi kembali ke jalur utara lagi.

Untunglah jalanan di Jawa Timur ini lebih mulus, sehingga kami segera tiba di kota Babat (34km dari Bojonegoro) dengan cepat, dari Babat kami mengambil jalur yang ke selatan ke arah Ploso – Jombang. Jalur ini mulus dan pemandangannya cukup menarik sedikit berkelok-kelok dan naik turun karena memotong perbukitan hutan jati. Pemandangannya menjadi menarik karena saat itu matahari sore menjelang terbenam, warna langit semburat kemerah-merahan, sisa-sisa cahaya ini menembus sela-sela pepohonan jati yang daunnya meranggas karena musim kemarau. Sangat indah...jadi siapa bilang sunset hanya indah kalau di pinggir pantai saja.

Adzan Magrib sudah terdengar ketika kami tiba di Ploso (kota sebelum Jombang), dari ploso ini kami langsung mengambil jalan yang ke arah Mojokerto. Jalannya kelihatannya seperti menyusuri sungai, karena disebelah kanan saya ada gundukan seperti tanggul sungai (sungai berantas kah?), tidak terlalu jelas karena sudah mulai gelap. Jalan ini juga tidak terlalu lebar karena jika ada truk besar yang lewat maka mobil berlawanan arah harus ekstra hati2 supaya tidak senggolan dengan truk tsb.

Setelah menyusuri jalan ini cukup lama dan menyeberangi jembatan sungai Berantas yang lebar tibalah kami di kota Mojokerto, saya segera mencari hotel pertama yg bisa saya jumpai. Ketika dilampu merah seorang pengemudi mobil bak terbuka menyapa kami, (mungkin karena melihat plat motor saya yg dari Jakarta) dia menyarankan agar saya menginap di Trawas saja (Trawas itu seperti daerah Puncak kalo di Jawa Barat); tapi saya bilang terlalu jauh pak, badan sudah capek.

Dan memang sesungguhnya badan saya sudah capek sekali, saat itu jam menunjukan pukul 19.00 jadi sudah lebih sepuluh jam kami di jalanan. Badan rasanya lengket ingin segera mandi dan meluruskan punggung serta kaki. Hotel pertama yang saya jumpai adalah hotel Naga Mas saya gak tau ini hotel kelasnya apa, yang saya pikir cuma segera mandi dan istirahat. Tarip hotelnya murah Rp 68.000 semalam sudah pake AC, dan TV, kamar mandi didalam. Ya tentunya ada harga ada rupa, jangan dibayangkan kamar yang cozzy, tapi hanya kamar sederhana tapi bersih, untungnya AC nya menggunakan AC Split jadi tidak berisik dan yg terpenting berfungsi baik.

Disini juga mat item scorpioku bisa diparkir di teras kamar saya, bahkan tadinya sama penjaganya disuruh masukan aja ke kamar (kamarnya memang cukup luas sih), tapi saya tidak mau.....memangnya mat item seperti motor yg dalam iklan TV itu, tidur bareng tuannya hehehehe

Sebelum membongkar side bag dari punggung mat item, saya sempatkan untuk melihat trip meter, disitu tertera angka 878km, berarti hari ini saya sudah menyelesaikan 388 km....Alhamdulillah sudah sejauh ini dan masih diberikan keselamatan oleh NYA.