
Etape ketiga : Mojokerto – Pasuruan – Probolinggo – Bondowoso – Ijen = 255km
Selasa, 11 Juli 2006
Pagi ini saya bangun dengan agak lebih bersemangat, karena sasaran misi pertama yaitu ke Ijen sudah semakin dekat, yang kedua jarak yang harus saya tempuh hari ini tidak sepanjang hari-hari sebelumnya artinya jika semua beres maka kami bisa sampai tempat tujuan saat matahari masih terang, tidak seperti sebelum-sebelumnya dimana selalu masuk tempat yang dituju pada saat hari sudah gelap.
Pukul 08.30 saya keluarkan Mat Item Scorpioku yg tampangnya sudah makin dekil dari teras kamar dan kemudian bersama arif menungganginya untuk memulai etape ketiga saya. Hari ini saya harus mengambil arah ke Gempol kemudian ke arah Pasuruan dan Probolinggo. Untungnya tidak sulit untuk keluar dari Mojokerto untuk menuju kota tujuan berikutnya, disini peranan rambu penunjuk jalan sangat membantu kami.
Mungkin karena masih diseputaran Kota Surabaya yang merupakan jantung perekonomian Jawa Timur, maka lalu lintas di Mojokerto – Gempol ini terasa padat dan aktif sekali pagi itu, truk-truk lalu lalang berjejalan dengan bis penumpang maupun angkutan kota yang isinya padat oleh penumpang terasa sekali geliat aktifitas kota besarnya. Padahal suasana yang saya sukai adalah suasana pedesaan, dimana waktu seakan berjalan melambat, tenang, tentram dan mengalir alami penuh kedamaian, tidak ada rush hour, tidak ada ketergesa-gesaan.
Makanya senang sekali saya ketika kami akhirnya bisa meninggalkan semua kesibukan dan kepadatan tersebut, setelah sarapan di Pasuruan kami sekarang berada di jalur Pasuruan – Probolinggo yang jauh lebih lengang dibanding jalur Mojokerto – Gempol. Jalanan berupa aspal mulus dan baik. Truk-truk pengangkut tebu banyak sekali kami jumpai dijalanan. Demikian juga dengan kebun2 tebunya kalau melihat ini semua rasanya memang sepantasnya kita tidak perlu impor gula ya.....; rasanya memang ada yang salah pada kebijakan pertanian dan perdagangan kita.....mungkin para menteri ini mesti lebih sering solo turing naik motor liat langsung kondisi kebun2 tebu kita kali ya....hehehe
Dijalanan saya juga sering kali menjumpai iring-iringan sepeda onthel yang mengangkut sisa-sisa daun tebu, entah untuk apa? mungkin untuk pakan ternak mereka kali ya. Iring-iringan sepeda onthel pengangkut daun tebu ini memberikan nuansa yang lain di jalanan luar kota ini, sebuah kombinasi yang kontras dengan truk-truk pengangkut tebu yang dengan angkuh menderu dijalanan melambangkan modal kuat dan modernitas sementara si sepeda cerminan alat angkut traditional, tua reyot tapi arif dan bijak – gak bikin polusi soalnya.......
Kontur jalanan Pasuruan – Probolinggo – Paiton ini adalah datar, sejajar pantai utara jawa timur, karena konturnya yang datar dan relatif terbuka serta tepi pantai maka terpaan angin sangat kuat saya rasakan, beberapa kali mat item yang saya pacu di 80kpj, bergeser dihantam terpaan angin dari samping. Apalagi saat itu adalah musim kemarau hembusan anginnya terasa kering, jam saat itu sekitar pukul 11.00 an kebayangkan panasnya.......
Barulah pas di PLTU Paiton jalannya berubah naik turun dan berliku-liku melintasi punggung perbukitan dengan tumbuhan hutan jati. Pemandangan di paiton ini cukup indah karena dari atas perbukitan kita bisa melihat ke laut lepas.
Besuki adalah kota yang kami kunjungi setelah paiton lewat, dimana dari kota Besuki ini kami mengambil arah ke selatan menuju kota Bondowoso. Besuki sendiri berjarak 72 km dari Probolinggo sedangkan untuk menuju Bondowoso masih harus menempuh jalan sejauh 28 km, dengan melewati perbukitan hutan jati. Di Besuki ini banyak ditanam orang tembakau, konon tembakau Besuki cukup dikenal.
Perbukitan hutan jati yang akan kami lalui untuk menuju Bondowoso ini sangat terkenal dengan panoramanya yang indah, nama daerah ini adalah Arak-Arak, dan kenyataannya memang panoramanya sangat indah. Jalannya yang mulus naik turun berkelok-kelok menyusuri punggung perbukitan hutan jati yang meranggas di musim kemarau sangat tidak membosankan. Mata ini seperti dimanjakan dengan pemandangan yg segar, jauh dari pemandangan hutan beton Jakarta.
(Notes: foto-foto turing ijen lihat di http://photos.yahoo.com/arkanantoimam)
Kalau kami menyempatkan diri berhenti di arak-arak bukan semata karena lelah melainkan ingin menikmati pemandangan lebih lama sambil minum air kelapa muda dingin.......uiiiiih nikmat dan segernya. Bayangkan dari atas perbukitan memandang ke dataran lepas dibawah sana, di siang terik dan disemiliri angin perbukitan sambil minum air kelapa muda......uuenak tenan rasanya pengen berlama-lama disana.
Akhirnya kami lanjutkan perjalanan setelah mengambil beberapa foto panorama arak-arak tadi, Bondowoso tidak terlalu jauh lagi. Jalanan yang menurun menuju Bondowoso mempercepat kami tiba di kota tersebut, belum lagi pukul 13.00 ketika kami tiba di Bondowoso. Kami sempat bertanya jalan menuju ke kawah Ijen, dan ternyata jalannya mudah saja yaitu kami harus mengarah ke Situbondo, nanti sekitar 8 – 9 km setelah keluar kota Bondowoso ada pertigaan dengan penunjuk arah ke kawah Ijen.
Benar saja setelah berjalan keluar kota Bondowoso sekitar 8 – 9 km kami jumpai papan rambu penunjuk arah dimaksud. Segera saja motor saya belokan ke arah jalur jalan yang menuju Ijen. Rute yang akan kami tempuh ini adalah Bondowoso – Sempol (53 km an) kemudian dari sempol ke Paltuding sekitar 7 km. Paltuding ini pos terakhir sebelum mendaki ke ijen sejauh 3 km.
Jalanan menuju sempol ini pemandangannya khas jalanan luar kota di Jawa, dikiri kanan jalan ditanam orang pohon asam jawa, berkilo-kilometer pohon asam jawa ini berjajar rindang menaungi jalanan, membuat jalanan menjadi teduh. Kalau dilihat dari pokok batangnya yang cukup besar dan ranting daun serta buah asam jawanya yang begitu lebat, kelihatannya usia pohon asam jawa ini sudah puluhan tahun. Saat itu entah sedang musimnya berbuah atau tidak yang jelas banyak warga yang memunguti asam jawa yang berjatuhan, saya lihat bisa sampai satu karung asam jawa yang terkumpul. Terus terang saya salut dengan orang yang memberi ide untuk menanam asam jawa ditepian jalanan ini karena artinya dia punya visi yang jauh kedepan bahwa pohon ini akan bermanfaat bagi banyak orang kelak sekian puluh tahun mendatang.
Pepohonan lain yang biasa ditanam orang dijalanan pedesaan atau jalan luar kota di pulau Jawa ini adalah pohon Kapuk Randu. Bentuk pohonnya khas dengan batang ranting yang satu-satu memanjang, kalau lagi musimnya buah kapoknya bergelantungan, kadang kapuk nya berterbangan ditiup angin.
Sedangkan pohon beringin biasanya ditanam orang ditengah alun-alun kota-kota dijawa mungkin sebagai simbol pusat pemerintahan, tapi kalo kita lihat pokok beringin rindang ditengah areal persawahan biasanya sih itu pekuburan desa dan biasanya pohon kamboja mengelilingi si pohon beringin ini.
Aspal mulus menuju sempol ini ternyata berakhir setelah bertemu simpangan dimana yang lurus menuju sumber wringin sedangkan yang menyerong ke kiri menuju sempol – ijen. Jalanan kali ini mulai tidak terlalu mulus, lubang di jalan berserakan, dibeberapa tempat aspalnya terkelupas, tapi masih bisa dilalui dengan enak sih. Jalanan juga tidak lagi datar seperti tadi tapi mulai berkelok-kelok menanjak.
Pemandangan juga mulai berubah jika siang tadi kami disuguhi hutan jati yang meranggas, kini dihibur dengan keteduhan hutan pinus. Bener-bener pemandangan yang menyegarkan, apalagi sekarang AC alam mulai dinyalakan maksudnya udara mulai berubah menjadi udara sejuk pegunungan. Hmmm nikmatnya menghirup udara yang bersih dari polusi.
Dihutan pinus ini kami berhenti sejenak untuk menikmati keteduhannya dan juga mengambil beberapa foto untuk dokumentasi perjalanan. Ketika lagi asik mengambil foto dari seberang jalan, tiba-tiba mat item yang saya parkir dengan standar samping, terjerembab.....gubraaakkk, helm saya yg ditaruh diatas tangki terpental dengan keras dan ngegelundung ditanah.....; Astaghfirulah....ada apa ini....kaget saya dengan kejadian tsb, segera saya berlari menghampiri mat item yang rebah ditanah, saya coba dirikan.....uuuh ampun berat banget, setelah dibantu Arif akhirnya mat item bisa saya dirikan lagi.....
Saya perhatikan tempat saya tadi standar samping mat item,.....hmmm ternyata tanahnya empuk pantesan jatuh; berarti saya yang teledor.....saya agak mangkel dengan kejadian tersebut, memang sih tidak ada kerusakan sama sekali....tetapi kenapa juga harus pake acara roboh kayak gitu.......namun setelah merenung lebih dalam saya bersyukur juga, untungnya acara robohnya mat item tidak pada saat kami tunggangi atau helm yg mental dan gelundungan ditanah itu untungnya pas tidak ada kepala saya didalam situ. Jadi tampaknya ini sih message dari yang Maha Kuasa supaya saya tetep hati-hati di jalan dan tetap bersyukur serta selalu mengingatNYA.
Setelah kejadian tadi saya segera lanjutkan perjalanan, sampai akhirnya kami tiba di pos penjagaan PT. Perkebunan Nusantara XII (?), disini kami harus lapor ke pos penjagaan, seperti biasa menuliskan nama pengunjung, alamat, tujuan kunjungan dan jumlah rombongan, udah gitu boleh jalan lagi.
Jalanan di kawasan perkebunan kopi ini sangat baik mulus dan terawat, beda sekali dengan jalan sebelumnya yang berada diluar kawasan perkebunan. Pemandangannya juga menarik kali ini kita disuguhi pemandangan hamparan kebun kopi dan kelihatannya sedang berbuah juga, terlihat dari kesibukan pekerja perkebunan dan beberapa pick up yang mengangkut karung-karung hasil kopi yg baru dipanen.
Dikawasan perkebunan ini tampaknya juga diusahakan sebagai kawasan agro wisata, ini terlihat dari terdapatnya tiga lokasi hotel atau penginapan milik perkebunan ini masing-masing di Catimor-Blawan, Jampit I di Kalisat/jampit dan Jampit II juga di kalisat. Tadinya kami akan menginap disini, namun setelah mendapat keterangan bahwa di Paltuding juga ada penginapan maka saya memutuskan untuk menginap saja di Paltuding. Pertimbangan saya adalah karena tujuan saya yang utama ke wilayah Ijen ini adalah untuk mendaki Kawah Ijen, maka sebisa mungkin saya harus mendekat ke kawah Ijen, kalau saya menginap di daerah jampit-kalisat ini maka untuk ke Paltudingnya saja harus menempuh sekitar 10 km, sementara untuk ke kawah Ijen harus jalan kaki lagi sejauh 3 km.
Dengan pertimbangan tersebut maka kami tidak mengunjungi lokasi penginapan yang dikelola perkebunan, melainkan langsung menuju ke paltuding. Setelah melewati pos yang kedua disini ritualnya juga sama melapor dan menulis dibuku tamu, maka akhirnya kami melewati pos ketiga dan terakhir disini lagi-lagi melapor dan menulis di buku tamu. Setelah melewati pos yang ketiga ini artinya kami sudah keluar dari kawasan perkebunan dan menuju ke Paltuding, jalanan masih tetap mulus, naik turun dan berliku tapi agak lebih sempit dibanding jalan didalam kawasan perkebunan, pemandangannya tidak perlu diragukan; indah tenaan........kalau saja bawa handycam mungkin pemandangannya bisa terekam lebih sempurna......
Setelah melewati beberapa tanjakan yang cukup panjang dan tinggi, kami tiba di Paltuding pos terakhir sebelum mendaki Kawah Ijen, pos ini berada diketinggian 1850m dpl (diatas permukaan laut). Semua kendaraan yang ingin ke kawah ijen berhenti disini, tersedia lapangan parkir yang luas (cukup banget kalo buat kopdar para biker...hehehe), camping ground dan beberapa bangunan penginapan, kemudian juga ada beberapa warung dan tentunya bangunan-bangunan kantor pengelola daerah wisata ijen. Kalau tidak salah dikelola oleh Pelestarian Hutan dan Perlindungan Alam (PHPA?) Taman Nasional Alas Purwo, wah berarti cakupannya luas juga pengelola ini, soalnya Alas Purwonya sendiri berada di Blambangan letaknya.
Uuuh lega sekali rasanya sudah sampai di Paltuding, Setelah memarkir mat item, sambil melakukan peregangan saya ambil nafas dalam-dalam mengisi rongga dada ini dengan udara bersih pegunungan di ketinggian 1800m dpl....wuih seugeeer nya.... mana udaranya sejuk banget lagi, Suasananya tenang tidak banyak orang yang ada di paltuding saat itu maklum jam saat itu menunjukan pukul 15.30, matahari sore pun masih bersinar terang tapi tidak terasa panas sama sekali soalnya kalah dengan sejuknya udara.
Saya melapor ke kantor pengelola sekaligus mencari penginapan, petugas menerima kami dengan ramah, mereka geleng2 kepala keheranan ketika tau kami dari jakarta dengan mengendarai motor. Dari petugas tersebut kami ditawari dua jenis penginapan ada yang Rp 135.000 per kamar/malam ada juga yang Rp 65.000,- semua fasilitasnya sama kamar mandi di luar, dan tidak ada tivi maklum listriknya juga pake genset. Saya pilih yang Rp 135.000,- karena saya lihat viewnya lebih enak yaitu menghadap ke arah camping ground dan kayaknya lebih nyaman (padahal sih sama aja bangunannya sederhana rumah panggung semi permanen dengan dinding papan hehehehe namanya juga penginapan untuk pecinta alam, jadi jangan dibayangkan atau dibandingkan dengan penginapan seperti disebuah resort ya.....).
Yang unik motor saya disuruh masukan kedalam kantor pengelola, saya lihat memang motor-motor dinas si petugas juga dimasukan dalam kantor tersebut, mungkin untuk keamanan di malam hari kali ya. Apa iya ada maling yg jauh2 dateng ke paltuding buat maling motor ya?.....batin saya ketika mendorong mat item untuk dimasukan ke dalam kantor pengelola. Sambil memasukan mat item saya lirik trip meter Mat Item, menunjukan angka 1.133 km......hmm sudah hampir separuh perjalanan yang kami tempuh dan sejauh ini lancar semua Alhamdulillah...............
Setelah unpacking barang bawaan kami dan kami taruh dikamar, saya dan arif pun melakukan orientasi lapangan seputaran paltuding ini khususnya adalah untuk menemukan posisi warung makan, soalnya belom makan siang karena keasyikan jalan melihat panorama yang indah, terakhir kali perut diisi air kelapa di arak-arak siang tadi. Untungnya tidak sulit menemukan warung tersebut memang hanya warung kecil yg sederhana, menjual mie rebus, mie goreng dan nasi goreng – tapi sangat vital artinya buat kami saat itu soalnya udah laper banget. Kami pesan nasi goreng dan telor mata sapi,.......benar2 kombinasi yang nikmat udara yang dingin perut yang lapar dan sepiring nasi goreng yg masih hangat dan segelas teh nasgitel (panas, legi dan kentel)...... kontan segera saja nasi goreng ini berpindah tempat dari piring kami kedalam perut kami yg kelaparan kemudian ditutup dengan seruput teh panas....ueenak tenan....(Arif nambah sepiring lagi nasi gorengnya......hehehe)
Setelah santap siang yang kesorean, saya kumpulkan informasi dari petugas mengenai pendakian ke Kawah Ijen, menurut mereka pendakian paling bagus sih jam 03.00 pagi karena perjalanan kesana butuh waktu 1 – 1,5 jam supaya bisa lihat matahari terbit. Dan jalan menuju kesana cukup mudah karena hanya satu jalan tidak ada percabangan sehingga tidak mungkin kesasar.
Bahkan menurut si petugas mendaki malam-malam untuk tanggal sekarang ini dimungkinkan karena saat ini bulan sedang bersinar penuh, dan cuaca terang karena musim kemarau. Kalau mendaki malam-malam bisa terlihat bara api dari sumber belerang di kawah ijen nya demikian penjelasan tambahan beliau.
Mendaki malam-malam....uuh nggak deh, kalau yang dini hari jam 03.00 sih mau juga tuh....tapi apa mungkin bangun jam segitu.....hehehehe....kayaknya sih mission imposible deh.
Setelah informasi terkumpul kami kembali ke kamar maksudnya mau istirahat tidur-tiduran, lho tapi koq makin dingin jadi ya selimutan deh..... tapi akhirnya bablas.......tidur beneran.....badan capek, perut kenyang udara dingin dan selimutan apalagi yang paling enak kalo tidak ber-hibernasi....(tidur panjang seperti beruang dimusim dingin).....hehehehe
Saya terbangun jam 19.00, cahaya bulan menerobos masuk kamar dari kaca jendela yang kordennya sengaja saya buka, sinar bulan ini cukup kuat menerangi kamar kami yang tanpa penerangan – saya coba menyalakan lampu tapi tidak menyala, saya coba dengarkan dikeheningan malam itu dan memang tidak terdengar suara genset hmm mungkin karena terang bulan mereka tidak menyalakan gensetnya kali ya.... Udara dingin sekali saat itu, saya turun dari tempat tidur dan coba ambil jacket yang saya gantung di dinding papan untuk saya kenakan. Waaks jacketnya aja ternyata sudah menjadi dingin banget.....
Segera setelah mengenakan jacket saya berjalan keluar menuju teras pondokan,....brrr udara dingin langsung menyergap saya begitu saya ada diluar. Pemandangan diluar indah sekali, benar kata petugas tadi sore bahwa malam ini terang bulan. Langit cerah dan bersih sekali bintang-bintan bertaburan, berkerlipan, sementara itu permukaan bumi bermandikan cahaya bulan, tidak gelap total tapi temaram....saya sapukan pandangan saya ke segala arah... suasananya hening damai dan indah sekali. Seandainya dinginnya tidak menusuk tulang ingin sekali saya berlama-lama berjalan bermandikan cahaya bulan......tapi dinginnya itu lho gak nahan banget.
Akhirnya kembali berselimut dan ber hibernasi adalah pilihan yang saya ambil, karena tidak tahan dinginnya....”uuhh gimana mau mendaki jam 03.00 kalau seperti ini dinginnya.....besok pagi-pagi aja deh mendakinya kalau sudah terang aja dan sudah lebih hangat.”....begitu pikirku sambil meringkuk dibawah selimut meneruskan hibernasi ku...........zzzzzzzzzzzzzzz.....zzzzzzzzzzz
No comments:
Post a Comment